Selasa, 19 Januari 2016

Antara Sentimen dan Fundamental

Malang benar nasib Bank Indonesia. Sejak tahun lalu otoritas moneter ‘disindir-sindir’ pemerintah, pengamat, serta pelaku pasar karena tidak mau menurunkan suku bunga acuan untuk mendorong perekonomian. Bahkan pada rapat dewan gubernur, beberapa kali menjelang akhir tahun lalu, ketika BI mengatakan ada ruang untuk pelonggaran moneter, suku bunga acuan alias BI Rate tidak juga diturunkan. Hal itu menambah tekanan kepada bank sentral yang dianggap tidak peduli mengenai sektor riil.
Januari lalu, giliran Bank Indonesia merealisasikan pernyataannya mengenai tersedianya room untuk pelonggaran dengan menurunkan BI Rate, publikasi itu ‘termakan’ hingar bingar berita mengenai teror yang menimpa Ibu Kota. Sejak menjelang siang hari, media –terutama televisi dan daring –tak henti-hentinya menyampaikan setiap detik perkembangan serangan teroris yang terjadi di kawasan bisnis dan pemerintahan, Jalan MH Thamrin, Jakarta.
Akan tetapi apakah ini berarti dampak kebijakan ini akan tertelan dengan kecemasan pelaku ekonomi atas serangan teroris itu? Jawabanya tidak. Ada setidaknya dua faktor yang menguatkannya. Pertama, seperti diungkapkan banyak pihak, teror bom di Indonesia tidak akan berdampak lama bagi ekonomi. Paling lama sentimen negatif dari teror bom dan serangan tersebut hanya bertahan satu minggu. Pengalaman saat peristiwa Bom JW Marriot dan Bom Bali 1 dan 2 sudah membuktikan hal itu.
Kedua, terkait dengan yang pertama, teror bom beserta dampak negatifnya itu hanya menciptakan sentimen negatif yang berarti hanya sementara, sedangkan penurunan BI Rate adalah fundamental. Mengapa fundamental, karena dengan turunnya bunga acuan maka pengenaan suku bunga kredit bank akan ikut turun, seharusnya. Turunnya suku bunga akan menekan biaya dana bank (cost of fund) dan juga biaya dana yang siap dipinjamkan (cost of loanable fund/COLF)
Cara yang paling sederhana dan mudah untuk menghitung biaya dana bank yaitu hanya menjumlahkan seluruh biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan penghimpunan dana (funding) dibagi dengan total dana yang dihimpun bank pada tahun yang sama. Karena bunga untuk funding biasanya akan cepat menyesuaikan begitu ada perubahan BI Rate maka biaya dana otomatis juga akan turun.
Sementara itu, perhitungan COLF adalah dengan memasukan biaya penempatan dana pada giro wajib minimum di BI pada angka cost of fund. Setelah tahun angka biaya dana yang siap dipinjamkan maka bank akan menambahkan dengan biaya-biaya atau angka lainnya untuk kemudian menjadi suku bunga dasar kredit. Di antaranya adalah profit margin, pajak atas profit margin, cadangan, dan biaya overhead dan tenaga kerja.
Meskipun bank bisa saja berkilah bahwa penurunan BI Rate tidak akan menurunkan bunga kredit karena biaya-biaya lainnya meningkat, tetapi setidaknya kita tahu bahwa penurunan BI Rate telah menurunkan biaya dana bagi bank.
Jika ternyata suku bunga kredit masih tidak turun juga, sudah seharusnya pemerintah, pengamat, serta pelaku pasar beralih untuk menyindir pemilik bank. Karena kalau tidak begitu, malang benar nasib kebijakan BI.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar