Rabu, 18 Juli 2018

Tak Ada Gading yang Tak Retak


Wimboh Santoso, mulai menjabat sebagai Ketua Komisioner Otoritas Jasa Keuangan setelah resmi dilantik pada 20 Juli lalu. Menurut Muliaman, pejabat sebelumnya, banyak sekali tantangan dari lembaga itu terutama terkait situasi ekonomi global dan domestik.

Ungkapan tak ada gading yang tak retak memang bisa disematkan kepada apa saja, kepada siapa saja, untuk menggambarkan bahwa tidak ada yang sempurna di kolong langit ini. Akan tetapi ungkapan itu juga bisa bermakna banyak.
Di satu sisi ungkapan itu bisa bermakna pembelaan, yaitu ketika seseorang itu melakukan kesalahan atau memiliki cela maka ungkapan itu menunjukkan bahwa itu adalah hal yang wajar. Di sisi yang berlawanan, itu juga bisa bermakna bahwa setiap orang pasti ada kesalahan sehingga yang terjadi adalah mencari-cari kesalahan. Tulisan yang akan tersaji di halaman-halaman berikut ini bukan dimaksudkan untuk keduanya.
Maka ketika Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan yang baru sudah berhasil terpilih Juli ini, kita berupaya untuk memberi catatan kritis mengenai para pejabat yang akan mewakili kepentingan publik di sektor keuangan. Seperti diketahui, Wimboh Santoso akhirnya terpilih menjadi Ketua Komisioner menggantikan Muliaman Darmansyah Hadad.
Perihal tidak lolosnya nama kedua dalam seleksi calon ketua OJK memang sempat menjadi tanda tanya besar di benak stake holder industri keuangan. Padahal Muliaman tidak bisa dikatakan gagal, jika tidak mau dibilang berhasil, dalam menakhodai otoritas super yang baru pertama kali berdiri di Indonesia.
Jika memang berhasil maju hingga ke uji kepatutan dan kelayakan, hampir dipastikan Muliaman akan mudah melewati tahap akhir itu siapapun pesaingnya, karena menguasai hitam putihnya pengawasan industri keuangan. Akan tetapi, menurut seorang pengamat industri keuangan, ketidaklolosan Muliaman bisa jadi demi memuluskan Wimboh menjadi orang nomor satu di OJK.
“Mungkin karena Pak Wimboh orang Solo sama dengan Pak Presiden, jadi nantinya komunikasi antara keduanya bisa lebih lancar. Bukan dalam hal intervensi, tapi komunikasi untuk memajukan industri keuangan. Ini mungkin lho ya,” kata dia yang pernah berkarier panjang di sektor perbankan dan tak mau disebutkan namanya.
Namun demikian di atas semua itu, Wimboh memang memiliki track record yang mumpuni di bidang pengawasan perbankan. Bekal itulah yang diprediksi membuat dia tidak akan mengalami kesulitan berarti untuk segera beradaptasi dengan tugasnya sebagai pengawas seluruh industri finansial.
Pria kelahiran Boyolali, 15 Maret 1957 ini menghabiskan kariernya di Bank Indonesia. Sempat menjadi wakil dari Muliaman Hadad ketika di Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Wimboh kemudian menjadi orang nomor satu di direktorat tersebut, sebelum akhirnya ditugaskan menjadi Kepala Kantor Perwakilan BI New York.
Di bank sentral, Wimboh merupakan sosok penting untuk reformasi perbankan nasional setelah krisis 1997/1998 yang melanda Indonesia. Saat itu, ayah 3 anak ini berada di Direktorat Penelitian dan pengaturan perbankan dan memulai penerapan risk management, Good Corporate Governance, risk based supervision dan transformasi sektor pengawasan bank di BI.
Ketika menjadi Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, lulusan Universitas Sebelas Maret Solo Jawa Tengah ini juga  berhasil membentuk unit Stabilitas Sistem Keuangan di BI. Dia juga membidani pembentukan OJK dan menyiapkan pembentukan Jaring Pengaman Sistem Keuangan yang bekerjasama dengan Kementerian Keuangan sebagai cikal bakal OJK saat ini.
Pada 2012, Wimboh menjadi Kepala Perwakilan BI di New York. Baru 10 bulan, Wimboh yang riset dan papernya sering di publikasikan di dalam dan luar negeri ini, didaulat menjadi Direktur Eksekutif IMF mewakili ASEAN plus Fiji, Tonga dan Nepal hingga April 2015. Pada 2015, Wimboh menggantikan Darmin Nasution sebagai Komisaris Utama Bank Mandiri yang diangkat menjadi Menko Perekonomian.
Kini Wimboh sudah resmi menjabat sebagai orang nomor satu di lembaga pengawas keuangan paling super di Tanah Air. Sejak masuk menjadi kandidat nakhoda OJK, Wimboh memang digadang-gadang akan mulus melewati ujian dan akan menjabat posisi itu. Kepakarannya di bidang manajemen risiko makroekonomi dan pengalamannya sebagai pengawas sektor perbankan tidak perlu dipertanyakan lagi.
Meski begitu, tantangan yang dihadapinya tidak lantas menjadi lebih mudah. Di eksternal, OJK harus berhadapan dengan penilaian publik bahwa lembaga ini belum bekerja optimal. Di sektor perbankan masih banyak lobang-lobang yang bisa ditembus oleh para penjahat yang kerap menunggu kesempatan untuk membobol bank, selain ancaman laten berupa krisis keuangan yang berawal dari sektor itu. Selain itu juga tidak boleh dilupakan mengenai akses keuangan untuk si kecil.
“Tantangan OJK ke depan itu banyak sekali terutama di situasi ekonomi global dan domestik yang harus jadi perhatian. Dan tidak kalah penting adalah membuka akses keuangan yang kecil untuk pelayanan jasa keuangan,” kata Muliaman saat memberikan pesan kepada para komisioner yang baru dilantik.
Di sektor pasar modal tantangan yang nyata adalah mencapai target yang pada periode sebelumnya belum terwujud. Salah satunya adalah soal jumlah investor pasar modal yang ditarget 2 juta investor, namun saat ini baru sekitar 500.000 investor.
Tidak hanya akan menghadapi persoalan di sektor keuangan, Wimboh juga harus menghadapi tantangan internal yang berat karena harus memulai koordinasi dari awal. Padahal masalah koordinasilah yang menjadi penyebab pemerintah memaksakan diri untuk mendirikan lembaga yang mampu mengawasi lintas sektor industri keuangan pada 2012.
(DIPUBLIKASIKAN JUNI-JULI 2017)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar