Penutupan kantor cabang dan pemangkasan karyawan nampaknya
akan makin banyak terjadi tahun ini. Bank tengah melanjutkan langkah efisiensi
demi menyeimbangkan kinerja keuangannya.
Perubahan siklus bisnis tengah menghampiri industri
perbankan nasional. Setelah merasakan masa-masa keemasan, kini perbankan tengah
menghadapi tahun-tahun yang berat. Dalam beberapa tahun belakangan kinerja
keuangan industri tidak lagi sanggup berlari kencang seperti tahun-tahun
sebelumnya.
Kini bank tidak lagi mudah mencetak laba dalam berbisnis di
Indonesia, terutama dirasakan oleh bank-bank swasta dan campuran. Sepanjang dua
tahun ini, laba bank-bank itu tidak bisa lagi tumbuh melampaui pencapaian
sebelumnya.
BCA, bank swasta terbesar tak luput dari penurunan laba yang
sepanjang 2014 hanya tumbuh 11,57 persen, padahal dalam periode sebelumnya
mencapai 21,6 persen. Pelemahan keuntungan usaha juga dialami Bank CIMB Niaga, bank
yang mayoritas sahamnya dikuasai CIMB Grup Malaysia, yang mencatat penurunan
laba hingga 45 persen, dibandingkan tahun sebelumnya. Sesama bank yang dikuasai
investor Malaysia, PT Bank International Indonesia Tbk (BII Maybank) juga
mengalami kemerosotan lebih dari separo dalam hal laba bersih.
Bank swasta lainnya yang juga
mengalami penurunan laba antara lain Bank Permata sebesar 8,7 persen dan Bank
Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) yang labanya turun 15,03 persen. Begitu pula
Bank Danamon yang mencatat laba bersih setelah pajak melorot hingga 36 persen.
Tak pelak hal itu membuat
perbankan menggelar langkah efisiensi demi menyeimbangkan kinerja keuangannya.
Beberapa bank bahkan telah melakukan pemangkasan biaya sejak tahun lalu. Salah
satunya Bank Danamon.
Setelah dua tahun belakangan labanya turun terus, Bank
Danamon berbenah dan memulai gerakan efisiensi internal. Meningkatnya biaya
membuat manajemen melakukan program efisiensi yang sudah dimulai dengan menutup
beberapa kantor cabangnya sejak tahun lalu. Bahkan tahun ini, Bank Danamon dikabarkan
akan menutup divisi-divisi yang dinilai tidak menguntungkan dan biasanya hanya
menambah pos biaya. Konsekuensinya tentu, ada pemangkasan karyawan.
“Kalau yang level administratif bisa ditempelkan di divisi
yang menghasilkan uang, kalau yang level manajerial ya tinggal menunggu untuk
pensiun dini, atau mencari peluang di tempat lain,” kata sumber yang mengetahui
persoalan itu.
Karyawan yang bertugas pada divisi pendukung untuk bagian
pendanaan atau liabilities itu
mengatakan bahwa divisinya tengah dalam proses penutupan. Selama ini dia dan
pegawai lain dalam divisi itu bertugas menyiapkan dukungan baik berupa anggaran
ataupun support komunikasi pemasaran
bagi tiga divisi dalam pendanaan yaitu usaha kecil dan menengah, komersial dan
korporat.
Menurut dia, yang sudah lebih dari sepuluh tahun bekerja di
Danamon, pemangkasan karyawan juga terjadi di divisi-divisi lain yang dianggap
tidak menghasilkan.
Berdasarkan laporan keuangan bank tersebut, hampir semua indikator
pada beban operasional pada 2014 meningkat, yang menjadikan secara total biaya meningkat
menjadi Rp14,379 triliun dibanding periode tahun lalu yang sebesar Rp13,568
triliun. Selain itu, dalam laporan yang sama kenaikan beban operasional yang
paling besar adalah untuk bunga yang mencapai lebih dari 40 persen.
Meski begitu dalam siaran pers, manajemen Danamon mengaku
sudah bisa menurunkan biaya operasional, meskipun tidak menampik adanya
efisiensi dari penutupan kantor cabang.
“Penurunan biaya operasional sebesar 7 persen dibandingkan
tahun lalu menunjukkan disiplin pada pengelolaan pengeluaran operasional serta
inisiatif Danamon untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, termasuk
relokasi cabang dan penyesuaian sumber daya manusia yang menghasilkan perbaikan
dalam rasio biaya terhadap pendapatan (Cost
Income Ratio/CIR) sebesar 1,9 persen dari 55,2 persen menjadi 53,3 persen dalam
kuartal pertama tahun ini,” kata Vera Eve Lim, Direktur Keuangan Danamon.
Efisiensi terlihat jelas pada penutupan ratusan kantor
layanan sepanjang 2014 demi menekan biaya operasional. Sepanjang 2014, bank
yang dimiliki investor Singapura telah menutup 24 kantor cabang utama
konvensional, seratusan kantor cabang pembantu konvensional dan kantor Danamon
Simpan Pinjam, serta seratusan kantor syariah.
Penutupan kantor cabang atau pengalihan dan penggabungan
kantor layanan juga berlaku buat beberapa bank swasta lainnya. Meningkatnya
biaya operasional menjadi penyebab yang memaksa pengelola bank melakukan
efisiensi. Selain iklim bisnis yang berat dan kondisi ekonomi global yang makin
ketat, aturan otoritas juga mendesak bank untuk melakukan berbagai penghematan.
Bank CIMB Niaga berdasarkan laporan keuangan akhir tahun
lalu meraih perolehan pendapatan operasional selain bunga hingga akhir 2014
mencapai Rp3,1 triliun, turun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp3,6
triliun. Sementara beban operasional non bunga meningkat dari sebelumnya Rp8,1
triliun meningkat menjadi Rp10,5 triliun.
Sementara BCA, mencatatkan beban operasional selain bunga
sebesar Rp23,242 triliun. Pengeluaran itu naik di atas 18 persen secara
tahunan. Sedangkan, BII Maybank, dari kinerja sepanjang tahun lalu, pendapatan
bunga bersih hanya tumbuh 7,5 persen menjadi Rp5,93 triliun ketimbang tahun
sebelumnya Rp5,51 triliun. Namun demikian hal itu diikuti dengan melonjaknya
beban bunga dari Rp5,39 triliun menjadi Rp7,46 triliun pada 2014.
Selain itu, jumlah pendapatan operasional lainnya turun
tipis dari Rp1,94 triliun menjadi Rp1,92 triliun pada akhir tahun lalu.
Celakanya, jumlah beban operasional lainnya BII Maybank justru meningkat
menjadi Rp6,89 triliun dari sebelumnya Rp5,17 triliun.
Melambatnya kinerja keuangan bank dua tahun belakangan ini
tidak bisa dipisahkan dari ‘krisis kecil’ yang terjadi pada Agustus 2013.
Anjloknya nilai tukar rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebagai
dampak dari penarikan arus modal asing saat itu membuat bank mengalami
guncangan. Pemerintah merespons dengan berbagai langkah pengetatan agar
perekonomian tidak terjerembab dalam resesi, mulai dari peluncuran empat
kebijakan stimulus ekonomi sampai dengan kenaikan suku bunga (BI Rate).
Benchmark Efisiensi
Sejak dua tahun lalu sewaktu masih memegang fungsi
pengawasan perbankan, Bank Indonesia juga sudah mengarahkan agar perbankan
lebih efisien dalam menjalankan bisnis. Regulator telah membuat acuan (benchmark) biaya operasional terhadap
pendapatan operasional (BOPO) berdasarkan kelompok bank. Dan jika tidak patuh, maka
bank dilarang ekspansi cabang.
Benchmark BOPO bagi bank umum kelompok usaha (BUKU) I
maksimal 85 persen. BUKU II kisaran 78 – 80 persen, BUKU III sebesar 70-75
persen dan BUKU IV sebesar 65 – 60 persen. Dalam Surat Edaran No. 15/7/DPNP
tentang pembukaan jaringan kantor bank umum berdasarkan modal inti yang
diterbitkan 8 Maret 2013, ada tiga indikator yang dijadikan pertimbangan BI
dalam meluluskan rencana pembukaan cabang. Yakni, ketersediaan alokasi Modal
Inti sesuai lokasi dan jenis kantor bank (theoretical
capital), porsi kredit usaha mikro kecil menengah (UMKM) atau usaha mikro
kecil (UKM) dan efisiensi melalui BOPO dan NIM.
Aturan itu tak pelak memaksa bank untuk berpikir dua kali
sebelum berekspansi membuka kantor cabang. Jadi alih-alih membuka cabang baru,
demi efisiensi bank malah banyak yang menutup kantor layanannya. Kenaikan biaya
operasional bank yang mencapai 21 persen sepanjang 2014 berpengaruh signifikan
pada strategi ekspansi bank, karena kenaikan pendapatan operasional di waktu
yang sama hanya 14 persen.
Sementara itu, pengamat perbankan, Ryan Kiryanto mengatakan
harus ada perubahan cara pandang atau paradigm terkait dengan aktivitas
operasional bank. Orientasi kepada upaya penciptaan nilai yang tercermin dari
laba bersih harus melekat di setiap pegawai. Sejalan dengan itu, upaya-upaya
untuk menanggulagi penyebab inefisensi harus dituntaskan segera.
Untuk itu bank harus segera membuat struktur organisasi bank
yang lebih ramping dan efisien. Jika strukturnya sudah terlanjur gemuk karena
terjadi pembesaran, jangan segan-segan untuk dipangkas agar menciut dan
ramping. “Karena ramping, urusan birokrasi menjadi lebih cepat dan efisien.
Pengambilan keputusan bisnis juga menjadi lebih cepat. Duplikasi pekerjaan
karena tugas dan fungsi harus disatukan segera,” kata dia.
Bank, menurut Ryan, juga jangan mudah tergoda untuk membuat
unit kerja baru, lebih-lebih unit kerja pendukung atau unit non bisnis. Bahkan
jika perlu, bank melakukan konsolidasi organisasi melalui regrouping unit-unit
kerja yang menyedot banyak biaya karena terlalu banyak orang dan jenis
pekerjaannya pun bersifat bukan pekerjaan inti (non core activities).