Selasa, 10 Februari 2015

Hanya Badai yang Mereda

Gejolak nilai tukar yang mereda pada akhir tahun bukan jaminan akan stabilnya rupiah memasuki tahun baru ini. Dibutuhkan solusi yang lebih esensial untuk membuat rupiah stabil atas dollar AS.

Dengan bantuan satelit dan permodelan komputer, badai, siklon atau topan, telah bisa diperkirakan beberapa hari sebelumnya. Namun untuk memprediksi jalur yang diambil oleh fenomena alam tersebut masih belum mampu dilakukan karena kerumitan yang ada.
Kejatuhan rupiah yang terjadi pada November lalu, adalah badai ekonomi yang sudah diprediksi sebelumnya. Namun untuk memprediksi tingkat keparahannya, tidak cukup hanya membandingkan dengan kejatuhan nilai tukar dari negara lain. Selain itu untuk memprediksi jalur apa yang diambil oleh pergerakan rupiah pada tahun ini juga menjadi misteri.
Pelemahan rupiah pada tahun lalu disebut masih ‘cukup beruntung’ karena melemah tidak lebih parah dibanding Malaysia, Turki, Brazil, Afrika Selatan, apalagi Rusia. Negara terakhir disebut mengalami depresiasi mata uang domestiknya mencapai hampir 50 persen atas dollar AS.
Sejatinya, hampir semua pihak dan pelaku ekonomi sudah tahu bahwa nilai tukar rupiah akan bergejolak menjelang perubahan kebijakan ekonomi AS. Dan menjelang akhir tahun lalu, perkiraan itu sudah menunjukkan buktinya, rupiah sempat mengeropos hingga mendekati level Rp13.000 per dollar AS, terendah sejak krisis 1998. Meningkatnya permintaan akhir tahun, disebut menjadi biang keladi pelemahan rupiah, di samping ‘fundamental rapuh’ seperti defisit transaksi berjalan dan anggaran negara.
Rupiah memang sudah meninggalkan posisi terlemahnya itu dan pada akhir tahun Bank Indonesia mencatat, secara point to point sepanjang 2014 berada di level per12.385 per  dollar AS. Namun begitu, sepanjang bulan pertama tahun ini, kurs rupiah juga masih berada dalam tren pelemahan. Pada pekan ketiga, berdasarkan kurs transaksi BI, rupiah melemah ke posisi 12.722 per dollar AS, padahal pada awal perdagangan Januari masih di Rp12.536.
Penyebabnya adalah penguatan dollar AS di pasar global yang dipicu oleh pelemahan yen akibat buruknya data pertumbuhan industri Jepang. Pada saat yang sama pasar juga tampaknya semakin yakin bahwa Bank Sentral Eropa (ECB) akan menggelontorkan quantitative easing tambahan pada pekan ketiga Januari sejalan dengan euro yang masih tertekan terhadap dollar AS. Ditambah lagi dengan membaiknya data PDB China yang diperkirakan akan berada di level 7,4 persen, sebelum data terbaru keluar lagi pada bulan ini.
Pemerintah memang telah mematok asumsi nilai tukar rupiah pada anggaran 2015 sebesar Rp11.900 per dollar AS. Akan tetapi Kementerian Keuangan tengah mempertimbangkan untuk mengubah level asumsi itu di kisaran Rp12.200. Apalagi pemerintah telah mencabut subsidi bahan bakar minyak yang selalu dijadikan kambing hitam yang memberatkan postur anggaran 2015.
Sementara itu Gubernur BI, Agus DW Martowardojo mengusulkan agar nilai tukar dipatok di kisaran Rp 12.200 - Rp 12.800 untuk sepanjang tahun ini. “Kita usulkan range Rp 12.200 - Rp 12.800, itu rata rata sepanjang tahun 2015. Itu memberikan satu indikasi bahwa perkembangan eksternal perlu sangat diwaspadai. Kita belum bisa antisipasi dengan lengkap dampak perbaikan ekonomi Amerika, membuat nilai tukar di Amerika menguat," kata dia.

AS Sendirian
Dalam setahun ke depan, tampaknya memang cuma perekonomian AS yang akan membaik sendirian, sementara Eropa, Jepang bahkan China masih akan melempem. Akibat kondisi itu, pemilik dana akan rebutan mencari aset-aset berbentuk dollar AS. Ditambah dengan ekspektasi The Federal Reserve yang akan menaikkan suku bunga acuannya–dan posisi dollar AS sebagai global reserve currency– nilai tukar mata uang di hampir seluruh dunia termasuk Indonesia tentu akan kembali terpuruk.
“Dan dalam sistem moneter yang dikuasai dollar AS, likuiditas itu ya aset berdenominasi dollar AS. Jadi waktu AS terpuruk saja, orang tetap rebutan cari dollar AS. Apalagi sekarang AS recovery sendirian. Karena itulah semua orang cari dollar AS,” kata seorang pejabat Bank Indonesia yang mendalami masalah tersebut.
Untuk kasus Indonesia selain faktor eksternal, sebut dia, ada juga faktor risiko dalam negeri (home grown risk) seperti defisit transaksi berjalan dan peningkatan utang luar negeri swasta.
“Jadi konsentrasi jangka pendek kebijakan sekarang adalah macroeconomic policy framework lewat monetary and fiscal policy buat jaga stabilitas,” kata sumber tersebut. “Jangka menengah panjang tidak bisa ditunda lagi, harus lewat perbaikan infrastruktur.”
Ya, perbaikan infrastruktur bisa menjawab banyak persoalan yang dihadapi perekonomian Indonesia dalam jangka panjang, tidak hanya moneter tapi juga daya saing industri hingga pertumbuhan.
Namun demikian, solusi untuk permasalahan laten nilai tukar harus dipikirkan secara khusus. Otoritas moneter, mulai bulan ini telah menerapkan aturan yang mewajibkan pelaku usaha di semua bidang, untuk melakukan lindung nilai (hedging) terhadap semua utang-utangnya yang berdenominasi dollar AS.
Dengan cara itu, minimal Bank Indonesia bisa mengontrol kebutuhan dollar AS dan memprediksi saat-saat di mana permintaannya melonjak.

Sumber Masalah
Akan tetapi, sumber masalah dari fluktuasi rupiah tidak benar-benar diurai: rezim devisa bebas.
Indonesia masih mengadopsi Undang-Undang tentang Lalu Lintas Devisa dan Nilai Tukar yang membebaskan dana-dana asing keluar dan masuk tanpa ada batasan. 
Menurut pengamat pasar uang Farial Anwar, aturan tersebut sangat berpengaruh pada gejolak rupiah. “Dana asing bisa menyerbu kita kapan saja, sehingga saat ada berita The Fed mau menaikkan suku bunga panik semua," kata Farial.
Maka dari itu, harus ada batasan waktu atau holding period untuk mengendalikan masuknya dana asing ke saham ataupun surat utang. “Masa kita biarkan nilai mata uang rupiah dibuat gonjang-ganjing karena permainan mata uang asing seperti itu. Itu uang yang manfaat ekonominya di keuangan kita dampaknya tidak hesar. Nah, pembiaran ini yang harus segera tidak kita lakukan lagi," imbuhnya.
Indonesia, memang pernah menerapkan kebijakan ‘setengah kontrol devisa’ pada 2008 ketika cadangan devisa makin menipis karena terus melemahnya kurs rupiah terhadapa dollar AS. Saat itu, pembelian valas oleh pelaku ekonomi selain bank yang jumlahnya melebihi 100 ribu dollar AS per bulan harus memiliki kebutuhan yang mendasarinya (underlying transaction).
Tahun lalu, BI menerbitkan aturan yang lebih luas hingga menyentuh perusahaan-perusahaan swasta nonbank, kali pertama BI terang-terangan membatasi utang luar negeri korporasi swasta.
Dalam aturan yang resmi berlaku bulan ini, otoritas mewajibkan mereka melakukan lindung nilai (hedging).
Rasio Lindung Nilai minimum ditetapkan sebesar 25 persen dari selisih negatif antara aset valas terhadap kewajiban valas, yang akan jatuh tempo sampai tiga bulan ke depan sejak akhir triwulan. Rasio hedging 25 persen juga ditetapkan dari selisih negatif aset valuta asing terhadap kewajiban valas, yang akan jatuh waktu lebih dari tiga sampai enam bulan ke depan sejak akhir triwulan. Utang valas korporasi juga harus memenuhi rasio likuiditas minimum yang ditetapkan paling rendah sebesar 70 persen.
Sementara itu, lembaga riset ekonomi Indef mengatakan bahwa rupiah akan berada di level Rp11.750 sampai 12.250 per dollar AS tahun ini, yang dinilai masih ideal untuk meningkatkan ekspor dan mengendalikan impor.  Pada kondisi ini, produk-produk dalam negeri masih bisa menajdi tuan rumah di negeri sendiri. Harapannya, kondisi ini bisa tercapai paling tidak setelah triwulan pertama tahun depan.
“Kinerja ekspor baik non migas maupun migas pada bulan Desember 2014 hingga triwulan pertama tahun ini diharapkan bisa membaik sehingga neraca perdagangan Indonesia tidak mengalami defisit. Hal ini bisa mendorong penguatan rupiah,” kata Enny Sri Hartati, Direktur Indef.
Memang seperti halnya badai, dengan bantuan alat analisis dan permodelan canggih, posisi nilai tukar bisa diprediksi sampai tingkat yang paling mendekati akurat. Namun demikian, untuk menghitung tingkat keparahan dari kemerosotan nilai tukar rupiah, para analis hanya bisa melakukannya setelah badai ekonomi terjadi. Seperti juga fenomena topan atau siklon.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar