Generasi milenium yang lahir ketika revolusi komputer dan
merebaknya Internet, kini mulai banyak mengisi berbagai posisi di perbankan.
Apakah kehadiran mereka menjadi peluang atau ancaman buat perbankan?
Perubahan tidak dapat ditolak. Sebagai institusi yang
dianggap selalu merespons perubahan, perbankan sekali lagi tengah diuji. Di
internal bank, ketika rekrutmen rutin selalu dilakukan, tidak ada yang
sepenting seperti masa-masa sekarang. Jika dilihat lebih dalam, akan ditemukan
pembatas yang tak terlihat yang membedakan antara pegawai-pegawai yang baru
masuk dan pegawai senior di level manajer menengah.
Mereka orang-orang baru ini begitu peka terhadap perubahan
informasi, gaya hidup dan tentunya gadget.
Jumlah mereka kini mulai banyak di industri perbankan. Berdasarkan data
statistik nasional, jumlah angkatan kerja pada Agustus tahun lalu mencapai
lebih dari 121 juta yang mana 66 persennya sudah bekerja. Sementara itu dalam
periode yang sama, ada sekitar 500 ribu yang bekerja di bank dan jika
dimisalkan 5 persennya saja adalah pegawai rekrutan baru, maka ada 25 ribu
orang yang baru saja bekerja di bank.
Nah, pegawai baru
di perbankan itu memang ‘sedikit’ berbeda dengan para senior. Mereka mewakili
manusia-manusia yang dilahirkan pada periode antara akhir 80-an sampai akhir 90-an,
bahkan sebagian sampai awal 2000-an. Dekade itu ditandai oleh merebaknya teknologi
dan merupakan masa-masa awal revolusi komputer, sehingga muncul kesadaran akan
pentingnya kekuatan teknologi dan informasi. Generasi ini kemudian dinamai Generasi
Millenials atau Generasi Y atau disingkat Gen Y.
Menurut laman wikipedia, istilah tersebut pertama kali
diperkenalkan di Amerika Serikat untuk menyebut bayi yang lahir antara tahun
1982 sampai 2000. Generasi ini memiliki pengharapan dan keyakinan yang tinggi
akan masa depan, menyenangi kehidupan yang dinamis, dan bergerak cepat. Boleh
dikata, kegandrungan soal teknologi sangat melingkupi generasi ini.
Di sisi lain, mereka juga tumbuh dalam perekonomian yang
beberapa kali mengalami krisis global. Dimulai dari krisis ekonomi di Asia
Tenggara hingga krisis Eropa. Tak pelak hal tersebut mempengaruhi cara berpikir
dan cara mereka merespons hubungan yang ada di dunia kerja.
“Generasi Y terbiasa dengan teknologi, terutama gadget. Lingkungan mereka tidak terbatas
hanya sebuah negara, bahkan hingga lingkungan internasional. Cara berpikirnya
pun sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Perusahaan harus mengakomodasi
gaya hidup generasi ini,” kata Sarlito Wirawan, Guru Besar Psikologi Universitas
Indonesia.
Singkatnya, anak-anak muda yang baru masuk ke dunia kerja,
khususnya sektor perbankan, adalah mereka yang terbiasa dengan teknologi dalam
kesehariannya. Mereka juga tidak pernah merasakan hidup tanpa komputer dan
Internet dan hanya mengandalkan informasi dari koran dan sebagian dari TV. Bagi
mereka informasi yang cepat adalah sesuatu yang menjadi keharusan, begitu pula
dalam hal mengambil keputusan.
Generasi Millenials ini akan
menjadi dominan dalam perusahaan-perusahaan dalam beberapa tahun ke depan. Bank
tentu harus bergegas mengubah kebiasaan mereka dalam mengelola pegawai, baik
sejak perekrutan, persoalan praktik meritokrasi di internal perusahaan hingga
mengatur hubungan antargenerasi.
Tantangan Perusahaan
Menurut laporan Deloitte Consulting, sebuah lembaga
konsultasi SDM global beberapa tahun lalu, seiring dengan pemulihan ekonomi
dunia beberapa tahun belakangan, kalangan bisnis menyadari kondisi tenaga kerja
saat ini telah berubah. Pegawai yang terampil mulai langka, dan di lain pihak,
pekerja-pekerja saat ini memiliki harapan yang tinggi, yang penanganannya harus
segera diubah.
Tenaga kerja abad ke-21, kata laporan itu, memiliki sifat
global, sangat terhubung, cerdas secara teknologi, dan penuntut. Karyawan di
abad ini juga berjiwa muda, ambisius, dan selalu memiliki semangat dan tujuan.
Karyawan-karyawan seperti itu mulai mendominasi
perusahaan-perusahaan, di saat yang sama karyawan-karyawan senior (older workers) masih aktif dan bahkan
menjadi kontributor berharga bagi perusahaan. “Seringkali, hal ini memunculkan
gesekan-gesekan,” kata Deloitte.
Gen Y, atau juga sering disebut Net Geners –mengacu pada
keterkaitannya pada Internet, seringkali merasa tidak nyaman dengan hal-hal
yang berbau pemaksaaan kehendak karena jabatan yang lebih tinggi. Mereka lebih
menyukai gaya atasan yang kolaboratif dan mau mendengar masukan-masukan
termasuk dari mereka.
Menurut laporan The
Economist, Majalah Ekonomi terkemuka, kondisi itu seringkali membuat Net
Geners tidak betah berlama-lama di satu kantor.
Hal ini menciptakan masalah baru bagi para manajer. Karena
penurunan, Net Geners merasakan lebih sulit untuk melompat ke pekerjaan baru.
Pada saat yang sama, ketidakpuasan mereka tumbuh di saat perusahaan yang
dilanda krisis mengadopsi gaya pendekatan perintah dan kendalikan (command-and-control) untuk manajemen
–antitesis dari sifat terbuka, gaya kolaboratif yang lebih dipilih pekerja
muda.
Situasi kantor yang kurang bebas dan lebih banyak perintah
telah memicu keluhan di antara Gen Y dan mengatakan bahwa kantor atau tempat
mereka bekerja telah berubah ‘alat masak yang panas’ atau ‘kamar didih’. “Resesi
menciptakan frustrasi lebih tinggi di kalangan anak muda yang terjebak dalam
pekerjaan," kata Cam Marston, konsultan SDM dalam laporan majalah itu.
Gesekan antar generasi memang tak bisa dihindarkan di saat
keberadaan Baby Boomers, Gen X dan Gen Y dalam satu kantor tak bisa
dihindarkan. Meski begitu, Gen Y nampaknya yang paling bisa menyesuaikan. Dalam
sebuah survey yang dilakukan Ernst & Young, lembaga konsultasi manajemen
itu mendapatkan bahwa ketika mereka diminta untuk bekerja sukarela dengan
membuat sebuah tim lintas generasi. Gen Y, dalam survey itu, tidak mengalami
masalah dengan hal itu, namun tidak dengan kolega kantor dari generasi lain.
Survei itu dilakukan online
pada akhir Juni 2013, dari 1.215 profesional lintas-perusahaan di luar
organisasi EY dan di Amerika Serikat, termasuk sedikitnya 200 manajer dan 200
nonmanagers dalam tiga generasi (Generasi Y / milenium: usia 18-32, generasi X:
usia 33-48 dan baby boomer: usia
49-67).
Jadi meskipun, generasi milenium digambarkan sebagai
generasi yang kurang suka dengan sikap otoritas, mereka juga bisa menyesuaikan
diri dengan sifat dan sikap generasi yang lain.
-------======--------======-------======--------======--------======--------=======--------
Siklus Generasi di Abad ke 20
The Depression Era
Lahir : 1912-1921
Umur pada 2014: 100 tahun lebih
Orang-orang pada era depresi cenderung konervatif,
kompulsif, menjaga utang tetap rendah dan menggunakan lebih banyak produk
keuangan yang aman ketimbang bermain saham. Orang-orang pada generasi ini
merasa bertanggung jawab untuk mewarisi peninggalan yang berharga kepada
anak-anak mereka. Cenderung patriotik, berorientasi kerja ketimbang
bersenang-senang, tunduk pada otoritas, dan memiliki tanggung jawab moral yang
tinggi.
Perang Dunia II
Lahir : 1922 sampai 1927
Umur pada 2014: 87-94
Kelompok orang-orang ini memiliki
kesamaan tujuan dalam mengalahkan kekuatan kutub yang berkuasa. Tidak mengejar
atau menuntut kepentingan pribadi.
Kelompok Pasca Perang
Lahir : 1928-1945
Usia pada 2014: 69 sampai 86
Generasi ini memiliki kesempatan yang
signifikan dalam pekerjaan dan pendidikan saat perang berakhir dan ledakan
ekonomi pasca perang melanda Amerika. Namun, ketegangan Perang Dingin, potensi
perang nuklir menyebabkan tingkat ketidaknyamanan dan ketidakpastian yang belum
ada sebelumnya. Anggota dari kelompok ini mengedepankan keamanan, kenyamanan,
dan keakraban.
The Baby Boomers
Lahir : 1946-1954
Usia pada 2014: 50-70
Pengalaman hidup generasi ini sama
sekali berbeda. Sikap, perilaku dan masyarakat yang sangat berbeda. Di AS, kelompok
boomer pertama dibatasi oleh Pembunuhan
Kennedy dan Martin Luther King, gerakan Hak Sipil dan Perang Vietnam.
Boomers II or Generation Jones
Lahir : 1955-1965
Age in 2014: 49-59
Sementara Boomers generasi I
ditandai oleh perang Vietnam, Boomers II ditandai oleh munculnya penyakit AIDS
sebagai bagian dari ritus mereka. Anggota termuda dari generasi Boomer II
sebenarnya tidak mendapatkan manfaat dari kelas Boomer I karena banyak
pekerjaan terbaik, peluang, fasilitas perumahan diambil oleh kelompok yang
lebih besar dan lebih awal.
Generation X
Born: akhir 1960-an hingga 1970-an
Sometimes referred to as the
“lost” generation, this was the first generation of “latchkey” kids, exposed to
lots of daycare and divorce. Known as the generation with the lowest voting
participation rate of any generation, Gen Xers were quoted by Newsweek as “the
generation that dropped out without ever turning on the news or tuning in to
the social issues around them.”
Gen X is often characterized by
high levels of skepticism, “what’s in it for me” attitudes and a reputation for
some of the worst music to ever gain popularity. Now, moving into adulthood
William Morrow (Generations) cited the childhood divorce of many Gen Xers as
“one of the most decisive experiences influencing how Gen Xers will shape their
own families”.
Kadang-kadang disebut sebagai ‘generasi
yang hilang’, di AS ditandai dengan banyaknya
tempat penitipan anak dan perceraian. Dikenal sebagai generasi dengan tingkat
partisipasi pemilih terendah setiap generasi, Gen X dikutip oleh Newsweek
sebagai "generasi yang putus tanpa pernah menyimak berita atau tertarik dengan
isu-isu sosial di sekitar mereka.
Gen X sering ditandai oleh
tingginya tingkat skeptisisme, sikap ‘apa untungnya bagi saya’ dan masa di mana
beberapa musik terburuk pernah mendapatkan popularitas.
Generation Y, Echo Boomers or Millenniums
Born: 1980-an hingga awal 1990-an
Usia pada 2014: 20-an hingga awal
30-an.
Kelompok usia terbesar sejak Baby
Boomers, angka yang tinggi mencerminkan kelahiran mereka seperti yang
generation orang tuanya. Anak-anak Gen Y dikenal sangat canggih, dan melek teknologi,
kebal terhadap cara pemasaran paling tradisional. Mereka juga well-inform, dan
sangat menjunjung tinggi kecepata informasi. Mereka dididik oleh ekspansi yang
cepat di saluran TV kabel, radio satelit, internet.
Gen Y juga kurang loyal terhadap
brand, dan kecepatan Internet telah membuat mereka menjadi fleksibel dan
berubah-ubah dalam gaya busana.
Generation Z
Born: 1995-2012
Usia pada 2014: 10-19
Generasi ini tumbuh di lingkungan
yang sangat beragam. Lingkungan yang beragam ini akan membuat lulusan sekolah
dari generasi berikut ini yang paling berbeda. Level tinggi dari teknologi akan
membuat terobosan yang signifikan di bidang akademik yang memungkinkan pemodifikasian
instruksi.
Anak-anak Gen Z akan tumbuh dengan
lingkungan media dan komputer yang sangat canggih dan akan lebih ‘cerdas
Internet’ dan ahli dibanding pelopor mereka pada Gen Y. Akan lebih banyak lagi
yang akan dicapai oleh Gen Z.