Kamis, 28 Oktober 2010

Kembalinya si “Tukang Sulap”

Mochtar Riady membeli bank kecil untuk dibesarkan dan akan digunakan untuk menggarap kawasan Indonesia timur? Berdasarkan sepak terjang kelompok usaha Lippo yang dipimpinnya selama ini, kecil kemungkinan skenario itu terjadi.



Satu-satu persatu pendekar-pendekar bisnis kembali lagi ke sektor finansial. Yang paling mutakhir adalah kembalinya kelompok usaha Lippo ke bisnis perbankan dengan membeli sebuah bank semenjana, Nobu National Bank. Bagi para pelaku bursa saham, nama Lippo Group memiliki tempat tersendiri dalam kancah pasar keuangan. Semua tak lain karena kiprah sang pemilik, Mochtar Riady yang melegenda terutama di pasar modal.
Maka di saat Lippo memutuskan membeli bank yang asetnya hanya 111,5 miliar itu, semua orang menunggu apa gerangan yang sedang direncanakan kelompok bisnis itu. Bank National Nobu dulunya bernama PT Bank Alfindo Sejahtera. Pada 12 November 2010 bank tersebut menjelma menjadi PT Bank National Nobu. Pada 2007, bank tersebut berada pada urutan terakhir yang memenuhi batas permodalan sebesar Rp 80 miliar sesuai ketentuan Bank Indonesia.
"Dengan prospek perekonomian Indonesia yang cerah, dukungan masyarakat dan regulator, serta tentu saja kompetensi Pak Mochtar dan Lippo, kami optimistis Nobu Bank akan berkembang dengan sehat di masa depan," kata Presiden Direktur Lippo Group Theo Sambuaga dalam sebuah pernyataan resmi.
Dalam akuisisi tersebut, Lippo akan melakukan penambahan modal ke Nobu Bank. Lippo masuk melalui PT Kharisma Buana Nusantara (KBN) yang 60 persen sahamnya dimiliki Mochtar Riady, dan 40 persen dimiliki Yantony Nio CEO Grup Pikko.
BI secara terbuka mengatakan bahwa pihaknya tidak mempermasalahkan masuknya nama Mochtar ke kancah perbankan nasional meski nama itu merupakan bankir yang mendapatkan dana bantuan rekapitalisasi perbankan dan dianggap belum memenuhi kewajiban.
Pada saat krisis moneter 1998, Bank Lippo termasuk bank mendapatkan dana rekapitalisasi sejumlah Rp 7,73 triliun. Sebagai gantinya, keluarga Riady mesti melepas 59,2 persen saham di Bank Lippo kepada pemerintah. Namun belakangan diketahui bahwa bank tersebut menikmati dana lebih besar dari semestinya.
Kelebihan dana itu terjadi karena Bank Lippo sukses meraup dana Rp 3,75 triliun setelah menerbitkan saham baru. Dijumlah dengan suntikan dana pemerintah, total duit yang diterima Rp 11,68 triliun. Padahal dana yang dibutuhkan buat memenuhi rasio kecukupan modal Rp 8,7 triliun. Artinya, ada kelebihan Rp 2,94 triliun.
Sepak terjang Mochtar Riady dengan Bank Lippo-nya juga bisa ditelusuri di pasar modal. Maret 2003, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) memberi sanksi denda kepada direksi Bank Lippo sebesar Rp 2,5 miliar atas kesalahan dalam laporan keuangan ganda. Kesalahan yang paling kentara adalah menuliskan kata audit pada laporan yang belum diaudit.
Selain dianggap menuliskan laporan keuangan ganda, Lippo juga dianggap memanipulasi harga saham, dan tidak melaporkan peningkatan saham yang signifikan pada grupnya.
Meski demikian, BI bergeming bahwa tidak ada aturan yang bisa melarang masuknya Mochtar ke dunia perbankan setelah Lippo dilepas ke investor Malaysia yang akhirnya dilebur menjadi Bank CIMB Niaga tahun lalu.
“Nantinya pemilik akan dilihat kembali komitmennya dan dilakukan fi t and proper test kembali,” kata Deputi Gubernur BI Muliaman Darmasyah Hadad. Dan otoritas bank sental memang tidak mengenal daftar orang tercela (DOT) bagi mereka yang pernah berkiprah baik sebagai pemegang saham maupun pemilik sebuah bank yang pernah bermasalah. “Tidak ada istilah DOT di Bank Indonesia.”
Orang yang pernah bermasalah dalam memiliki saham bank dimasukkan dalam sebuah daftar yang digunakan sebagai acuan saat fit and proper test. “Ada daftar dengan istilah tidak lulus dan lulus sementara,” katanya. Bagi yang tidak lulus, berarti tidak lagi bisa memiliki sebuah bank sampai adanya batas waktu yang ditentukan.
Lippo dikenal sebagai salah satu perintis rekayasa keuangan di pasar modal Indonesia. Pengamat pasar modal Lin Che Wei mengatakan kasus-kasus Lippo bisa ditelusuri dari aksi penggorengan saham Bank Lippo yang dilakukan Ciptadana Securities sejak akhir 2002. Pernah dalam sekali transaksi, Ciptadana, yang juga anak perusahaan Lippo, memborong 74 juta lembar saham Bank Lippo.
Tahun 2000 sulap lain bank Lippo adalah mengubah Lippo Life menjadi Lippo E-Net. Akibatnya, Bapepam mendenda Lippo E-Net "cuma" Rp 500 juta. Selain itu, direksi dan komisaris Lippo E-Net didenda Rp 5 miliar. Kasus yang cukup heboh lainnya adalah saat Bank Lippo menjual aset yang dialihkan (AYDA) senilai Rp 2,45 triliun pada 2002.
Atas sederet akrobatnya itu banyak kalangan di pasar modal menjuluki Mochtar Riady sebagai magic man of bank marketing. Dan mungkin karena track record-nya itu pula banyak pengamat yang menaruh curiga atas langkah Mochtar Riady dengan Lippo-nya membeli Bank Nobu bulan lalu.
“Kalau saya mendengar Lippo macam-macam, itu bagi saya normal. Karena Lippo itu dari dulu paling inovatif dalam melakukan miss leading, trik-trik kesalahan,” kata ekonom Kwik Kian Gie. Menurut dia orang-orang yang memang pernah bermasalah dengan dana rekapitalisasi seharusnya diadili.
Sementara Ekonom Tim Indonesia Bangkit, Ichsanuddin Noorsy, mengatakan bank sentral tidak konsisten dalam menerapkan aturan. Di satu sisi, BI sangat berhati-hati dalam menerapkan kebijakan, tetapi di sisi lain relatif mudah meluluskan orang yang pernah bermasalah sebagai pengelola sebuah bank. Ichsanuddin juga merujuk pada kepemilikan Bank Sinarmas oleh Eka Tjipta Widjaja. “Penegakan hukum dalam kasus rekayasa keuangan menjadi lemah,” kata dia.
BI tentunya mendengar kekhawatiran berbagai pihak. Oleh karena itu otoritas akan tetap memasang mata dan telinga terhadap perkembangan Bank Nobu ke depan.
Kepala Biro Humas BI Difi Ahmad Johansyah saat dikonfirmasi mengatakan BI tetap meminta siapa pun calon pemegang saham bank untuk selalu memiliki itikad yang baik untuk mengembangkan dan memajukan industri perbankan ke depan. “BI tidak ingin pengalaman pada krisis lalu terulang, di mana banyak pemegang saham bank saat itu menyalahgunakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI),” kata Difi.
Jika ada rencana pemegang saham menyuntik modal ke bank yang diakuisisi, sebagai pengawas perbankan, BI akan memantau dan memverifikasi sumber dana yang mereka gunakan. Selain itu, BI memastikan dana atau aset tersebut bukan dana hasil tindak pidana pencucian uang (money laundering) dan rekayasa transaksi keuangan.
Ekspansi ke Timur
Sebelumnya, kelompok usaha Lippo mengumumkan akan mengonsentrasikan ekspansi usaha di kawasan timur Indonesia, terutama pada layanan jasa, dengan menyiapkan investasi Rp5 triliun-Rp10 triliun dalam 10 tahun ke depan.
Rencana itu dikemukakan sendiri oleh pendiri Lippo Group Mochtar Riady dalam jumpa pers peringatan 60 tahun Lippo Group. Dalam acara tersebut, Mochtar menyampaikan perkembangan Indonesia dalam 35 tahun ke depan akan bergeser dari Indonesia bagian barat ke bagian timur. Menurut dia, ekonomi Indonesia bagian timur akan semakin terintegrasi dan saling mengisi dengan kesatuan ekonomi Asia Timur Laut.
"Indonesia bagian timur yang sekarang masih merupakan 'pintu belakang' akan berubah menjadi pintu depan," kata dia.
Dengan melihat fenomena itu, sambungnya, Lippo Group akan mengembangkan usaha ke Indonesia bagian timur terutama pada infrastruktur sosial masyarakat.
Sementara James Riady mengutarakan bahwa Lippo akan memfokuskan layanan jasa yang terintegrasi dengan lini bisnis multimedia di kawasan tersebut yang saat ini masih jauh dari sentuhan pembangunan. "Dalam 10 tahun ke depan kami menyiapkan investasi sebesar Rp5 triliun-Rp10 triliun, terutama untuk Indonesia Timur. Meliputi Sulawesi, Ambon hingga Papua," papar James.
Namun mungkinkah Mochtar benar-benar ingin menggunakan Bank Nobu untuk menggarap kawasan Indonesia timur itu. Jika skenarionya sesederhana itu maka banyak pihak tentu akan benar-benar mengacungi jempol buat grup Lippo. Tetapi, namanya juga pesulap, segala kejutan bisa saja terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar