Sumber daya manusia Indonesia dinilai belum siap menghadapi
para pesaingnya dari negara-negara ASEAN. Bahkan dalam sebuah survei
Internasional, daya saing pekerja Indonesia masih tertinggal.
Gong pasar bebas kawasan Asia Tenggara sudah dibunyikan.
Inilah pertamakalinya, kita merasakan bagaimana negara kita boleh dimasuki oleh
orang, barang dan investasi dari negara lain dengan bebas, berdasarkan sebuah
aturan atau kesepakatan Internasional. Mungkin yang paling terasa dari
kesepakatan yang sudah ditandantangani sejak 2007 itu adalah dibebaskannya arus
jasa yang berarti juga arus tenaga kerja dari dan ke negara-negara ASEAN.
Dengan jumlah penduduk dan wilayah terbesar di kawasan, Indonesia tentu
menghadapi tantangan yang berat meski juga mendapatkan peluang yang lebih besar
ketimbang negara lain.
Berdasarkan kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),
mulai awal tahun ini, ada delapan profesi yang dibebaskan untuk hilir mudik di
wilayah ini. Mereka adalah insinyur, arsitek, tenaga pariwisata, akuntan,
dokter gigi, tenaga Survei, praktisi medis, dan perawat.
Lalu apakah gong pasar bebas itu juga merupakan sirene tanda
bahaya bahwa pasar tenaga kerja Indonesia jebol dan akan dikuasai oleh
pekerja-pekerja dari ASEAN? Jika kita tanya kepada Menteri Tenaga Kerja, M.
Hanif Dakhiri tentu jawabannya adalah tidak. Persaingan dalam era MEA, kata
Menaker, bukan lagi persoalan membendung atau mengendalikan tenaga kerja asing
yang masuk ke Indonesia, tapi mendorong agar pekerja Indonesia berdaya saing
tinggi dan mampu bersaing dengan pekerja asing. “MEA urusannya dengan daya
saing. Bukan urusannya dengan bendung-membendung pekerja antar negara ASEAN.
Kalo bendung-membendung lalu apa gunanya MEA?,“ kata Hanif.
Menurut Hanif, ada asumsi yang salah soal MEA dan perlu diluruskan,
terutama terkait isu bakal maraknya tenaga kerja asing yang masuk Indonesia
setelah berlakunya MEA. Pemberlakuan MEA jangan diibaratkan sebagai bendungan
yang jebol dan akan mengakibatkan masuknya TKA secara besar-besaran.
"Banyak yang berpikir MEA itu seperti bendungan
dijebol, sehingga ada dua kelompok pekerja (luar dan dalam negeri) yang saling
berhadapan. Masyarakat jangan khawatir, karena asing yang masuk harus mempunyai
kompetensi yang sesuai dengan jabatan yang ditawarkan. Justru saya malah
khawatir banyak tenaga profesional kita yang bekerja di luar negeri karena
tingkat kesejahteraannya lebih tinggi," kata Hanif.
Apa yang diutarakan oleh Menteri Hanif memang benar.
Berdasarkan aturan pasar bebas kawasan, pekerja-pekerja yang boleh melintas
batas adalah mereka-mereka yang memiliki kemampuan mumpuni (skilled labour),
dan juga telah tersertifikasi.
Dalam aturan MEA disebutkan bahwa setiap warga negara
anggota ASEAN yang memiliki keterampilan di bidang tertentu dimana suatu negara
memberikan komitmen, dapat keluar dan masuk dari satu negara ke negara lain
untuk mendapatkan pekerjaan. Tanpa adanya hambatan di negara yang dituju,
mereka bisa bekerja dalam bidang perdagangan barang, jasa dan investasi sesuai
dengan peraturan yang berlaku di negara penerima.
Tenaga kerja dalam MEA memang hanya ditujukan khusus kepada
skilled labour. Mengingat tenaga kerja kurang terampil sangat sensitif, maka
pembahasan mengenai tenaga kerja kurang terampil (unskilled labour) tidak
menjadi bagian dalam AEC 2015. Secara umum skilled labour dapat diartikan
sebagai pekerja yang mempunyai keterampilan atau keahlian khusus, pengetahuan,
atau kemampuan di bidangnya, yang bisa berasal dari lulusan perguruan tinggi,
akademisi atau sekolah teknik ataupun dari pengalaman kerja yang dibuktikan
dengan sertifikat kompetensi atau ijazah.
Daya saing SDM
Akan tetapi, Menteri Hanif mungkin belum mengetahui bahwa
daya saing pekerja Indonesia tidak setara dengan jumlah penduduknya dan luas
wilayahnya. Saat ini, daya saing tenaga kerja terampil Indonesia masih jauh
tertinggal di bawah negara-negara ASEAN. Berdasarkan penelitian dari lembaga
riset global, dari 1.000 tenaga kerja Indonesia, SDM yang terampil hanya 4,3
persen sedangkan rasio Filipina 8,3 persen dan Malaysia 32 persen. Singapura
dan Thailand memiliki rasio yang lebih besar lagi.
Sementara itu, dalam laporan dari Institute of Management
Development (IMD) yang merupakan lembaga pendidikan bisnis terkemuka di Swiss,
yang berjudul IMD World Talent Report 2015 terlihat bahwa profesional Indonesia
masih relatif kalah bersaing dengan negara-negara di Kawasan ASEAN. Laporan IMD
itu berdasarkan penelitian berbasis survei yang menghasilkan peringkat tenaga
berbakat dan terampil di dunia tahun pada tahun 2015. Tujuan dari diadakannya pemeringkatan
oleh IMD adalah untuk menilai sejauh mana negara tersebut menarik dan mampu
mempertahankan tenaga berbakat dan terampil yang tersedia di negaranya untuk
ikut berpartisipasi dalam perekonomian di suatu negara.
Indonesia, yang merupakan salah satu dari 61 negara di dunia
yang di survei, berada pada peringkat ke-41. Posisi itu turun 16 peringkat
karena pada 2014, Indonesia berada pada peringkat ke-25. Posisi Indonesia
berada jauh di bawah posisi negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, bahkan
Thailand. Posisi Indonesia juga hanya sedikit lebih baik dari Filipina.
Pemeringkatan ini dihitung dengan bobot tertentu dengan
mempertimbangkan tiga faktor yaitu faktor pengembangan dan investasi, faktor
daya tarik suatu negara, dan faktor kesiapan sumber daya manusia. Masing masing
faktor terbagi lagi ke dalam beberapa rincian lainnya.
Pada dua faktor pertama, Indonesia mempunyai peringkat yang
relatif sama dengan tahun sebelumnya. Akan tetapi untuk faktor ketiga yaitu
kesiapan sumber daya manusia merupakan hal yang paling dominan menyumbang angka
penurunan peringkat tenaga terampil Indonesia di tahun 2015. Pada tahun 2014,
Indonesia masih menduduki peringkat ke-19 untuk faktor ini. Di tahun 2015,
peringkat kesiapan tenaga kerja Indonesia terjerembab ke peringkat 42.
Faktor kesiapan tenaga kerja Indonesia juga dianggap masih
kurang bersaing dari negara lain di tahun 2015. Untuk faktor ini, Indonesia
hanya unggul dalam pertumbuhan angkatan kerja saja dimana Indonesia menduduki
peringkat kelima. Indikator lainnya seperti pengalaman internasional,
kompetensi senior manajer, sistem pendidikan, pendidikan manajerial, dan pada
keterampilan bahasa berada pada peringkat di atas 30. Bahkan untuk keterampilan
keuangan, Indonesia berada pada peringkat ke-44.
Oleh karena itu, pengamat ekonomi Universitas Airlangga
Kresnayana Yahya berani menyimpulkan bahwa sebagian besar pekerja jasa di
Indonesia belum siap menghadapi MEA. “Di Indonesia sendiri, kerja jasa itu
masih belum populer. Dalam arti penghargaannya, bukan hanya uang tapi
pengakuannya juga belum sebesar itu," kata Kresnayana.
"Di Singapura dan Malaysia pariwisata itu contohnya
sudah jadi main source of income
(pemasukan utama). Indonesia masih sangat kecil. Karena itu, profesional dalam
bidang ini juga masih sangat terbatas," jelas Kresnayana.*
Mereka yang akan bersaing:
1. Insinyur
Ini berlaku untuk semua insinyur, yang kalau di Indonesia
memakai gelar ST alias sarjana teknik. Para insinyur bergabung dalam organisasi
profesi yang disebut Persatuan Insinyur Indonesia (PII).
Saat ini ada 14 jenis profesi insinyur di Indonesia, mulai
dari insinyur mesin, geodesi, teknik fisika, teknik sipil, dan teknik kimia.
2. Arsitek
Arsitek adalah mereka yang ahli arsitektur, yaitu ahli
rancang bangun atau ahli lingkungan binaan.
Lingkup pekerjaan arsitekur sangat luas dan meliputi
interior, lingkup bangunan, lingkup kompleks bangunan, sampai dengan lingkup
kota, dan regional.
Posisinya yang strategis bahkan bisa membuat sebuah
pembangunan dihentikan karena tidak sesuai dengan persyaratan yang sudah
disepakati.
3. Tenaga pariwisata
Tenaga pariwisata merupakan profesi yang sangat dibutuhkan
di Indonesia karena potensi objek pariwisata Indonesia yang cukup banyak.
Pada dasarnya, jenis tenaga kerja pariwisata cukup banyak
karena banyaknya profesi yang berhubungan dengan sektor yang satu ini. Beberapa
contoh di antaranya adalah bidang maskapai penerbangan yang mencakup agen
tiket, pilot, pramugari, katering, dan lain-lain. Bisa juga bidang perhotelan,
di mana yang terlibat adalah manager hotel, room
service staff, controller, dan
lain-lain.
4. Akuntan
Akuntan adalah mereka yang ahli di bidang akuntansi. Profesi
akuntan dibedakan atas beberapa macam, di antaranya adalah akuntan publik,
akuntan intern, akuntan pemerintah, dan akuntan pendidikan. Tugas masing-masing
akuntan juga berbeda-beda. Ada yang mengurus akuntansi keuangan (financial), akutansi biaya (cost), bahkan akuntasi pajak (tax).
5. Dokter gigi
Dokter gigi bertugas untuk melakukan pencegahan kerusakan
dan penyakit pada gigi dan mulut. Saat ini yang mengambil profesi dokter gigi
di Indonesia masih sedikit, sehingga banyak peluang kerja untuk profesi yang
satu ini.
6. Tenaga survei
Tenaga survei yang dimaksud di sini adalah mereka yang ahli
dalam bidang pengukuran bumi, dalam hal ini pengukuran tanah ataupun darat.
Jadi bukan tenaga survei untuk pemilu atau badan survei yang selama ini sering
kamu dengar.
Umumnya, tenaga survei atau surveyor berasal dari
sekolah-sekolah yang mengajarkan ilmu-ilmu pengukuran bumi, di antaranya adalah
lulusan Teknik Geodesi dan Geomatika dari universitas atau lulusan Sekolah
Tinggi Pertanahan Nasional (BPN), dan institusi lain yang bergerak dalam
kerekayasaan konstruksi. Hingga saat ini kebutuhan untuk tenaga survei masih
sangat tinggi di Indonesia.
7. Praktisi medis
Dengan masuknya praktisi medis dalam daftar profesi yang
boleh wara-wiri di ASEAN, maka jangan heran bila kamu bertemu dokter asing di
sebuah rumah sakit yang kamu kunjungi.
8. Perawat
Selain dokter dan dokter gigi, perawat juga memiliki
kesempatan kerja di seluruh negara ASEAN bila mereka memiliki kompetensi yang
meyakinkan plus jam terbang yang lumayan tinggi.