Wimboh Santoso,
mulai menjabat sebagai Ketua Komisioner Otoritas Jasa Keuangan setelah resmi
dilantik pada 20 Juli lalu. Menurut Muliaman, pejabat sebelumnya, banyak sekali
tantangan dari lembaga itu terutama terkait situasi ekonomi global dan domestik.
Ungkapan tak ada gading yang tak
retak memang bisa disematkan kepada apa saja, kepada siapa saja, untuk
menggambarkan bahwa tidak ada yang sempurna di kolong langit ini. Akan tetapi
ungkapan itu juga bisa bermakna banyak.
Di satu sisi ungkapan itu bisa bermakna pembelaan, yaitu ketika
seseorang itu melakukan kesalahan atau memiliki cela maka ungkapan itu
menunjukkan bahwa itu adalah hal yang wajar. Di sisi yang berlawanan, itu juga
bisa bermakna bahwa setiap orang pasti ada kesalahan sehingga yang terjadi
adalah mencari-cari kesalahan. Tulisan yang akan tersaji di halaman-halaman
berikut ini bukan dimaksudkan untuk keduanya.
Maka ketika Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan yang baru sudah
berhasil terpilih Juli ini, kita berupaya untuk memberi catatan kritis mengenai
para pejabat yang akan mewakili kepentingan publik di sektor keuangan. Seperti
diketahui, Wimboh Santoso akhirnya terpilih menjadi Ketua Komisioner
menggantikan Muliaman Darmansyah Hadad.
Perihal tidak lolosnya nama kedua dalam seleksi calon ketua OJK memang
sempat menjadi tanda tanya besar di benak stake
holder industri keuangan. Padahal Muliaman tidak bisa dikatakan gagal, jika
tidak mau dibilang berhasil, dalam menakhodai otoritas super yang baru pertama
kali berdiri di Indonesia.
Jika memang berhasil maju hingga ke uji kepatutan dan kelayakan,
hampir dipastikan Muliaman akan mudah melewati tahap akhir itu siapapun
pesaingnya, karena menguasai hitam putihnya pengawasan industri keuangan. Akan
tetapi, menurut seorang pengamat industri keuangan, ketidaklolosan Muliaman
bisa jadi demi memuluskan Wimboh menjadi orang nomor satu di OJK.
“Mungkin karena Pak Wimboh orang Solo sama dengan Pak Presiden, jadi
nantinya komunikasi antara keduanya bisa lebih lancar. Bukan dalam hal
intervensi, tapi komunikasi untuk memajukan industri keuangan. Ini mungkin lho ya,” kata dia yang pernah berkarier
panjang di sektor perbankan dan tak mau disebutkan namanya.
Namun demikian di atas semua itu, Wimboh memang memiliki track record yang mumpuni di bidang
pengawasan perbankan. Bekal itulah yang diprediksi membuat dia tidak akan
mengalami kesulitan berarti untuk segera beradaptasi dengan tugasnya sebagai
pengawas seluruh industri finansial.
Pria kelahiran Boyolali, 15 Maret 1957 ini menghabiskan kariernya di
Bank Indonesia. Sempat menjadi wakil dari Muliaman Hadad ketika di Direktorat
Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Wimboh kemudian menjadi orang nomor satu
di direktorat tersebut, sebelum akhirnya ditugaskan menjadi Kepala Kantor
Perwakilan BI New York.
Di bank sentral, Wimboh merupakan sosok penting untuk reformasi
perbankan nasional setelah krisis 1997/1998 yang melanda Indonesia. Saat itu,
ayah 3 anak ini berada di Direktorat Penelitian dan pengaturan perbankan dan
memulai penerapan risk management, Good Corporate Governance, risk based supervision dan transformasi
sektor pengawasan bank di BI.
Ketika menjadi Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan,
lulusan Universitas Sebelas Maret Solo Jawa Tengah ini juga berhasil membentuk unit Stabilitas Sistem
Keuangan di BI. Dia juga membidani pembentukan OJK dan menyiapkan pembentukan
Jaring Pengaman Sistem Keuangan yang bekerjasama dengan Kementerian Keuangan
sebagai cikal bakal OJK saat ini.
Pada 2012, Wimboh menjadi Kepala Perwakilan BI di New York. Baru 10
bulan, Wimboh yang riset dan papernya sering di publikasikan di dalam dan luar
negeri ini, didaulat menjadi Direktur Eksekutif IMF mewakili ASEAN plus Fiji,
Tonga dan Nepal hingga April 2015. Pada 2015, Wimboh menggantikan Darmin
Nasution sebagai Komisaris Utama Bank Mandiri yang diangkat menjadi Menko
Perekonomian.
Kini Wimboh sudah resmi menjabat sebagai orang nomor satu di lembaga
pengawas keuangan paling super di Tanah Air. Sejak masuk menjadi kandidat
nakhoda OJK, Wimboh memang digadang-gadang akan mulus melewati ujian dan akan menjabat
posisi itu. Kepakarannya di bidang manajemen risiko makroekonomi dan
pengalamannya sebagai pengawas sektor perbankan tidak perlu dipertanyakan lagi.
Meski begitu, tantangan yang dihadapinya tidak lantas menjadi lebih
mudah. Di eksternal, OJK harus berhadapan dengan penilaian publik bahwa lembaga
ini belum bekerja optimal. Di sektor perbankan masih banyak lobang-lobang yang
bisa ditembus oleh para penjahat yang kerap menunggu kesempatan untuk membobol
bank, selain ancaman laten berupa krisis keuangan yang berawal dari sektor itu.
Selain itu juga tidak boleh dilupakan mengenai akses keuangan untuk si kecil.
“Tantangan OJK ke depan itu banyak sekali terutama di situasi ekonomi
global dan domestik yang harus jadi perhatian. Dan tidak kalah penting adalah
membuka akses keuangan yang kecil untuk pelayanan jasa keuangan,” kata Muliaman
saat memberikan pesan kepada para komisioner yang baru dilantik.
Di sektor pasar modal tantangan yang nyata adalah mencapai target yang
pada periode sebelumnya belum terwujud. Salah satunya adalah soal jumlah
investor pasar modal yang ditarget 2 juta investor, namun saat ini baru sekitar
500.000 investor.
Tidak hanya akan menghadapi
persoalan di sektor keuangan, Wimboh juga harus menghadapi tantangan internal
yang berat karena harus memulai koordinasi dari awal. Padahal masalah
koordinasilah yang menjadi penyebab pemerintah memaksakan diri untuk mendirikan
lembaga yang mampu mengawasi lintas sektor industri keuangan pada 2012.
(DIPUBLIKASIKAN JUNI-JULI 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar