Selasa, 10 Februari 2015

Bankir, Manipulator Terbaik

Bankir diakui memang profesi yang memiliki kemampuan mengetahui sistem dan siklus bisnis sektor lainnya. Namun demikian pengetahuannya ini bisa membuatnya menjadi pribadi yang berbahaya.

Fungsi utama bisnis perbankan sejatinya adalah menghubungkan mereka yang membutuhkan dana (peminjam) dengan orang-orang dengan kelebihan dana (penabung). Selagi melakukan itu, bank membayar kembali ke penabung lebih sedikit dibanding bunga yang dibebankan kepada peminjam. Karena sifatnya inilah, para pekerja di bank, yang biasa disebut bankir menjadi pihak yang harus selalu diawasi.
Pada masa kini, hampir seluruh gerak-gerik bankir diawasi oleh regulasi, dan setiap tindakannya diukur oleh aturan mulai dari undang-undang, aturan otoritas hingga aturan internal bank. Boleh dibilang tidak ada satupun sisi dari operasional bank yang luput dari peraturan. Inilah yang membuat industri perbankan disebut-sebut sebagai highly regulated sector. Malah, kode etik yang dalam profesi lain hanya berlaku informal, untuk bankir dikukuhkan dalam aturan-aturan yang tegas.
Aturan yang super-ketat itu, akan tetapi, tidak menghalangi bankir untuk berbuat tidak jujur atau bahkan curang. Sebuah studi dari Nature, sebuah jurnal ilmiah internasional online, melakukan tes kepada 128 karyawan sebuah bank internasional besar. Peserta dibagi dua kelompok, satu kelompok peserta ditanyai tentang pekerjaan mereka dan perusahaan mereka, untuk mendorong mereka untuk berpikir tentang identitas mereka sebagai karyawan bank. Setengah lainnya menjawab pertanyaan tentang hobi mereka.
Para peserta kemudian diminta untuk melemparkan koin sebanyak sepuluh kali, tanpa diawasi oleh peneliti, dan melaporkan hasilnya. Para bankir melaporkan hasil sepuluh membalik mereka pada komputer, dan menerima pembayaran secara otomatis. Mereka bisa mendapatkan uang jika mereka bisa melaporkan telah mendapatkan lebih banyak sisi kepala dibandingkan sisi ekor –dan mereka bisa mendapat sampai 200 dollar AS dalam beberapa detik jika bisa mendapatkan seluruh kepala atau seluruh ekor, dalam semua lemparan koinnya.
Kelompok pertama melaporkan mendapatkan sisi kepala 58,2 persen dari total –secara signifikan lebih tinggi dari yang diperkirakan akan terjadi secara kebetulan. Kelompok lainnya melaporkan melemparkan 51,6 persen mendapatkan kepala.
Kelompok pertama, mengatakan bahwa mereka beruntung mendapatkan persentase itu 58 persen, bahkan hampir sepersepuluh dari mereka mengklaim penuh hadiah 200 dollar AS yang berarti telah mendapatkan satu sisi yang sama dalam 10 percobaan, meskipun kemungkinan terjadinya hal itu satu dari seribu kesempatan.
Percobaan itu seakan menyimpulkan betapa bankir-bankir memiliki sifat tidak jujur dalam diri mereka ketika dihadapkan pada kesempatan untuk berbuat hal itu dan memberi keuntungan bagi diri mereka sendiri.

Kecurangan Santai
Bahkan kecenderungan itu disebut sebagai perilaku tidak jujur yang biasa dilakukan secara santai, untuk menerjemahkan apa yang ditulis dalam sebuah artikel Majalah Forbes sebagai casual dishonesty.
Hampir tiga tahun lalu, majalah itu mengomentari kasus kecurangan bankir-bankir dari beberapa bank global yang mencoba mengelabui otoritas dengan mencurangi bunga acuan LIBOR.
LIBOR atau London Inter-Bank Offer Rate adalah suku bunga pinjaman antarbank yang berpusat di London, Inggris dan menjadi acuan dalam penentuan suku bunga global. Ada sekitar 16 bank besar asal Eropa, Kanada, Amerika Serikat dan Jepang yang terlibat dalam penentuan LIBOR.
Otoritas moneter Inggris menetapkan angka LIBOR secara berkala dan berlaku secara internasional, namun pada Juni 2006 diketahui bahwa beberapa bank mematok angka LIBOR seenaknya, tentu tanpa sepengetahuan otoritas.
Secara tersirat, majalah itu mengatakan bahwa sifat serakah menjadi pemicu yang mendorong bankir-bankir memanipulasi angka LIBOR. Padahal perbankan telah menawarkan peluang yang cukup besar bagi bankir untuk memperkaya diri dari proporsi keuntungan bank dan umumnya dari pengambilan risiko dengan menggunakan uang pihak lain.
Kasus manipulasi suku bunga LIBOR yang mencuat pada akhir pertengahan 2012, sebenarnya bermula dari investigasi Harian Wall Street Journal. Dugaan adanya manipulasi ini pertama kali diangkat oleh harian itu pada Mei 2008 setelah melakukan penelitian atas suku bunga harian LIBOR periode April 2007 – Mei 2008, yang merupakan periode puncak krisis keuangan global.
The WSJ rupanya curiga karena periode tersebut yang ditandai dengan gejala perbankan mulai saling tidak percaya satu dengan lainnya, namun kuotasi suku bunga LIBOR justru lebih rendah dari yang seharusnya.
Rendahnya kuotasi, dimaksudkan agar kondisi bank –terutama bank-bank besar kelas dunia–sangat bagus dan tidak bersiko sehingga mereka termasuk Barclays waktu itu, layak meminjam di pasar uang antar bank dengan suku bunga yang rendah, di tengah semakin seretnya aliran likuiditas di pasar uang antar-bank. Namun pada 2012 semua terkuak dan Bank Sentral Inggris (BoE) telah mengambil tindakan.
Menurut Pardi Sudradjat, pakar manajemen risiko, apa yang terjadi kepada bankir-bankir di luar dalam hal memanipulasi keadaan untuk keuntungan pribadi tidak menutup kemungkinan terjadi di Indonesia. Bankir yang sudah bertahun-tahun melakoni pekerjaannya dan sudah akrab dengan segala aturan di dalamnya, memiliki potensi untuk menghindar dari regulasi bahkan menabraknya. Akan tetapi untuk menghindari dari hukuman, kebanyakan dari mereka tak bisa melakukannya.
“Bisa saja (bankir berbuat curang), apabila bankir tersebut dari tipe yang berpikir bahwa bisnis hanya memerlukan intuisi, dan risiko hanya dianggap sebagai kepatuhan pada regulasi, tidak begitu diperlukan untuk upaya pengembangan bisnis,” kata Pardi.

Kasus di Indonesia
Berbagai kasus fraud yang terjadi seakan membuktikan apa yang dikatakan oleh Pardi. Di Indonesia, kasus-kasus juga tidak sepi untuk tidak menyebutnya marak dalam beberapa tahun terakhir. Sebut saja kasus penyelewengan dana nasabah dari seorang private banker Citibank, Malinda Dee beberapa tahun lalu, yang mencuri duit nasabah dengan cara mengakali persetujuan pencairan dana dari sang pemilik dana.
Modus pembobolan Citibank yang dilakukannya terlihat sederhana, memindahkan dana nasabah ke rekening lain dengan menggunakan blanko kosong. Aksinya berjalan mulus hingga lebih dari empat tahun. Dari 22 Januari 2007 hingga 7 Februari 2011, Malinda melakukan dari 64 transaksi dalam rupiah senilai Rp27,36 miliar dan 53 transaksi dollar AS senilai 2,08 juta. Malinda berhasil memanipulasi kepercayaan kliennya. Kontrol manajemen terhadapnya juga dikelabui dengan reputasi besarnya  dalam menjaring banyak nasabah prioritas.
Terungkapnya skandal Melinda tak membuat aksi bankir yang mengakali bank berhenti. Setelah itu, karyawan Bank Jatim terungkap telah terlibat dalam pembobolan dana bank dengan modus pencairan kredit fiktif senilai Rp50 miliar. Proses hukum untuk aksi yang terungkap pada April 2012 tersebut terus berjalan hingga setahun lebih.
Di Singapura, ada kecurangan bankir yang tidak lekang di makan zaman. Aksi seorang bankir, Nick Leeson di Singapore International Monetary Exchange telah membangkrutkan Baring Plc pada 1995. Baring merupakan bank investasi tertua di Inggris, yang sudah berdiri sejak tahun 1762 atau berumur 233 tahun saat itu. Nick tercatat membuat kerugian hingga 862 juta poundsterling (sekitar 1,4 miliar dollar AS atau setara Rp17,7 triliun).
Kepandaian bankir memang membuatnya menjadi profesi yang paling menjanjikan sekaligus berbahaya. Jika pengetahuannya disalurkan dalam jalur yang benar maka dia bisa menjadikan bank maupun perusahaan bisa berjalan dalam kinerja yang menguntungkan. Sebaliknya, bankir pun bisa membuat bank atau perusahaan bangkrut dengan kecerdasannya itu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar