Dalam beberapa tahun
belakangan, untuk mendapatkan pinjaman, seseorang tidak lagi harus mendatangi
bank setelah muncul mekanisme peer to
peer lending. Berkat kehadiran Internet, platform pinjaman ini mulai menyebar ke penjuru dunia.
Sektor perbankan adalah
industri yang selalu berpacu dengan perubahan. Begitu mereka tidak meningkatkan
kemampuan untuk mengimbangi perubahan, mereka akan
tertinggal. Karenanya, bank selalu berupaya menyesuaikan bisnisnya dengan
perubahan. Akan tetapi tampaknya tidak dengan perubahan yang satu ini.
Dalam
sepuluh tahun terakhir, di sektor keuangan global muncul fenomena baru yaitu
skema pinjaman yang tidak melibatkan pihak lain –terutama bank– dalam mendapatkannya,
hanya ada peminjam dan penyedia dana. Platform
yang dinamakan peer to peer lending
ini mulai marak di Inggris, Eropa dan AS. Akan tetapi, anehnya mekanisme ini
belum dikenal oleh kalangan perbankan di Indonesia. Beberapa orang –kebanyakan
kalangan perbankan –yang saya tanyakan soal itu mengaku belum pernah
mendengarnya. Hal yang sama juga terjadi ketika itu ditanyakan kepada pihak
otoritas.
Memang
kenyataan itu tidak lantas menjadi gambaran bahwa
semua orang yang bekerja di industri perbankan maupun otoritas tidak mengetahui
perihal peer to peer lending. Akan
tetapi setidaknya, perubahan yang terjadi dan
justru yang bisa mengancam eksistensinya, tidak disadari oleh bank sendiri.
Pinjaman peer to peer, menurut laman
investopedia, memiliki arti yaitu sebuah metode
pembiayaan utang yang memungkinkan individu untuk meminjam dan meminjamkan uang
tanpa menggunakan lembaga keuangan resmi sebagai perantara. Pinjaman peer to peer menghilangkan perantara dalam proses mendapatkannya dan juga dikenal sebagai
pinjaman sosial.
Dalam beberapa tahun
terakhir, lembaga perbankan memang selalu diterpa masalah hingga masuk dalam
pusaran krisis. Bahkan institusi itu kerap dianggap sebagai biang keladi
munculnya krisis itu sendiri. Selain itu, bank juga masih terbelenggu oleh
kesan yang disematkan oleh masyarakat kepadanya. Pinjaman yang diberikan kepada
nasabah harus melalui proses rumit, berbelit dan panjang serta harus
menyertakan agunan yang nilainya sama dengan dana yang didapat. Mekanisme tersebut
mengurangi kenyamanan peminjam yang ingin mendapatkan dana untuk menjalankan
bisnisnya.
Sebagai lembaga intermediasi,
bank dinilai mengidap penyakit bawaan mismatch (meminjam uang yang kebanyakan dalam jangka pendek
sementara menyalurkan pinjaman dalam jangka panjang). Belum lagi dengan
pengenaan bunga berbunga yang kerap mencekik nasabah.
Karena itu tidaklah
mengherankan jika sejak awal 2000-an mulai muncul mekanisme baru dalam
mendapatkan kredit, apalagi setelah penggunaan internet sudah sangat meluas.
Sebut saja, Crowdfunding. Pada dasarnya itu adalah sebuah cara untuk mengumpulkan
orang-orang yang perlu dana untuk usaha bersama-sama dengan orang-orang yang
mau meminjamkan uang. Cara itu sangat cerdas bagi bisnis, organisasi atau
individu untuk mengumpulkan uang tanpa bergantung pada bank dan seringkali mampu
menjadi solusi yang bermanfaat bagi individu yang bersedia meminjamkan untuk mendapatkan
tingkat pengembalian yang layak ketika suku bunga di negara-negara maju
bertahan di level rendah.
Uang yang akan dipinjamkan
tersebut dikumpulkan melalui situs web, yang juga dikenal sebagai platform. Ada dua jenis Crowdfunding; berbasis
investasi, dan pinjaman peer to peer.
Yang berbasis investasi
biasanya digunakan untuk start up
bisnis. Jenis ini menawarkan investor saham atau kepemilikan dalam bisnis sebagai
ganti dari uang tunai yang diberikannya.
Pinjaman peer to peer lebih mungkin dilakukan antara individu dan juga memungkinkan
uang tersebut untuk dipinjamkan melalui situs web sebagai perantaranya. Sebagai
imbalan untuk pinjaman, pemilik dana akan mendapatkan tingkat bunga hingga 7
persen.
Kemudian mulai pertengahan
2000-an, mekanisme pinjaman peer to peer
mulai menunjukkan geliatnya dengan munculnya beberapa institusi (kebanyakan
berbasis laman web) yang menyokong platform
tersebut. Fenomena itu berbarengan dengan meledaknya dampak penggunaan Internet
di dunia.
Zaman Modern
Sejatinya, mekanisme pinjaman
peer to peer telah ada sejak manusia
mulai mencatat peradaban. Hal itu dibuktikan dengan artefak kuno berbentuk
tablet dari zaman Hammurabi, penguasa Babilonia, 18 abad sebelum masehi.
Artefak itu menunjukkan bahwa pada saat itu sudah ada pembatasan bunga pada
pinjaman. (lihat boks: Sejarah Peer to Peer
Lending).
Akan tetapi, meski beberapa
peradaban setelah itu mengadopsinya meski dengan nama yang berbeda-beda, kemunculan
Internet di zaman modern ini telah mengubah wajah pinjaman peer to peer.
Jejaring sosial memiliki
dampak yang signifikan bagi platform pinjaman peer to peer. Sebelumnya, ketika seseorang membutuhkan dana,
sumber-sumber dana biasanya terbatas hanya pada teman dekat atau keluarga, atau
mungkin bank di sekitar. Masalah utama dengan model ini adalah bahwa, cepat
atau lambat, teman dan keluarga tidak akan punya uang untuk meminjami, dan bank
mungkin ingin mengenakan bunga yang dinilai terlampau banyak. Dan beberapa
tahun terakhir, berkat pinjaman peer to
peer, ketika seseorang membutuhkan pinjaman, mereka memiliki akses ke
orang-orang yang bersedia meminjamkan dana dari seluruh dunia di ujung jari
mereka.
Menurut laman Prosper, sebuah
perantara pemberi pinjaman peer to peer, Kiva adalah salah satu laman pinjaman peer to peer non profit pertama yang
muncul, yang memungkinkan orang dari seluruh dunia untuk berhubungan dengan
investor. Prosper, perantara berikutnya, kemudian bergabung dengan jajaran peer to peer di AS, dan dengan cepat
tinggal landas dari sana. Model mereka begitu sukses, bahkan mereka baru-baru
ini mengumumkan ekspansi baru ke Jepang. Perusahaan yang berbasis di Inggris,
Zopa, juga berkembang, dan sekarang juga sudah melebarkan sayap hingga ke
Italia.
Pada zaman dulu, pinjaman peer to peer banyak dicari karena
sedikitnya lembaga pemberi pinjaman yang terorganisir, dan karena cara itu juga
lebih mudah. Zaman sekarang, konsumen tertarik dalam pinjaman peer to peer karena mereka memiliki
pilihan yang jauh lebih banyak dari biasanya dibandingkan jika berhubungan
dengan sistem perbankan tradisional.
Alih-alih dipaksa untuk
menerima persyaratan standar dan tingkat bunga yang seringkali sangat tinggi,
pinjaman peer to peer memungkinkan
konsumen untuk mengatur suku bunga maksimum yang sanggup mereka bayar, dan dalam
beberapa kasus, tenor mereka sendiri. Penelitian telah menunjukkan bahwa
tingkat suku bunga untuk pinjaman peer to peer bisa jauh lebih rendah daripada
biaya yang dikenakan oleh bank.
Pinjaman peer to peer di abad ke-21 telah menjadi lebih efisien dengan
kemampuan untuk secara cepat memeriksa kriteria kredit dan dengan akses ke
komunitas penyedia dana dan peminjam yang jauh lebih luas. Peminjam pada skema peer to peer dapat menyebar risiko
mereka sementara peminjam memiliki cara-cara baru untuk mendapatkan dana yang
mereka butuhkan.
Di saat bayaran pinjaman
menjadi lebih mahal dan konsumen berjuang untuk memenuhi kebutuhan dalam
perekonomian saat ini, pinjaman peer to
peer muncul sebagai solusi yang menguntungkan. Prospek ekonomi saat ini
juga telah memaksa banyak bank untuk memikirkan kembali praktik pemberian
pinjaman dari beberapa tahun terakhir, dan standar pinjaman saat ini jauh lebih
sulit bagi nasabah untuk mendapatkan. Namun, melalui pinjaman peer to peer, calon peminjam sekarang
memiliki alternatif untuk mendapatkan uang yang mereka butuhkan.
Menurut majalah The
Economist, pinjaman peer to peer
berkembang pesat di beberapa negara. Di Inggris, volume pinjamannya naik dua
kali lipat setiap enam bulan. Mereka baru saja melewati angka 1 miliar poundsterling (sekitar Rp19,5 triliun), meskipun masih angka
semenjana dibanding total kredit ritel di negeri itu yang mencapai 1,2 triliun
pound (Rp23.400 triliun).
Di Amerika dua lembaga penyedia pinjaman P2P, Lending Club dan Prosper
memiliki penguasaan pasar mencapai 98 persen. Mereka mengucurkan 2,4 miliar
dollar AS (sekitar Rp27.360 triliun) sepanjang 2013,
naik dari 871 juta dollar AS (Rp9,9
triliun) di tahun sebelumnya.
Meski begitu banyak juga yang
belum mengetahui perihal platform
kredit anyar ini. Menurut survey dari PriceWaterhouse Cooper (PwC) hanya 15
persen masyarakat di Kerajaan Modern ini mengaku pernah mendengar mekanisme
pinjaman P2P ini, sebaliknya 98 persen mengetahui lembaga bank.
Tantangan lain di Inggris
adalah bahwa mekanisme dan juga lembaga kredit P2P tidak sepenuhnya diatur.
Namun tahun lalu, otoritas Inggris mulai mengeluarkan aturan untuk memagari
platform itu agar tidak memberi ancaman pada sistem keuangan kini dan di
kemudian hari. Di AS, nasabah yang menabung untuk pensiun mereka bisa
memperoleh potongan pajak pada pinjaman mereka.
Akan tetapi bukan berarti
mekanisme P2P lending ini tidak menyimpan risiko. Menurut Gayatri Rawit
Angreni, pakar manajemen risiko, ancaman utama pada platform itu adalah soal kepercayaan (trust) dan itu juga merupakan ancaman buat bank. Dalam proses
pinjam meminjam unsur karakter dari peminjam mutlak diperlukan dan harus
diketahui oleh pihak yang meminjam. Sementara itu, sistem yang sudah establish yang dimiliki lembaga keuangan
membuat pengenaan bunga menjadi lebih mudah. Selain itu, secara regulasi, di
Indonesia belum ada yang mengaturnya, “nanti bisa disamakan shadow banking,” kata dia.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Box:1
Milestone P2P Lending
Pertengahan 2000-an: sebagaimana
dikatakan dalam sebuah laman, Lend Academy, pelopor pinjaman peer to peer dan juga Prosper, laman
lainnya, dibuka untuk bisnis pada awal tahun 2006 dan dalam waktu 9 bulan
operasi, sudah terdapat sebanyak 100.000 anggota dan mendanai lebih dari 20
juta dollar AS dalam bentuk pinjaman. Lending Club, sebuah perantara yang
sekarang menjadi pemimpin pasar, diluncurkan pada tahun berikutnya sebagai
aplikasi Facebook.
Mid
2000’s: As per Peter Renton’s valuable website, Lend Academy, peer to peer
lending pioneer, Prosper, opened for business in early 2006 and within 9 months
of operation, counted 100,000 members and funded over $20 million in loans.
Lending Club, now clearly the market leader, launched the following year as a
Facebook application.
2008-2009:
karena pinjaman peer to peer tumbuh
dengan cepat dalam popularitas di AS, otoritas pasar modal, Securities and
Exchange Commission (SEC) mulai meminta laman tersebut untuk mendaftarkan
pinjaman mereka sebagai promissory notes
(surat utang) dengan lembaga tersebut. Situs P2P juga tidak diperbolehkan untuk
menarik dana baru selama ‘masa tenang’ itu sampai semua pinjaman terdaftar
dengan benar.
2010-sekarang:
Setelah selesai masa tenang yang dikenakan SEC, industri pinjaman P2P telah
meledak. Ketika platform pinjaman ini
telah menemukan pijakan mereka dan telah memperbaiki struktur pinjaman mereka
untuk menarik lebih banyak investor, aset mereka mereka pun telah tumbuh.
Lending Club, yang diasumsikan mendominasi 75 persen dari pasar AS, telah
melihat bisnisnya tumbuh sangat pesat selama periode ini.
Box 2
Sejarah P2P Lending
Sejak
diciptakan, manusia telah memiliki keinginan untuk berhasil, untuk mengumpulkan
lebih banyak barang, dan untuk selalu memperluas wawasan mereka. Bagi banyak
orang, ini juga berarti mendapatkan pinjaman dari teman untuk mengikat mereka
sampai panen berikutnya, atau sampai pengiriman barang sampai. Pinjaman peer to
peer telah ada selama ribuan tahun, meski tidak selalu disebut dengan nama
tersebut. Keberadaannya tetap konstan dan konsep umumnya masih digunakan sampai
sekarang.
Asal-usul
pinjaman peer to peer telah diperdebatkan secara luas, tapi peradaban pertama
di Mesopotamia-lah yang diyakini memiliki pengaruh paling besar terhadap jenis
pinjaman. Di masa inilah pinjaman telah dilembagakan dan pembatasan bunga sudah
diterapkan.
Sebuah
benda kuno berbentuk tablet dari tanah liat di zaman Mesopotamia menunjukkan
bahwa pembatasan bunga sebesar 33,5 persen sudah dikenakan pada pinjaman untuk
biji-bijian, sedangkan perak sedikit lebih rendah sebesar 20 persen.
Aturan-aturan ini diyakini telah dilembagakan pada tahun 1900 SM dan banyak
peradaban sekitarnya mengambil konsep ini.
Hammurabi,
penguasa Babilonia yang hidup sekitar tahun 1750 SM, juga sangat berperan dalam
pengembangan pinjaman peer to peer. Banyak dokumen yang telah dikaitkan
dengannya membahas dasar-dasar pinjaman dan bagaimana praktik tersebut harus
dilakukan. Dalam Kode Hammurabi, serangkaian tablet pada berbagai subyek, ia
menguraikan aturannya soal pinjaman untuk tanaman.
Aturan-aturan
tersebut menentukan durasi maksimum sebuah pinjaman, cara pembayaran, serta apa
yang pemberi pinjaman bisa lakukan jika tanaman gagal dan tidak ada cara untuk
menuntut pembayaran pinjaman. Ini adalah beberapa bukti pertama yang tercatat
dari pinjaman peer to peer dan akan sangat mempengaruhi masa depan jenis
pinjaman ini.
Sementara
itu, konsep jaminan di zaman kuno berbeda dari saat ini. Sebagai contoh, saat
itu dapat diterima ketika peminjam menggunakan selir mereka untuk mengamankan
pinjaman. Bentuk lain dari agunan waktu itu termasuk tanaman, budak, atau
anak-anak bahkan orang itu sendiri.
Maju
ke zaman kita saat ini, meskipun pinjaman peer to peer telah berubah terkait
perubahan jenis agunan, konsep umumnya masih sama. Adalah jauh lebih mudah
untuk mendapatkan pembiayaan ketika berhadapan dengan seorang teman atau tanpa
melewati bank. Dan, dalam banyak kasus, suku bunga masih dibatasi –mirip dengan
apa yang dibahas Hammurabi dalam tablet-tabletnya.
Semua
budaya memang memiliki sejarah mereka sendiri terkait pinjaman peer to peer,
tetapi perkembangan abad ke-21 mungkin terbukti menjadi yang paling menarik.
Tiba-tiba, orang-orang dari seluruh dunia memiliki kemampuan untuk terhubung
secara online, dan membuka peluang
baru yang luas bagi pinjaman peer to peer.
Sumber:
prosper.com/ berbagai sumber.