Senin, 11 Mei 2015

Musim Efisiensi Bank

Penutupan kantor cabang dan pemangkasan karyawan nampaknya akan makin banyak terjadi tahun ini. Bank tengah melanjutkan langkah efisiensi demi menyeimbangkan kinerja keuangannya.
  
Perubahan siklus bisnis tengah menghampiri industri perbankan nasional. Setelah merasakan masa-masa keemasan, kini perbankan tengah menghadapi tahun-tahun yang berat. Dalam beberapa tahun belakangan kinerja keuangan industri tidak lagi sanggup berlari kencang seperti tahun-tahun sebelumnya.
Kini bank tidak lagi mudah mencetak laba dalam berbisnis di Indonesia, terutama dirasakan oleh bank-bank swasta dan campuran. Sepanjang dua tahun ini, laba bank-bank itu tidak bisa lagi tumbuh melampaui pencapaian sebelumnya.
BCA, bank swasta terbesar tak luput dari penurunan laba yang sepanjang 2014 hanya tumbuh 11,57 persen, padahal dalam periode sebelumnya mencapai 21,6 persen. Pelemahan keuntungan usaha juga dialami Bank CIMB Niaga, bank yang mayoritas sahamnya dikuasai CIMB Grup Malaysia, yang mencatat penurunan laba hingga 45 persen, dibandingkan tahun sebelumnya. Sesama bank yang dikuasai investor Malaysia, PT Bank International Indonesia Tbk (BII Maybank) juga mengalami kemerosotan lebih dari separo dalam hal laba bersih.
Bank swasta lainnya yang juga mengalami penurunan laba antara lain Bank Permata sebesar 8,7 persen dan Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) yang labanya turun 15,03 persen. Begitu pula Bank Danamon yang mencatat laba bersih setelah pajak melorot hingga 36 persen.
Tak pelak hal itu membuat perbankan menggelar langkah efisiensi demi menyeimbangkan kinerja keuangannya. Beberapa bank bahkan telah melakukan pemangkasan biaya sejak tahun lalu. Salah satunya Bank Danamon.
Setelah dua tahun belakangan labanya turun terus, Bank Danamon berbenah dan memulai gerakan efisiensi internal. Meningkatnya biaya membuat manajemen melakukan program efisiensi yang sudah dimulai dengan menutup beberapa kantor cabangnya sejak tahun lalu. Bahkan tahun ini, Bank Danamon dikabarkan akan menutup divisi-divisi yang dinilai tidak menguntungkan dan biasanya hanya menambah pos biaya. Konsekuensinya tentu, ada pemangkasan karyawan.
“Kalau yang level administratif bisa ditempelkan di divisi yang menghasilkan uang, kalau yang level manajerial ya tinggal menunggu untuk pensiun dini, atau mencari peluang di tempat lain,” kata sumber yang mengetahui persoalan itu.
Karyawan yang bertugas pada divisi pendukung untuk bagian pendanaan atau liabilities itu mengatakan bahwa divisinya tengah dalam proses penutupan. Selama ini dia dan pegawai lain dalam divisi itu bertugas menyiapkan dukungan baik berupa anggaran ataupun support komunikasi pemasaran bagi tiga divisi dalam pendanaan yaitu usaha kecil dan menengah, komersial dan korporat.
Menurut dia, yang sudah lebih dari sepuluh tahun bekerja di Danamon, pemangkasan karyawan juga terjadi di divisi-divisi lain yang dianggap tidak menghasilkan.
Berdasarkan laporan keuangan bank tersebut, hampir semua indikator pada beban operasional pada 2014 meningkat, yang menjadikan secara total biaya meningkat menjadi Rp14,379 triliun dibanding periode tahun lalu yang sebesar Rp13,568 triliun. Selain itu, dalam laporan yang sama kenaikan beban operasional yang paling besar adalah untuk bunga yang mencapai lebih dari 40 persen.
Meski begitu dalam siaran pers, manajemen Danamon mengaku sudah bisa menurunkan biaya operasional, meskipun tidak menampik adanya efisiensi dari penutupan kantor cabang.
“Penurunan biaya operasional sebesar 7 persen dibandingkan tahun lalu menunjukkan disiplin pada pengelolaan pengeluaran operasional serta inisiatif Danamon untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, termasuk relokasi cabang dan penyesuaian sumber daya manusia yang menghasilkan perbaikan dalam rasio biaya terhadap pendapatan (Cost Income Ratio/CIR) sebesar 1,9 persen dari 55,2 persen menjadi 53,3 persen dalam kuartal pertama tahun ini,” kata Vera Eve Lim, Direktur Keuangan Danamon. 
Efisiensi terlihat jelas pada penutupan ratusan kantor layanan sepanjang 2014 demi menekan biaya operasional. Sepanjang 2014, bank yang dimiliki investor Singapura telah menutup 24 kantor cabang utama konvensional, seratusan kantor cabang pembantu konvensional dan kantor Danamon Simpan Pinjam, serta seratusan kantor syariah.
Penutupan kantor cabang atau pengalihan dan penggabungan kantor layanan juga berlaku buat beberapa bank swasta lainnya. Meningkatnya biaya operasional menjadi penyebab yang memaksa pengelola bank melakukan efisiensi. Selain iklim bisnis yang berat dan kondisi ekonomi global yang makin ketat, aturan otoritas juga mendesak bank untuk melakukan berbagai penghematan.
Bank CIMB Niaga berdasarkan laporan keuangan akhir tahun lalu meraih perolehan pendapatan operasional selain bunga hingga akhir 2014 mencapai Rp3,1 triliun, turun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp3,6 triliun. Sementara beban operasional non bunga meningkat dari sebelumnya Rp8,1 triliun meningkat menjadi Rp10,5 triliun.
Sementara BCA, mencatatkan beban operasional selain bunga sebesar Rp23,242 triliun. Pengeluaran itu naik di atas 18 persen secara tahunan. Sedangkan, BII Maybank, dari kinerja sepanjang tahun lalu, pendapatan bunga bersih hanya tumbuh 7,5 persen menjadi Rp5,93 triliun ketimbang tahun sebelumnya Rp5,51 triliun. Namun demikian hal itu diikuti dengan melonjaknya beban bunga dari Rp5,39 triliun menjadi Rp7,46 triliun pada 2014.
Selain itu, jumlah pendapatan operasional lainnya turun tipis dari Rp1,94 triliun menjadi Rp1,92 triliun pada akhir tahun lalu. Celakanya, jumlah beban operasional lainnya BII Maybank justru meningkat menjadi Rp6,89 triliun dari sebelumnya Rp5,17 triliun.
Melambatnya kinerja keuangan bank dua tahun belakangan ini tidak bisa dipisahkan dari ‘krisis kecil’ yang terjadi pada Agustus 2013. Anjloknya nilai tukar rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebagai dampak dari penarikan arus modal asing saat itu membuat bank mengalami guncangan. Pemerintah merespons dengan berbagai langkah pengetatan agar perekonomian tidak terjerembab dalam resesi, mulai dari peluncuran empat kebijakan stimulus ekonomi sampai dengan kenaikan suku bunga (BI Rate).

Benchmark Efisiensi
Sejak dua tahun lalu sewaktu masih memegang fungsi pengawasan perbankan, Bank Indonesia juga sudah mengarahkan agar perbankan lebih efisien dalam menjalankan bisnis. Regulator telah membuat acuan (benchmark) biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) berdasarkan kelompok bank. Dan jika tidak patuh, maka bank dilarang ekspansi cabang.
Benchmark BOPO bagi bank umum kelompok usaha (BUKU) I maksimal 85 persen. BUKU II kisaran 78 – 80 persen, BUKU III sebesar 70-75 persen dan BUKU IV sebesar 65 – 60 persen. Dalam Surat Edaran No. 15/7/DPNP tentang pembukaan jaringan kantor bank umum berdasarkan modal inti yang diterbitkan 8 Maret 2013, ada tiga indikator yang dijadikan pertimbangan BI dalam meluluskan rencana pembukaan cabang. Yakni, ketersediaan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan jenis kantor bank (theoretical capital), porsi kredit usaha mikro kecil menengah (UMKM) atau usaha mikro kecil (UKM) dan efisiensi melalui BOPO dan NIM.
Aturan itu tak pelak memaksa bank untuk berpikir dua kali sebelum berekspansi membuka kantor cabang. Jadi alih-alih membuka cabang baru, demi efisiensi bank malah banyak yang menutup kantor layanannya. Kenaikan biaya operasional bank yang mencapai 21 persen sepanjang 2014 berpengaruh signifikan pada strategi ekspansi bank, karena kenaikan pendapatan operasional di waktu yang sama hanya 14 persen.
Sementara itu, pengamat perbankan, Ryan Kiryanto mengatakan harus ada perubahan cara pandang atau paradigm terkait dengan aktivitas operasional bank. Orientasi kepada upaya penciptaan nilai yang tercermin dari laba bersih harus melekat di setiap pegawai. Sejalan dengan itu, upaya-upaya untuk menanggulagi penyebab inefisensi harus dituntaskan segera.
Untuk itu bank harus segera membuat struktur organisasi bank yang lebih ramping dan efisien. Jika strukturnya sudah terlanjur gemuk karena terjadi pembesaran, jangan segan-segan untuk dipangkas agar menciut dan ramping. “Karena ramping, urusan birokrasi menjadi lebih cepat dan efisien. Pengambilan keputusan bisnis juga menjadi lebih cepat. Duplikasi pekerjaan karena tugas dan fungsi harus disatukan segera,” kata dia.
Bank, menurut Ryan, juga jangan mudah tergoda untuk membuat unit kerja baru, lebih-lebih unit kerja pendukung atau unit non bisnis. Bahkan jika perlu, bank melakukan konsolidasi organisasi melalui regrouping unit-unit kerja yang menyedot banyak biaya karena terlalu banyak orang dan jenis pekerjaannya pun bersifat bukan pekerjaan inti (non core activities).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar