Kamis, 04 Juni 2009

BI Fokus pada Pendapatan dari Dollar AS

JAKARTA – Bank Indonesia dinilai sengaja menahan penguatan nilai rupiah terhadap dollar AS meskipun memiliki ruang untuk mendongkrak nilai tukar lebih kuat dari 10.000 per dollar AS.

“BI memang menahan penguatan rupiah untuk mengumpulkan cadangan devisa yang telah dihambur-hamburkan Oktober lalu untuk intervensi rupiah,” ujar Pengamat ekonomi dari InterCafe Iman Sugema saat dihubungi Senin (1/6).

Nilai tukar rupiah seharusnya bisa lebih kuat dari posisinya sekarang di kisaran 10.200 hingga 10.300 per dollar AS saat dana-dana asing banyak masuk ke instrumen investasi dalam negeri. Modal asing yang mengalir di pasar saham domestik hingga saat ini (year to date) mencapai 490 juta dollar AS.

Semakin banyak investor masuk kendati hanya jangka pendek, maka persediaan dollar AS kian melimpah, dan nilai tukar otomatis akan menguat. Kepemilikan asing di Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Utang Negara meningkat.

Indikator yang paling mudah menjadi acuan membanjirnya suplai dollar AS adalah di pasar saham dan kemarin Indeks Harga Saham Gabungan nyaris menyentuh 2.000.

Pengamat pasar uang Farial Anwar menilai pada dasarnya kurs rupiah bisa menguat lebih jauh hingga ke kisaran 9.000 per dollar AS.

Namun, adanya faktor kepentingan (conflict of interest) di mana bank sentral ingin meningkatkan cadangan dollar AS, maka penguatan nilai tukar rupiah tidak mencapai level yang semestinya.

“Pendapatan BI itu kan dalam dollar AS sementara pengeluarannya untuk membiayai bunga SBI dalam rupiah. Jika rupiah menguat artinya nilai pendapatan BI berkurang, BI tidak mau itu terjadi,” kata Farial.

Dia membandingkan kondisi pada tahun akhir 2007 dan menjelang 2008 ketika IHSG menembus level 2.500 hingga 2.800 pun rupiah tidak juga tembus di bawah 10.000 per dollar AS.

Stimulus Ekspor
Di satu sisi, penahanan nilai tukar rupiah memang memberikan dampak negatif terutama dalam peningkatan daya beli masyarakat, tetapi di sisi lain, penahanan rupiah dinilai perlu dilakukan untuk menstimulasi sektor ekspor. Makin tinggi kurs rupiah terhadap dollar AS maka harga barang-barang ekspor akan dinilai lebih murah oleh negara lain yang membeli dengan dollar AS.

“Kendati ekspor menurun, namun dalam neraca perdagangan kita tetap surplus, jadi pertimbangannya adalah untuk memberikan insetif ke sektor ekspor” jelas Pengamat Ekonomi Unika Atma Jaya Prasetyantoko

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus perdagangan Indonesia pada Mei 2009 mencapai 2,08 miliar dollar AS.

Prasetyantoko juga berpendapat, penahanan rupiah tersebut dilakukan agar investor tidak menarik dananya yang ada di obligasi. Jika kurs rupiah terus menguat, maka pendapatannya akan berkurang secara nominal dalam bentuk dollar AS.aph/E-4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar