Minggu, 21 Februari 2016

Pekerja Indonesia dalam Bahaya

Sumber daya manusia Indonesia dinilai belum siap menghadapi para pesaingnya dari negara-negara ASEAN. Bahkan dalam sebuah survei Internasional, daya saing pekerja Indonesia masih tertinggal.

Gong pasar bebas kawasan Asia Tenggara sudah dibunyikan. Inilah pertamakalinya, kita merasakan bagaimana negara kita boleh dimasuki oleh orang, barang dan investasi dari negara lain dengan bebas, berdasarkan sebuah aturan atau kesepakatan Internasional. Mungkin yang paling terasa dari kesepakatan yang sudah ditandantangani sejak 2007 itu adalah dibebaskannya arus jasa yang berarti juga arus tenaga kerja dari dan ke negara-negara ASEAN. Dengan jumlah penduduk dan wilayah terbesar di kawasan, Indonesia tentu menghadapi tantangan yang berat meski juga mendapatkan peluang yang lebih besar ketimbang negara lain.
Berdasarkan kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), mulai awal tahun ini, ada delapan profesi yang dibebaskan untuk hilir mudik di wilayah ini. Mereka adalah insinyur, arsitek, tenaga pariwisata, akuntan, dokter gigi, tenaga Survei, praktisi medis, dan perawat.
Lalu apakah gong pasar bebas itu juga merupakan sirene tanda bahaya bahwa pasar tenaga kerja Indonesia jebol dan akan dikuasai oleh pekerja-pekerja dari ASEAN? Jika kita tanya kepada Menteri Tenaga Kerja, M. Hanif Dakhiri tentu jawabannya adalah tidak. Persaingan dalam era MEA, kata Menaker, bukan lagi persoalan membendung atau mengendalikan tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia, tapi mendorong agar pekerja Indonesia berdaya saing tinggi dan mampu bersaing dengan pekerja asing. “MEA urusannya dengan daya saing. Bukan urusannya dengan bendung-membendung pekerja antar negara ASEAN. Kalo bendung-membendung lalu apa gunanya MEA?,“ kata Hanif.
Menurut Hanif, ada asumsi yang salah soal MEA dan perlu diluruskan, terutama terkait isu bakal maraknya tenaga kerja asing yang masuk Indonesia setelah berlakunya MEA. Pemberlakuan MEA jangan diibaratkan sebagai bendungan yang jebol dan akan mengakibatkan masuknya TKA secara besar-besaran.
"Banyak yang berpikir MEA itu seperti bendungan dijebol, sehingga ada dua kelompok pekerja (luar dan dalam negeri) yang saling berhadapan. Masyarakat jangan khawatir, karena asing yang masuk harus mempunyai kompetensi yang sesuai dengan jabatan yang ditawarkan. Justru saya malah khawatir banyak tenaga profesional kita yang bekerja di luar negeri karena tingkat kesejahteraannya lebih tinggi," kata Hanif.
Apa yang diutarakan oleh Menteri Hanif memang benar. Berdasarkan aturan pasar bebas kawasan, pekerja-pekerja yang boleh melintas batas adalah mereka-mereka yang memiliki kemampuan mumpuni (skilled labour), dan juga telah tersertifikasi.
Dalam aturan MEA disebutkan bahwa setiap warga negara anggota ASEAN yang memiliki keterampilan di bidang tertentu dimana suatu negara memberikan komitmen, dapat keluar dan masuk dari satu negara ke negara lain untuk mendapatkan pekerjaan. Tanpa adanya hambatan di negara yang dituju, mereka bisa bekerja dalam bidang perdagangan barang, jasa dan investasi sesuai dengan peraturan yang berlaku di negara penerima.
Tenaga kerja dalam MEA memang hanya ditujukan khusus kepada skilled labour. Mengingat tenaga kerja kurang terampil sangat sensitif, maka pembahasan mengenai tenaga kerja kurang terampil (unskilled labour) tidak menjadi bagian dalam AEC 2015. Secara umum skilled labour dapat diartikan sebagai pekerja yang mempunyai keterampilan atau keahlian khusus, pengetahuan, atau kemampuan di bidangnya, yang bisa berasal dari lulusan perguruan tinggi, akademisi atau sekolah teknik ataupun dari pengalaman kerja yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi atau ijazah.

Daya saing SDM            
Akan tetapi, Menteri Hanif mungkin belum mengetahui bahwa daya saing pekerja Indonesia tidak setara dengan jumlah penduduknya dan luas wilayahnya. Saat ini, daya saing tenaga kerja terampil Indonesia masih jauh tertinggal di bawah negara-negara ASEAN. Berdasarkan penelitian dari lembaga riset global, dari 1.000 tenaga kerja Indonesia, SDM yang terampil hanya 4,3 persen sedangkan rasio Filipina 8,3 persen dan Malaysia 32 persen. Singapura dan Thailand memiliki rasio yang lebih besar lagi.          
Sementara itu, dalam laporan dari Institute of Management Development (IMD) yang merupakan lembaga pendidikan bisnis terkemuka di Swiss, yang berjudul IMD World Talent Report 2015 terlihat bahwa profesional Indonesia masih relatif kalah bersaing dengan negara-negara di Kawasan ASEAN. Laporan IMD itu berdasarkan penelitian berbasis survei yang menghasilkan peringkat tenaga berbakat dan terampil di dunia tahun pada tahun 2015. Tujuan dari diadakannya pemeringkatan oleh IMD adalah untuk menilai sejauh mana negara tersebut menarik dan mampu mempertahankan tenaga berbakat dan terampil yang tersedia di negaranya untuk ikut berpartisipasi dalam perekonomian di suatu negara.
Indonesia, yang merupakan salah satu dari 61 negara di dunia yang di survei, berada pada peringkat ke-41. Posisi itu turun 16 peringkat karena pada 2014, Indonesia berada pada peringkat ke-25. Posisi Indonesia berada jauh di bawah posisi negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, bahkan Thailand. Posisi Indonesia juga hanya sedikit lebih baik dari Filipina.
Pemeringkatan ini dihitung dengan bobot tertentu dengan mempertimbangkan tiga faktor yaitu faktor pengembangan dan investasi, faktor daya tarik suatu negara, dan faktor kesiapan sumber daya manusia. Masing masing faktor terbagi lagi ke dalam beberapa rincian lainnya.
Pada dua faktor pertama, Indonesia mempunyai peringkat yang relatif sama dengan tahun sebelumnya. Akan tetapi untuk faktor ketiga yaitu kesiapan sumber daya manusia merupakan hal yang paling dominan menyumbang angka penurunan peringkat tenaga terampil Indonesia di tahun 2015. Pada tahun 2014, Indonesia masih menduduki peringkat ke-19 untuk faktor ini. Di tahun 2015, peringkat kesiapan tenaga kerja Indonesia terjerembab ke peringkat 42.
Faktor kesiapan tenaga kerja Indonesia juga dianggap masih kurang bersaing dari negara lain di tahun 2015. Untuk faktor ini, Indonesia hanya unggul dalam pertumbuhan angkatan kerja saja dimana Indonesia menduduki peringkat kelima. Indikator lainnya seperti pengalaman internasional, kompetensi senior manajer, sistem pendidikan, pendidikan manajerial, dan pada keterampilan bahasa berada pada peringkat di atas 30. Bahkan untuk keterampilan keuangan, Indonesia berada pada peringkat ke-44.
Oleh karena itu, pengamat ekonomi Universitas Airlangga Kresnayana Yahya berani menyimpulkan bahwa sebagian besar pekerja jasa di Indonesia belum siap menghadapi MEA. “Di Indonesia sendiri, kerja jasa itu masih belum populer. Dalam arti penghargaannya, bukan hanya uang tapi pengakuannya juga belum sebesar itu," kata Kresnayana.
"Di Singapura dan Malaysia pariwisata itu contohnya sudah jadi main source of income (pemasukan utama). Indonesia masih sangat kecil. Karena itu, profesional dalam bidang ini juga masih sangat terbatas," jelas Kresnayana.*


Mereka yang akan bersaing:

1. Insinyur
Ini berlaku untuk semua insinyur, yang kalau di Indonesia memakai gelar ST alias sarjana teknik. Para insinyur bergabung dalam organisasi profesi yang disebut Persatuan Insinyur Indonesia (PII).
Saat ini ada 14 jenis profesi insinyur di Indonesia, mulai dari insinyur mesin, geodesi, teknik fisika, teknik sipil, dan teknik kimia.

2. Arsitek
Arsitek adalah mereka yang ahli arsitektur, yaitu ahli rancang bangun atau ahli lingkungan binaan.
Lingkup pekerjaan arsitekur sangat luas dan meliputi interior, lingkup bangunan, lingkup kompleks bangunan, sampai dengan lingkup kota, dan regional.
Posisinya yang strategis bahkan bisa membuat sebuah pembangunan dihentikan karena tidak sesuai dengan persyaratan yang sudah disepakati.

3. Tenaga pariwisata
Tenaga pariwisata merupakan profesi yang sangat dibutuhkan di Indonesia karena potensi objek pariwisata Indonesia yang cukup banyak.
Pada dasarnya, jenis tenaga kerja pariwisata cukup banyak karena banyaknya profesi yang berhubungan dengan sektor yang satu ini. Beberapa contoh di antaranya adalah bidang maskapai penerbangan yang mencakup agen tiket, pilot, pramugari, katering, dan lain-lain. Bisa juga bidang perhotelan, di mana yang terlibat adalah manager hotel, room service staff, controller, dan lain-lain.

4. Akuntan
Akuntan adalah mereka yang ahli di bidang akuntansi. Profesi akuntan dibedakan atas beberapa macam, di antaranya adalah akuntan publik, akuntan intern, akuntan pemerintah, dan akuntan pendidikan. Tugas masing-masing akuntan juga berbeda-beda. Ada yang mengurus akuntansi keuangan (financial), akutansi biaya (cost), bahkan akuntasi pajak (tax).

5. Dokter gigi
Dokter gigi bertugas untuk melakukan pencegahan kerusakan dan penyakit pada gigi dan mulut. Saat ini yang mengambil profesi dokter gigi di Indonesia masih sedikit, sehingga banyak peluang kerja untuk profesi yang satu ini.

6. Tenaga survei
Tenaga survei yang dimaksud di sini adalah mereka yang ahli dalam bidang pengukuran bumi, dalam hal ini pengukuran tanah ataupun darat. Jadi bukan tenaga survei untuk pemilu atau badan survei yang selama ini sering kamu dengar.
Umumnya, tenaga survei atau surveyor berasal dari sekolah-sekolah yang mengajarkan ilmu-ilmu pengukuran bumi, di antaranya adalah lulusan Teknik Geodesi dan Geomatika dari universitas atau lulusan Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (BPN), dan institusi lain yang bergerak dalam kerekayasaan konstruksi. Hingga saat ini kebutuhan untuk tenaga survei masih sangat tinggi di Indonesia.

7. Praktisi medis                   
Dengan masuknya praktisi medis dalam daftar profesi yang boleh wara-wiri di ASEAN, maka jangan heran bila kamu bertemu dokter asing di sebuah rumah sakit yang kamu kunjungi.

8. Perawat
Selain dokter dan dokter gigi, perawat juga memiliki kesempatan kerja di seluruh negara ASEAN bila mereka memiliki kompetensi yang meyakinkan plus jam terbang yang lumayan tinggi.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar