Peraturan pengganti undang-undang yang diterbitkan
pemerintah bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak setelah
target amnesti pajak meleset. Aturan itu juga dikeluarkan untuk menghindari
Indonesia dari sanksi organisasi ekonomi global terkait pertukaran informasi
pajak
Sejatinya bukanlah hal yang mengagetkan jika pemerintah
akhirnya mengeluarkan aturan pengganti undang-undang untuk memperoleh akses
informasi ke nasabah terkait masalah perpajakan Mei lalu. Itu karena pemerintah
tengah terdesak dari berbagai arah.
Program Pengampunan Pajak yang
berakhir Maret tidak menemui hasil seperti yang diharapkan, memaksa pembuat
kebijakan memutar otak mencari sumber tambahan pendapat untuk mengongkosi
belanja. Sumber tersebut ternyata tetap ada di sektor pajak yang berasal dari
wajib pajak yang lolos dalam amnesti pajak.
Selain itu, Indonesia sudah kadung
terikat janji di organisasi OECD untuk ikut dalam kerja sama pertukaran informasi
otomatis (Automatic Exchange of Information) dalam bidang perpajakan. Dalam
perjanjian itu seluruh anggota Forum Global diwajibkan memiliki kerangka aturan
lengkap yang mendukung pertukaran informasi itu sebelum 30 Juni 2017.
Terkati prasyarat itu, pemerintah
sudah menghitung, mustahil pihaknya bisa memenuhi tengat itu jika mengandalkan
penerbitan undang-undang yang harus mengikutsertakan parlemen. Selain akan
memakan waktu yang tidak sebentar, sekarang saja hanya ada satu dari empat
undang-undang soal pajak yang masuk prioritas pembahasan tahun ini.
Oleh karena itu langkah pemerintah
menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang alias Perppu No 1
Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan Mei
lalu menjadi solusi cepat. Petugas pajak, dengan aturan itu, memiliki lisensi mengakses
informasi keuangan mengenai data nasabah, sesuatu yang tadinya dilindungi
aturan kerahasiaan bank.
Keinginan tersebut sudah lama
dipendam Direktorat Jenderal Pajak karena selalu menabrak tembok tebal
“Kerahasiaan Nasabah” ketika ingin melacak harta kekayaan nasbah yang
disinyalir pengemplang pajak. Kini pintu itu sudah dibuka pemerintah dengan
Perppu, minimal sudah dilobangi.
Pemerintah terang-terangan
mengatakan bahwa tujuan Perppu itu adalah untuk penguatan basis perpajakan
dalam rangka memenuhi target penerimaan pajak, dan juga menjaga keberlanjutan
efektivitas kebijakan pengampunan pajak. Pemerintah sekaligus menunjukkan bahwa
apa yang disampaikan ketika sosialisasi Amnesti Pajak bukan isapan jempol dan
hanya untuk menakut-nakuti wajib pajak saja.
Masih ingat dalam ingatan ketika
Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla mengatakan agar para pemilik dana kakap
yang menyimpan dana di luar negeri ikut Program Tax Amnesty. Namun jika mereka membandel, pemerintah tetap akan
mengetahui dana yang mereka sembunyikan untuk menghindari pajak. “Kenapa itu
(mengungkapkan aset dan membayar tebusan) dilakukan sekarang (tahun lalu)?
Karena apabila dilakukan dua tahun lagi, maka yang melanggar itu jadi musuh
bersama dunia," kata Wapres tahun lalu.
Sementara itu, Sri Mulyani
Indrawati, Menteri Keuangan, mengakui bahwa Perppu itu juga untuk memenuhi
komitmen internasional bagi negara-negara yang bersepakat mengikuti kerja sama
perpajakan antar negara. Negara atau yurisdiksi yang melaksanakan komitmen itu
mesti memiliki aturan perundang-undangan tentang akses otoritas perpajakan
terhadap informasi keuangan dan standar pelaporan dan sistem transmisi
pertukaran informasi.
Automatic Exchange of Information
(AEOI) adalah kerja sama di antara 139 negara (per 17 Januari 2017) yang
tergabung dalam Global Forum untuk saling membuka data finansial di negara
masing-masing. Tujuan pelaksanaan AEOI adalah untuk mengurangi kemungkinan praktik
menghindari pajak yang kerap dilakukan wajib pajak kakap. Ketika akses data
terbuka, suatu negara dapat melacak wajib pajaknya yang menaruh uang di luar
negeri.
Menurut Sri Mulyani berujar dari sejumlah
negara tersebut, 50 negara mulai melaksanakan komitmen itu pada September 2017,
sementara sisanya bakal melaksanakannya mulai September 2018. “Untuk setiap
negara yang memutuskan melaksanakan pada 2017, harus memiliki seluruh aturan
yang disyaratkan pada tahun 2016. Begitu pula untuk negara yang berkomitmen
melaksanakan pada 2018, harus memiliki seluruh aturan pada 2017,” kata dia.
Konsekuensi
Dengan keluarnya Perppu itu,
pemerintah boleh dikatakan memiliki peluru tambahan untuk mengejar wajib pajak
dan mengupayakan mencapai target pajak tahun ini yang ditetapkan mencapai Rp
1.307 triliun. Pemerintah tampaknya masih penasaran untuk mengincar pajak dari
wajib pajak perseorangan yang berasal dari deposito.
“Tujuan
utama Perppu ini jelas untuk meningkatkan pendapatan negara melalui penerimaan
pajak. Namun seperti yang kita ketahui bahwa banyak pendapatan atau kekayaan
dari perorangan di Indonesia disimpan dalam bentuk deposito, sehingga sekarang inilah
yang ingin dikejar pemerintah,” kata Sayed Musaddiq, Partner SIGC (SKHA Institute
for Global Competitiveness), konsultan ekonomi, bank dan manajemen berbasis di
Jakarta.
Menurut
dia, pemerintah memang masih kekurangan uang dalam membiayai pembangunan di
tengah target pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Kondisi fiskal diakui
memang sangat berat, ketika berhadapan dengan target pajak yang hampir selalu
meleset dan tingkat kepatuhan pajak Indonesia masih rendah. “Harapannya dengan
diberlakukan aturan ini, tingkat kepatuhan pajak meningkat dan penerimaan
negara juga bisa meningkat,” kata Sayed.
Keputusan
pemerintah menerbitkan Perppu setelah menerapkan Program Pengampunan Pajak,
dinilai dia, sudah cukup fair sebagai
pemberian kesempatan bagi wajib pajak untuk ‘bersih-bersih’. Atau minimal
peringatan buat wajib pajak yang masih berpikir untuk tidak mau mematuhi
keinginan pemerintah.
Sayed
juga menyoroti potensi moral hazard
dari aturan darurat ini karena terbuka peluang penyalahgunaan data nasabah. Untuk
itu perlu aturan lain yang bisa meminimalisir kemungkinan tersebut. “Perppu tersebut
tidak bisa langsung dijalankan sebelum ada aturan turunannya yang mengatur tata
cara pembukaan data nasabah sehingga tidak rawan penyalahgunaan data,” kata
dia.
Dalam Pasal 2 ayat 3 aturan itu disebutkan
bahwa laporan yang disampaikan kepada otoritas pajak sedikitnya meliputi
identitas pemegang rekening, nomor rekening, identitas lembaga jasa keuangan,
saldo atau nilai rekening, dan penghasilan yang terkait dengan rekening
keuangan.
Jadi
nantinya Direktorat Pajak hanya akan menerima hasil laporan yang terdiri dari
minimal lima hal tersebut. Dengan kalimat yang lebih jernih, otoritas pajak
tidak dapat mengakses sistem keuangan secara langsung, tidak dapat melihat
aliran dana masuk dan keluar dari rekening nasabah, bahkan juga tidak bisa
sewaktu-waktu melihat saldo rekening nasabah.
Dalam
pasal 3 ayat 3 dikatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan kepada
Direktorat Jenderal Pajak paling lama tiga puluh hari sebelum batas waktu
berakhirnya periode pertukaran informasi keuangan antara Indonesia dengan
negara atau yurisdiksi lain berdasarkan perjanjian internasional di bidang
perpajakan.
Selain menerima laporan, Kantor Pajak
berwenang untuk meminta informasi dan/atau bukti atau keterangan dari lembaga
jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain. Dan
informasi itu akan digunakan menjadi basis data perpajakan.
Sementara itu, berdasarkan
perjanjian dengan OECD, Indonesia akan menerima konsekuensi tak menyenangkan
jika terlambat atau gagal mematuhi komitmen pertukaran informasi perpajakan tersebut.
Peringkat Indonesia di Global Forum otomatis akan melorot dan selanjutnya akan
menghambat perbaikan iklim investasi yang sedang dibangun pemerintah. Apalagi sejumlah
lembaga keuangan global sudah memakai peringkat yang dikeluarkan oleh Global
Forum sebagai dasar untuk kebijakan investasi mereka.
Hal ini tentu dihindari
pemerintah apalagi karena baru saja lembaga pemeringkat S&P mengerek rating
utang pemerintah RI menjadi investment
grade. Pemerintah Indonesia dianggap sudah mengambil langkah dan pengukuran
yang diperlukan terkait belanja dan pendapatan (APBN) guna menstabilkan
keuangan negara.
(DIPUBLIKASIKAN PADA MEI 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar