Kamis, 04 Juni 2009

Gubernur BI dalam Keputusan Moneter

Keberadaan sosok Gubernur BI sangat urgen mengingat banyaknya keputusan moneter yang mesti diambil. BI juga harus menentukan range antara BI Rate dan bunga kredit bank.


JAKARTA – Bank Indonesia tetap mendorong penurunan suku bunga perbankan dengan memangkas kembali bunga kebijakan atau BI Rate. Di saat respons penyesuaian bunga kredit masih sangat minim, otoritas moneter membawa suku bunga acuan ke level terendahnya sejak BI memperkenalkan istilah BI Rate pada 2005.

“Sinyal yag diberikan BI positif bagi perekonomian. Artinya tren bunga ke depan turun dan seharusnya diikuti oleh penurunan suku bunga dana kemudian suku bunga kredit,” kata ketua umum Perhimpunan Bank Umum Nasional Sigit Pramono di Jakarta, Rabu (3/6).

BI telah memangkas bunga acuan tujuh kali berturut-turut dengan total 250 basis poin menjadi 7,00 persen saat bank sentral dipimpin oleh seorang pejabat gubernur, Miranda Swaray Goeltom. Miranda menggantikan Boediono yang digaet Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemilihan presiden Juli.

Sementara itu, Miranda yang saat ini masih memegang posisi deputi gubernur senior definitif akan habis masa jabatannya 26 Juni dan digantikan Darmin Nasution, yang saat ini menjabat Direktur Jenderal Pajak.

Menurut Sigit Pramono, meskipun keputusan dalam dewan gubernur BI diambil secara kolektif, namun jika ada kebuntuan maka figur gubernur diperlukan untuk mengambil keputusan. “Nanti kalau ada kebijakan yang salah atau menyimpang atau apapun, siapa yang harus disalahkan? Sebaiknya gubernur harus diisi,” kata dia.

Kekosongan posisi gubernur harus segera diisi karena berpotensi menimbulkan masalah politik dalam mengambil keputusan mengenai pengaturan moneter.
“Sebaiknya harus diisi sebelum Bu Mir (Miranda) lengser dan sebelum pilpres, karena komplikasi politiknya sangat besar,” kata Sigit.

Tekan Perbankan

BI dalam pernyataan resminya mengakui bahwa respons perbankan terhadap penurunan BI Rate masih terbatas, yang terlihat dari pertumbuhan kredit dan penurunan suku bunga yang masih belum seperti yang diharapkan.

Menurut data BI, penyaluran kredit perbankan hingga Maret mencapai 1.305 triliun rupiah meningkat delapan triliun rupiah per bulan jika dirata-rata sejak Januari. Rasio penyaluran kredit atau loan to deposit ratio (LDR) perbankan sampai waktu yang sama mencapai 73 persen.

“BI bersama perbankan akan terus berupaya mengurangi kendala-kendala dalam meningkatkan fungsi intermediasi,” kata Direktur hubungan masyarakat BI Dyah NK Makhijani.

Masih belum optimalnya penyaluran kredit saat ini disebabkan masih tingginya pengenaan suku bunga kredit.

Pengamat ekonomi dari CSIS Pande Radja Silalahi menilai, penurunan BI Rate secara progresif harus segera direspons oleh kalangan perbankan dengan menurunkan bunga kreditnya. Namun, kata dia, penurunan bunga bank tidak dapat dipaksakan oleh pemerintah, sebab bank juga memiliki perhitungan terkait cost of fund yang harus
ditanggungnya.

Pande mengusulkan, agar selisih (range) antara level BI Rate dengan bunga bank ditentukan maksimal sekitar 5 persen, sehingga bisa menggerakkan sektor riil. “Kalau semuanya bisa berkorban, maka sektor riil juga bisa bergerak seperti
diharapkan,” kata dia.

Deputi Gubernur BI Muliaman Darmansyah Hadad mengatakan sulitnya mendorong bank untuk menurunkan suku bunga karena banyak bank masih fokus pada peningkatan aset. “Karena berbagai alasan aspek liabilities dinomorduakan. Padahal liabilities (struktur dana yang fokus pada likuiditas dan modal) penting,” kata dia.aph/ito/E-4

BI Fokus pada Pendapatan dari Dollar AS

JAKARTA – Bank Indonesia dinilai sengaja menahan penguatan nilai rupiah terhadap dollar AS meskipun memiliki ruang untuk mendongkrak nilai tukar lebih kuat dari 10.000 per dollar AS.

“BI memang menahan penguatan rupiah untuk mengumpulkan cadangan devisa yang telah dihambur-hamburkan Oktober lalu untuk intervensi rupiah,” ujar Pengamat ekonomi dari InterCafe Iman Sugema saat dihubungi Senin (1/6).

Nilai tukar rupiah seharusnya bisa lebih kuat dari posisinya sekarang di kisaran 10.200 hingga 10.300 per dollar AS saat dana-dana asing banyak masuk ke instrumen investasi dalam negeri. Modal asing yang mengalir di pasar saham domestik hingga saat ini (year to date) mencapai 490 juta dollar AS.

Semakin banyak investor masuk kendati hanya jangka pendek, maka persediaan dollar AS kian melimpah, dan nilai tukar otomatis akan menguat. Kepemilikan asing di Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Utang Negara meningkat.

Indikator yang paling mudah menjadi acuan membanjirnya suplai dollar AS adalah di pasar saham dan kemarin Indeks Harga Saham Gabungan nyaris menyentuh 2.000.

Pengamat pasar uang Farial Anwar menilai pada dasarnya kurs rupiah bisa menguat lebih jauh hingga ke kisaran 9.000 per dollar AS.

Namun, adanya faktor kepentingan (conflict of interest) di mana bank sentral ingin meningkatkan cadangan dollar AS, maka penguatan nilai tukar rupiah tidak mencapai level yang semestinya.

“Pendapatan BI itu kan dalam dollar AS sementara pengeluarannya untuk membiayai bunga SBI dalam rupiah. Jika rupiah menguat artinya nilai pendapatan BI berkurang, BI tidak mau itu terjadi,” kata Farial.

Dia membandingkan kondisi pada tahun akhir 2007 dan menjelang 2008 ketika IHSG menembus level 2.500 hingga 2.800 pun rupiah tidak juga tembus di bawah 10.000 per dollar AS.

Stimulus Ekspor
Di satu sisi, penahanan nilai tukar rupiah memang memberikan dampak negatif terutama dalam peningkatan daya beli masyarakat, tetapi di sisi lain, penahanan rupiah dinilai perlu dilakukan untuk menstimulasi sektor ekspor. Makin tinggi kurs rupiah terhadap dollar AS maka harga barang-barang ekspor akan dinilai lebih murah oleh negara lain yang membeli dengan dollar AS.

“Kendati ekspor menurun, namun dalam neraca perdagangan kita tetap surplus, jadi pertimbangannya adalah untuk memberikan insetif ke sektor ekspor” jelas Pengamat Ekonomi Unika Atma Jaya Prasetyantoko

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus perdagangan Indonesia pada Mei 2009 mencapai 2,08 miliar dollar AS.

Prasetyantoko juga berpendapat, penahanan rupiah tersebut dilakukan agar investor tidak menarik dananya yang ada di obligasi. Jika kurs rupiah terus menguat, maka pendapatannya akan berkurang secara nominal dalam bentuk dollar AS.aph/E-4

Minggu, 24 Mei 2009

Pemerintah Jaminan Nasabah Nonbank

Nasabah pada lembaga-lembaga keuangan bukan bank akan dijamin selayaknya nasabah perbankan. Pemerintah akan memasukkan usulan tersebut pada UU JPSK

JAKARTA – Pemerintah tengah mempersiapkan lembaga yang berfungsi menjamin dana-dana nasabah di institusi-institusi keuangan nonbank di saat risiko-risiko kecurangan di sektor keuangan masih meningkat.

Koordinator Sekretariat Komite Stabilitas Sektor Keuangan, Raden Pardede mengatakan, untuk meningkatkan pengawasan terhadap lembaga keuangan nonbank, memasukkan usulan dalam Undang-undang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) adanya lembaga pengawas bukan bank.
“Nanti lembaga ini akan menjadi penjamin (dana di) lembaga bukan bank,” kata dia di Jakarta, akhir pekan lalu.

Perusahaan-perusahaan asuransi di Tanah Air terkena dampak krisis keuangan global dengan anjloknya penurunan nilai investasinya di pasar modal dan juga meningkatnya penarikan dana-dana nasabah. AIG, asuransi raksasa asal AS mendapatkan suntikan modal dan mengancam industri asuransi dunia.

“Oleh karena itu kami memasukkan usulan adanya pengawas lembaga bukan bank agar pengawasan bisa menyeluruh,” kata Raden.

Selain itu, dalam UU JPSK, Raden mengungkapkan bahwa pemerintah juga memasukkan usulan pembentukan otoritas yang memiliki wewenang di atas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan lembaga penjamin nonbank. LPS menjamin dana-dana nasabah yang berjumlah maksimal dua miliar rupiah di perbankan.

“Kalau ke depan LPS dan lembaga penjamin nonbank ini kekurangan dana, lembaga ini yang akan menyuntikkan dana,” kata Raden.

Harus Secepatnya
Pemerintah mengkhawatirkan tertundanya pengesahan UU JPSK yang ditujukan sebagai solusi dan exit strategy untuk mengatasi krisis keuangan yang telah berubah menjadi krisis ekonomi global.

Anggota DPR akan habis masa kerjanya pada November dan digantikan dengan anggota DPR yang terpilih pada pemilihan umum April lalu. “UU JPSK ini sangat urgen jadi harus diselesaikan tahun ini oleh anggota DPR sekarang,” kata dia.

Menurut Raden jika tertunda, maka proses pengesahan akan berlarut karena anggota DPR baru akan kembali meminta kembali pembahasan dari awal.

Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Endin Soefihara mengatakan bahwa anggota parlemen periode 2004-2009 akan segera menyelesaikan UU JPSK sebelum masa jabatan mereka selesai. “Inya Allah bulan depan UU JPSK ini bisa kita rampungkan,” kata Endin.

Aturan penanganan krisis sangat penting untuk Indonesia karena negara-negara lain sudah melakukan penjaminan menyeluruh kepada simpanan yang ada di lembaga keuangannya.

Dalam UU Nomor 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia telah diamanatkan pembentukan lembaga pengawasan terhadap perbankan maupun asuransi, dana pensiun, pasar modal yang ditargetkan paling lambat pada 2010. ”Rencana pemerintah membentuk lembaga pengawas keuangan non bank bertujuan untuk meningkatkan pengawasan menyeluruh, yakni otoritas jasa keuangan,” kata Endin.

Pemerintah penah mengajukan aturan penanganan krisis ini dalam bentuk peraturan pemerintah pengganti Undang-undang (Perppu) namun sejumlah fraksi di DPR mengajukan keberatan.
"Kami sudah mengakomodasi usulan/keberatan dari pihak DPR sehingga diharapkan pembahasan dapat segera diselesaikan," kata Raden yang juga Staf Khusus Menkeu Bidang Jasa Keuangan.anz/E-4

Selasa, 07 April 2009

Mengembalikan Ekonomi ke Dasar Negara

Membaca judulnya saja; Ekonomi Konstitusi, buku ini sudah menjelaskan bahwa yang akan dibahas di dalamnya adalah soal ekonomi yang terkait konstitusi atau konstitusi yang mengatur ekonomi.

Di buku yang ditulis keroyokan oleh beberapa orang yang menamakan diri ekonom muda ini, -beberapa telah dikenal karena komentar-komentar kritisnya di media dan sisanya adalah muka-muka baru- disebutkan bahwa pembangunan ekonomi seharusnya dilandaskan pada dasar negara.

Titik tolak penulisan buku ini jelas adalah Undang-Undang Dasar 1945 (UUD) pasal 33 yang menyebutkan kekayaan alam harus dikelola negara untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Kebijakan ekonomi sedari awal seharusnya diarahkan untuk melayani kepentingan nasional. Namun kata “nasional” oleh para pengambil dan pemutus kebijakan ekonomi dipreteli dan maknanya dibonsai. Bahkan beberapa kebijakan jelas-jelas tidak memasukkan rakyat –khususnya rakyat miskin sebagai pihak seharusnya yang menerima manfaat.

Ekonom-ekonom muda itu membeberkan kekeliruan dari para pengambil kebijakan khususnya di bidang ekonomi selama hampir 43 tahun. Misspolicy itu dapat dilihat pada kebijakan sumber daya manusia hingga sumber daya alam, dari kebijakan pembangunan infrastruktur sampai kebijakan energi, dari kebijakan pangan hingga pengelolaan perusahaan negara.

Akibatnya, di tingkat persaingan global daya saing Indonesia di dunia ambruk dan di dalam negeri kesenjangan sosial dan kemiskinan melonjak.

Indonesia sebagai negara dengan sumber daya melimpah seharusnya bisa bersikap sebagai “penguasa” atas sumber daya yang dimilikinya. Namun pengambil kebijakan bidang ekonomi malah terkesan memberi tempat pada propaganda-propaganda semisal market friendly, equal level of playing field yang dinilai lebih banyak membuat Indonesia tidak berdaulat atas kekayaannya sendiri.

Pemerintah lalu meliberalisasi habis-habisan pasar dalam negeri dan memperlakukan investor asing sama atau bahkan lebih istimewa dengan kebijakan-kebijakan neo-liberalisme. Pemerintah takut pada, yang di buku ini dinamakan, mitos-mitos para fundamentalis pasar yang sama bahayanya dengan para fundamentalis agama.

Ironi itu sudah terjadi sejak 1967 sejak UU Penanaman Modal Asing terbit dan tetap terjadi sampai UU Migas terbit tahun 2001.

Meski kritis namun satu dua bagian dari buku ini kadang membingungkan. Contoh pada halaman 99, penulis mungkin ingin menjelaskan bahwa strategi Jepang dalam memberi bantuan kepada Indonesia adalah dengan ‘memaksa’ Indonesia untuk memperbanyak jalan raya. Tujuannya agar Jepang tetap dapat melempar produk otomotifnya ke Indonesia.

Namun jika MRT Jakarta dilaksanakan perusahaan Jepang maka Jepang nyaris sebagai penguasa moda transportasi Indonesia. Bukankah jika MRT direalisasikan justru Jepang akan ‘sedikit’ dirugikan akibat berkurangnya konsumsi kendaraan yang disebabkan orang beralih ke transportasi massal?

Sebagai kritik, buku ini cukup lengkap menjelaskan karut marut kebijakan dan pilihan kebijakan dari pemerintah apalagi menjelang pembentukan pemerintahan baru. Buku ini lumayan penting bagi aktivis atau sarjana ekonomi pembangunan karena sebagian besar data yang ditampilkan adalah data terkini, meski tak jarang di beberapa tempat terdapat kesalahan ketik.

Tampilan data dan grafik pada buku ini seharusnya bisa dipoles lebih menarik lagi mengingat buku ini dimaksudkan untuk menjelaskan betapa sebagian kebijakan yang diambil pemerintah merupakan kebijakan yang cenderung keliru.

Syarif Fadilah, Wartawan Ekonomi


Judul : Ekonomi Konstitusi
Editor : Soegeng Saryadi, Iman Sugema
Kontributor : Hendri Saparini, Iman Sugema, Revrisond Baswir, Nunung Nuryartono, Ichsanuddin Noorsyi, Triana Anggraenie, Adi Setiyanto, M. Iqbal Irfany, Tony Irawan
Penerbit :
Tahun : Cetakan I Februari 2009
Tebal : xv + 362 halaman
Harga :

Rabu, 18 Februari 2009

Kesempatan Intervensi Nilai Tukar Terbuka

Tambahan dana valas membuat amunisi BI untuk menenangkan pasar makin banyak. Namun BI diminta tidak menggunakan pinjaman siaga untuk menyetabilkan rupiah.

Bank Indonesia percaya diri akan bisa menenangkan pasar keuangan dan memperkuat nilai tukar dengan bertambahnya modal valuta asing dari negara lain. Nilai tukar rupiah telah melemah hampir sepuluh persen menjadi 11.900 per dollar AS sejak akhir tahun lalu.

“Kita akan tetap berada di pasar, kita akan lihat dan kita akan tambah amunisi,” kata Gubernur BI Boediono di Jakarta, Selasa (17/2). “Pemerintah akan melakukan pinjaman dari luar. (Selain) untuk memperkuat anggaran, juga memperkuat cadangan kita.”

Pemerintah Indonesia menerima fasilitas pinjaman siaga (standby loan) dari beberapa sumber yang memungkinkan cadangan devisa yang saat ini berjumlah kurang dari 51 miliar dollar AS bisa meningkat.

Bank Pembangunan Asia atau ADB berkomitmen memberikan pinjaman sebesar satu miliar dollar AS. Selain itu Bank Dunia juga lebih dulu berjanji akan meminjami sebesar dua miliar dollar AS untuk menambah cadangan devisa.

Sementara itu secara bilateral, Indonesia juga akan menerima 12 miliar dollar AS dari fasilitas swap yang berasal dari Jepang, Korea Selatan dan China. Ketiga negara itu akan menyuntikan dana kepada Indonesia jika pasokan valas dalam negeri dinilai mulai mengkhawatirkan di tengah krisis keuangan dunia saat ini.

Pengamat pasar uang Farial Anwar menilai adanya tambahan cadangan devisa dari pinjaman siaga, secara psikologis dapat menenangkan pasar. Namun dana pinjaman yang diperloleh sebagai utang itu selayaknya tidak digunakan untuk mengintervensi rupiah.

“Seharusnya dana hutang tidak digunakan untuk mengintervensi rupiah, karena dana tersebut sewaktu-waktu harus dikembalikan kembali, jika kurs rupiah merosot lebih tajam, kita akan rugi,” ungkapnya.

Cadangan berupa dollar AS yang dikelola BI diperuntukkan untuk membiayai utang luar negeri yang jatuh tempo serta pembiayaan impor pemerintah selama jangka waktu tertentu. Saat ini cadangan devisa dapat membiayai impor selama empat bulan lebih.

“Sisanya baru untuk intervensi. Jika cadangan ini mayoritas untuk intervensi, lama kelamaan akan habis,” imbuh Farial.

Pelemahan Berlanjut

Farial memperkirakan pelemahan rupiah yang tengah terjadi akan berlanjut yang disebabkan menyusutnya pasokan dollar AS di dalam negeri sementara permintaan tetap tinggi.

Di sisi lain, investor asing dinilai belum tertarik untuk berinvestasi di Indonesia di tengah kemungkinan terjadinya penyerapan dollar besar-besaran di AS. Pasalnya AS akan mengeluarkan surat utang negaranya (Treasury Bills dan Treasury notes) untuk mendanai paket stimulusnya senilai 787 dollar AS.

“Oleha karenanya pemerintah harus membuat kebijakan yang tidak populis, yaitu menghapus rezim devisa bebas dan memberlakukan rezim devisa terkendali,” papar Farial.

Dalam sistem devisa terkendali, eksportir atau investor diwajibkan menempatkan dana hasil ekspor dan investasinya di dalam negeri.

Dengan demikian ktersediaan suplai dollar AS akan terjaga dan otoritas akan dengan mudah memantau penempatan dana para investor, baik asing maupun lokal. Dia memperkirakan, jika kebijakan ini tidak diberlakukan, maka nilai tukar rupiah terhadap dollar AS akan terus terpuruk.aph/E-4

Selasa, 17 Februari 2009

Seharusnya Tidak Ada Lagi Alasan

Perbankan seharusnya sudah bisa menurunkan suku bunga pinjamannya setelah semua alasan yang selama ini dipakai bankir sudah terjawab. Tetapi selalu ada alasan buat perbankan, yang terakhir adalah masih adanya risk premium.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS memutuskan menurunkan suku bunga penjaminan untuk rupiah sebesar 50 basis poin. Hal itu membuat bunga simpanan yang dijamin di bank umum menjadi 9,00 persen persen dan di Bank Perkreditan Rakyat 12,5 persen.

Bank beralasan adanya keketatan di pasar uang antarbank (PUAB) serta masih tingginya permintaa dollar AS di pasar valuta asing menjadi penghambat menurunnya suku bunga. “Secara umum kondisi PUAB sudah membaik dibanding beberapa bulan lalu. Volume PUAB relatif sudah naik kembali,” kata Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan Halim Alamsyah.

Direktur Direktorat Pengelolaan Moneter BI Eddy Sulaeman Yusuf mengatakan beberapa bulan belakangan likuiditas sudah tidak mengetat lagi. “Dana yang diserap dari lelang SBI hari ini mencapai 236 triliun rupiah. Berarti bank-bank sudah memiliki likuiditas berlebih,” kata dia.

Suku bunga PUAB berjangka waktu satu malam overnight kata dia telah menurun menjadi 8,15, padahal September tahun lalu masih sekitar 11 persen. “Dana yang diserap SBI September tahun lalu di bawah 100 triliun rupiah,” kata Eddy.

Sementara kisruh pasar valas yang terjadi tahun lalu juga dinilai sudah mulai berkurang. Pengetatan aturan otoritas mengenai pembelian valas dinilai telah meredakan pasar. “Ketatnya pengawasan BI terhadap bank asing mengakibatkan, mereka tidak berkutik untuk melakukan spekulasi terhadap kedua mata uang itu (rupiah dan dollar AS),” kata Direktur Retail Banking Bank Mega Kostaman Thayib.

Gubernur BI Boediono meminta perbankan segera menurunkan suku bunga kreditnya sesuai dengan batasan yang wajar agar bisa meningkatkan minat masyarakat mengajukan kredit.

"Mengenai suku bunga, saya kira perbankan diberi waktu untuk menyesuaikan. BI akan mendorong mereka agar tetap berada pada sasaran bunga yang wajar, jangan sampai kredit kita menurun," ujarnya.

Berdasarkan data BI, penyaluran kredit mulai menurun setelah pada Desember sebesar 1.307 triliun rupiah menurun dari jumlahnya pada November yang mencapai 1.325 triliun rupiah. Sepanjang 2008 penyaluran kredit perbankan meningkat 30 persen.

Direktur Tresuri BNI Bien Subiantoro mengatakan penurunan suku bunga kredit dimungkinkan jika risiko premium kredit sudah mulai berkurang. BNI sudah menurunkan suku bunga sebesar 0,5 hingga satu persen. “Tetapi hal itu belum terasa karena belum diikuti bank-bank lain (di luar Bank BUMN),” kata dia.

Risk premium adalah beban tambahan yang diberikan bank kepada debitur untuk mengukur risiko kredit suatu sektor tertentu.

Minggu, 08 Februari 2009

Bank BUMN Harus Jadi Pionir

Penurunan suku bunga kredit secara agresif dinilai bisa dimulai oleh bank-bank pelat merah. Namun pemerintah harus memberikan subsidi suku bunga kepada perbankan.

JAKARTA – Bank-bank pemerintah diharapkan menjadi motor penggerak dalam mendorong penurunan suku bunga kredit setelah bank sentral memangkas suku bunga acuan.

Perbankan dinilai lamban merespons penurunan BI Rate sebesar 125 basis poin sejak Desember dengan menurunkan suku bunga kredit. Perbankan enggan menurunkan bunga secara drastis karena masih tingginya biaya pendanaan (cost of fund) serta biaya operasional yang harus ditanggung.

Oleh karena itu bank-bank milik negara diharapkan dapat memulai penurunan bunga kredit secara lebih agresif.

Namun demikian, jika bank BUMN menurunkan suku bunga lebih rendah dari tingkat bunga yang berlaku di pasar maka kinerja mereka akan terancam menurun.

Oleh karena itu menurut pengamat agar bank-bank pemerintah bersedia menurunkan bunga terlebih dahulu secara agresif, maka pemerintah harus memberikan subsidi. “Dengan adanya insentif berupa subsidi, maka (potensi berkurangnya pendapatan) bunga akan diabsorb pemerintah,” kata pengamat ekonomi dan keuangan, Djoko Retnadi di Jakarta, Kamis (5/1).

Dengan demikian kemungkinan bank pelat merah kalah bersaing dalam memperoleh pendapatan bunga yang menggerus laba bersihnya bisa dihindari.

Saat ini menurut Djoko, sektor riil meminta suku bunga kredit di level 10 persen lebih rendah dari suku bunga yang ditawarkan perbankan yang berkisar 12 hingga 15 persen.

“Jika pemerintah memberikan subsidi dengan mengabsorb selisih bunga bank dengan suku bunga pasar, maka diperkirakan bank pemerintah akan dapat merespons,” kata Djoko.

Direktur Bisnis Umum Bank Rakyat Indonesia, Sudaryanto Sudargo mengatakan penurunan suku bunga acuan memang membuka ruang bagi penurunan suku bunga perbankan.

Namun jika penurunan bunga dilakukan secara drastis akan berdampak terhadap kinerja perbankan dan mengganggu harga sahamnya di tengah kondisi likuiditas yang mengetat .“Subsidi bunga bisa saja dilakukan pemerintah namun untuk sektor-sektor tertentu saja,” kata dia.

Dia mengatakan pemerintah sebelumnya telah memberikan program pemotongan bunga bagi nasabah inti plasma kelapa sawit untuk proyek revitalisasi. “Pemerintah memberikan subsidi sebesar lima persen hingga suku bunga pinjaman menjadi 10 persen,” kata Sudaryanto.

Namun untuk sektor-sektor lain pemerintah kata dia bisa selektif karena keterbatasan dana. “Malah saat ini berbagai subsidi dihapuskan pemerintah. Saat ini saja suku bunga KUR (kredit usaha rakyat) cukup tinggi sebesar 16 persen,” kata dia.

Kebijakan Politis

Djoko mengatakan langkah tersebut bisa diwujudkan saat ini karena sektor usaha sangat membutuhkan suku bunga rendah untuk mendorong perekonomian. Akan tetapi kebijakan tersebut bisa jadi dianggap bermuatan politis menjelang waktu pemilihan umum. “Bisa saja diberikan insentif namun ini akan dikaitkan dengan unsur politis,”kata dia.

Sementara itu di tempat terpisah Deputi Gubernur Senior BI, Miranda Swaray Goeltom mengatakan bahwa tingkat bunga acuan masih berpeluang diturunkan kembali jika prospek inflasi tetap mengarah pada sasaran inflasi jangka menengah 5 - 7 persen.

"Ruang penurunan BI rate masih terbuka terutama jika prospek inflasi tetap mengarah pada sasaran inflasi jangka menengah," kata dia dalam rapat kerja Komisi XI DPR di Jakarta, Kamis. anz/E-4

Rabu, 04 Februari 2009

Sedikit Senyum dalam Krisis

Krisis keuangan telah mengubah gaya dan cara hidup banyak orang di berbagai belahan dunia. Ada sejumlah cerita menarik di balik krisis finansial global yang terjadi, tidak melulu cerita sedih, ada juga kisah nyeleneh yang tidak kalah menarik.

Sebuah rumah makan bernama “Sarah’s Smash Shack” di San Diego, California AS memberikan kesempatan pelanggan untuk melampiaskan kekesalan dengan melemparkan perlengkapan makan ke dinding.

Para pelanggan dikenakan biaya 10 dollar AS (110.000 rupiah dalam kurs 11.000 per dollar AS) untuk setiap lima belas menitnya.

Ini merupakan pengeluaran 50 dollar AS terbaik kami dalam dua tahun terakhir,” ujar seorang broker asuransi Adam De Witt yang memecahkan piring bersama istrinya setelah permintaan kredit rumahnya ditolak.

Ada-ada saja memang. Tidak salah jika ada pepatah yang mengatakan, ’kreativitas justru datang disaat keadaan tertekan’.

Di Kanada, ada minuman beralkohol yang disebut ”Bailout Bitter” dengan tag line – nya ”bitter ale for bitter times” (minuman pahit – dengan tingkat alkohol sedikit lebih keras – di kala waktu yang pahit).

Lain lagi dengan dengan sebuah restoran di kawasan Wall Street. Di saat yang lain tengah berperang harga murah untuk menarik pengunjung, restoran itu malah menjual burger termahal seantero New York.

Burger yang berisi daging kobe olahan, jamur truffle hitam, panggangan hati angsa dan flecks of gold leaf itu dihargai 175 dollar AS (kurang lebih dua juta rupiah). Wall Street memiliki masa indah dan masa buruk,” ujar pemilik kedai burger Heather Tierney. Dan kami ingin memiliki sesuatu yang spesial jika Anda benar-benar memiliki satu hari yang indah di Wall Street,” imbuhnya.

Sebuah bank di Kazakhstan menawarkan sebuah kartu kredit bertahtakan berlian kepada nasabah kaya yang memiliki penghasilan di atas 300.000 dollar AS (3,3 miliar rupiah) per bulan.

Sementara di Tokyo, sebuah toko perhiasan tampak sibuk menjual 13 alat dalam satu set perlengkapan makan yang dilapisi emas seharga satu juta dollar AS setiap setnya. Sasaran pelanggannya adalah para miliuner baru keturunan China.

Namun, kemewahan itu tidak dirasakan di salah satu negara bagian di India. Kondisinya bahkan berbeda seratus delapan puluh derajat. Di Bihar – salah satu negara bagian termiskin di India – pihak otoritas malah menyarankan rakyatnya untuk mengonsumsi daging tikus.

Hal ini dilakukan untuk bertahan hidup menyusul melejitnya harga makanan dan salah satu cara untuk menghemat persediaan beras. Mereka percaya, daging tikus dapat dijadikan makanan alternatif yang sehat pengganti nasi.

Kejadian miris lainnya terjadi pada seorang penyemir sepatu yang istrinya rela menjual dirinya untuk memperoleh penghasilan tambahan.

India juga sempat dihebohkan dengan berita yang mengabarkan adanya pasangan muslim India yang menyatakan ijab kabul melalui telepon. Prosesi suci tersebut dilakukan karena pengantin pria yang tinggal di luar negeri tidak memiliki uang untuk pulang. Seluruh penduduk desa turut menyaksikan. Penghulu mengaktifkan mode speaker phone dalam sesi itu.

Di Rusia, krisis finansial global berdampak pada penurunan tingkat konsumsi vodka yang cukup tajam. Menurut data Asosiasi Minuman Beralkohol Nasional, pasokan vodka saat ini enam kali lebih banyak dari biasanya. Vodka merupakan minuman yang dikategorikan sebagai minuman nasional yang ditemukan dan dikonsumsi sejak abad ke-14. Bahkan vodka dianggap sebagai ”air kehidupan”.

Krisis finansial ternyata juga berdampak politis, terutama di Jerman. Buku ”Das Kapital” yang ditulis oleh bapak komunis Karl Marx laku keras. Buku tersebut berisi suatu analisis kritis terhadap kapitalisme dan aplikasi praktisnya dalam ekonomi dan juga, dalam bagian tertentu, kritik terhadap teori-teori lainnya.

Tetapi tidak semua bisa tersenyum saat krisis. Di Senegal lelaki berusia 70 tahun memuntahkan peluru lewat senapan berburunya kepada sebuah grup di sebuah konser karena lirik lagunya –tentang “lelaki tua pemarah”- membuatnya tersinggung. (diterjemahkan dari kantor berita Reuters)

Pengalih Perhatian

Namun di samping Ada sejumlah peristiwa konyol yang (sebenarnya) cukup aneh namun mampu menarik perhatian masyarkat di dunia selain krisis finansial dalam setahun belakangan.

Di Italia, seseorang yang dituduh tergabung dalam kawanan mafia (Mafioso) dilepaskan dari penjara karena dinilai terlalu gemuk. Menurut pengakuan sejumlah penjaga, tubuh pria yang beratnya 210 kg tersebut tidak melewati pintu kamar mandi yang ada di dalam penjara.

Di Jerman, lusinan lobster yang hendak direbus berhasil kabur dari pintu jaga supermarket. Lobster-lobster tersebut dengan susah payah merangkak keluar dari jeratan jaring kawat dan mampu mendorong ke luar pintu besi yang tidak terkunci.

Sementara di China, seekor babi mampu bertahan hidup setelah 36 hari terkubur tertimpa reruntuhan bangunan akibat gempa bumi di Sichuan. Akibatnya, salah satu binatang terfavorit di China itu mendapat sorotan hingga ke hal-hal yang sepele, seperti ketika tubuhnya menjadi gemuk dan sifatnya yang mudah emosi.

Kejadian tidak kalah aneh terjadi di Australia. Seorang walikota di suatu daerah terpencil dianugrahi penghargaan sebagai orang yang paling keterlaluan dalam hal gender. Entah apa alasannya, ia tega mendesak para gadis yang putus cinta untuk hengkang dari kota kecil yang kaya akan tambang tersebut. Sehingga jumlah pria lebih besar dibanding wanita dengan perbandingan 5:1. “Mereka harus pindah ke kawasan gunung Isa,” tandas walikota tersebut.

Sementara, India sempat dihebohkan dengan berita yang mengabarkan adanya pasangan muslim India yang menyatakan ijab kabul melalui telepon. Prosesi suci tersebut dilakukan menyusul pengantin pria yang tinggal di luar negeri tidak memiliki uang untuk pulang. Seluruh penduduk desa turut menyaksikan. Penghulu mengaktifkan mode speaker phone dalam sesi itu.

By Erik Kirschbaum, Reuters

Bank Danamon "Misselling"

Kasus produk derivatif yang menyeret Bank Danamon Syariah terjadi karena pihak bank bersikeras menawarkan produk tersebut kepada nasabah potensial.


JAKARTA – Bank Danamon disinyalir mengelabui nasabah yang berniat memperoleh produk syariah dengan memberikan produk-produk terkait terkait pasar uang.

Pengamat dan Permerhati Perbankan Syariah M Gunawan Yasni memperkirakan terjadi misselling oleh Bank Danamon kepada nasabah unit usaha syariahnya.

“Nasabah bersikeras menginginkan produk dan pendanaan syariah, berhubung nasabah tersebut potensial, akhirnya mereka (Danamon konvensional) mengemas produk konvensional menjadi seakan-akan produk syariah agar nasabah mau,” ujarnya kepada Koran Jakarta di Jakarta, Selasa (3/1).

Kemudian, lanjut Yasni untuk memastikan produk yang dimaksud adalah benar produk syariah, maka pihak Danamon konvensional membukakan rekening di Danamon syariah.

“Jadi yang salah bukan bank syariahnya tetapi bank konvensionalnya ini yang terus mendekati nasabah potensial itu,” tandas Yasni.

Ketika modus ini diketahui oleh bank sentral, otoritas tersebut segera menginstruksikan manajemen Danamon agar rekening nasabah yang terekspos produk derivatif tersebut dipindahkan dari syariah ke konvensional.

“Mereka (nasabah) kaget karena awalnya mereka percaya bahwa produk tersebut adalah produk syariah,” imbuhnya.

Di samping itu, menurut Yasni, ini merupakan salah satu kelemahan bank-bank konvensional yang selama ini memiliki unit usaha syariah (UUS). Selama ini UUS dianggap semata-semata hanya merupakan sebuah produk bukan institusi.

Ditambah lagi, UUS biasanya tidak memiliki manajemen risiko dan tresuri tersendiri melainkan tergabung dengan perusahaan induknya.

Terkait hal tersebut, Head of Public Relations Bank Danamon Zsa Zsa Yusharyahya mengatakan, tidak ada faktor penipuan produk apapun terhadap nasabah Danamon Unit Syariah. “Kami tidak mungkin mengemas produk apapun terhadap nasabah kami dan tidak mungkin nasabah itu memiliki produk yang tidak dia mengerti,” ungkapnya.

BI Harus Tegas

Sementara itu, menurut anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR Dradjad Hari Wibowo, Bank Indonesia harus meneliti dan memeriksa secara obyektif kondisi yang terjadi sebenarnya.

“Kalau sampai kasusnya ke pengadilan dan seluruh cerita dibuka di pengadilan, kepercayaan terhadap perbankan syariah akan ikut rusak,” tandas Dradjad.

Menurut pengakuannya, para nasabah Danamon Unit Syariah yang merasa dirugikan akan memperkarakan hingga ke pengadilan jika tidak ada penyelesaian.

Dengan begitu, sudah dapat dipastikan komitmen dan kemampuan BI kian diragukan terhadap kemampuannya melindungi nasabah. “Soal syariah ini (Danamon), BI kebobolan,” tuturnya.

Head of Investors Relation Bank Danamon, I Dewa Made Susila mengatakan pihaknya akan menghapus produk derivatif. Namun saat ini Danamon masih menunggu selesainya kontrak-kontrak derivatif yang masih ada.

"Sebagian besar kontrak derivatif kita jatuh temponya pada Juni 2009. Tapi untuk mencegah kerugian lebih jauh, kita melakukan pencadangan untuk kontrak derivatif valas ini sampai nilai tukar 13.000 dollar AS," tuturnya.

Meskipun Danamon menghapus produk ini, Susila mengatakan hal tersebut tidak akan mengganggu kinerja perseroan, sebab kontribusi produk ini kecil.aph/E-4

Senin, 02 Februari 2009

BI Lebih Pro Bank Kecil

Relaksasi terutama ditujukan untuk Bank Kecil. BI ingin lebih mendorong bank kelas menengah dan kecil dengan aturan-aturan pelonggaran kredit yang dikeluarkan pekan lalu.

JAKARTA – Aturan-aturan yang diumumkan Bank Indonesia dalam pertemuan tahunan dengan bankir-bankir dinilai lebih banyak ditujukan untuk mendorong bank-bank skala kecil dan menengah.

BI nampaknya memang ingin membuka peluang bank-bank kecil dan menengah untuk melakukan ekspansi kredit lebih besar tahun ini. Bank kecil dan menengah mengalami dampak lebih besar dari keketatan likuiditas yang mencuat tahun lalu.

Keengganan bank besar memberikan pinjaman dan pindahnya sejumlah dana ke bank-bank yang dinilai lebih mapan (flight to quality) membuat operasional perbankan kecil terganggu.

Melalui relaksasi kebijakan terkait kredit, BI nampaknya ingin membayar kesulitan-kesulitan yang dialami bank kecil dengan mendorong usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

“Kebijakan (BI) ini pengaruhnya cenderung lebih signifikan kepada bank-bank kecil, karena mayoritas (aturan itu) mengarah kepada sektor UMKM,” ujar Ekonom BII Juniman, di Jakarta, Senin (2/1).

BI menaikkan batas jumlah kredit yang hanya memperhitungkan ketepatan pembayaran menjadi satu miliar rupiah dari sebelumnya 500 juta rupiah. Sebelumnya perbankan harus memperhitungkan tiga pilar penilaian kualitas kredit: ketepatan membayar, prospek usaha dan kinerja keuangan.

Bahkan khusus untuk kredit UMKM, bank tetap boleh hanya memperhitungkan satu pilar ketepatan membayar saja dan mengubah aturan mengenai kriteria agunan properti yang terbengkalai.

Menurut Juniman, secara umum, jumlah kredit yang disalurkan bank-bank kecil dan menengah memang berada pada kisaran di bawah dan sekitar satu miliar. Sementara bank besar lebih banyak menyalurkan pinjaman kepada korporasi yang jumlahnya di atas angka tersebut.

“Kalau menurut BI batasan kerdit menengah kan hingga lima miliar rupiah, tetapi bagi beberapa bank mungkin lima miliar rupiah masih tergolong kredit usaha kecil,” imbuh Juniman.

Menurut ekonom Indef Aviliani, saat ini Indonesia tidak bisa mengandalkan investasi asing untuk menggerakkan perekonomian dan menggantungkan harapan pada sektor UMKM. “Sebesar 57 persen dari total GDP (Gross Domestic Product/ produksi nasional) kita diperoleh dari UMKM dan informal,” ujar Aviliani.

Sebelumnya, Deputi Gubernur BI Siti Ch Fadjrijah pun mengakui mayoritas kebijakannya dimaksudkan untuk mendorong kredit sektor kecilsehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi.