Selasa, 24 Januari 2017

Batu Sandungan Penurunan Bunga

Jalannya operasi penurunan suku bunga yang digelar otoritas tidak akan semulus seperti yang direncanakan. Selain tantangan dari rencana kenaikan suku bunga The Fed, tantangan dari sisi otoritas sendiri bisa menjadi batu sandungan keberhasilan operasi tersebut.


Sudah melewati tengah tahun tetapi tanda-tanda suku bunga single digit yang didengung-dengungkan sejak awal tahun belum juga terlihat. Padahal tiga otoritas sudah bahu membahu memberikan dukungan untuk menekan suku bunga baik deposito maupun kredit. Hingga awal Juni suku bunga kredit hanya turun kurang dari 20 basis poin jika dihitung sejak awal tahun. Sementara bunga deposito turun di kisaran 40 basis poin dalam kurun waktu yang sama.
Sebagian kalangan menyebut bahwa keinginan otoritas mengarahkan suku bunga ke level single digit akan menghadapi beberapa tantangan yang tidak ringan, bahkan yang berasal dari otoritas itu sendiri. Salah satunya terkait aturan.
Otoritas Jasa Keuangan memiliki aturan tegas untuk menghindari bank mengenakan bunga seenaknya. Otoritas itu telah mengatur bahwa suku bunga deposito bank tidak boleh melebihi batas tertentu dari suku bunga acuan. Pada Maret lalu capping bunga deposito bank ditetapkan sebesar 75 sampai 100 basis poin dari BI Rate.
Batas atas suku bunga itu diberlakukan hanya kepada bank-bank yang masuk kategori BUKU 3 dan 4, atau bank-bank yang memiliki modal inti minimal Rp5 triliun. Jadi bank-bank itu hanya boleh memberikan suku bunga deposito maksimal 7,50 sampai 7,75 persen. Batasan suku bunga deposito sudah diberlakukan sejak lembaga itu berdiri pada 2004. Hingga akhir 2004, regulator perbankan ini menetapkan batas atas bunga deposito untuk bank BUKU 4 maksimal 200 bps di atas BI rate, sedangkan untuk bank BUKU 3 maksimal 225 bps di atas BI rate
Masalahnya adalah, BI Rate yang sekarang berada di level 6,75 persen dan menjadi acuan bagi bunga 12 bulan, pada Agustus nanti akan diubah menjadi 7 hari atau diubah menjadi 7 Day Repo Rate yang besarnya sekitar 5,5 persen. Artinya posisi suku bunga akan menjadi lebih rendah.
“Jika saat ini otoritas perbankan memiliki batas atas suku bunga deposito yang besarnya BI Rate plus 100 basis poin, nanti kalau BI Rate menjadi 7-Day Repo Rate, apakah ceiling rate-nya jadi 7-Day Repo Rate plus 100 basis poin juga?” kata Leo putra Renaldy, Analis Mandiri Sekuritas.
Jika itu terjadi maka akan ada perubahan signifikan dan mendadak pada pengenaan bunga deposito bank, dan hal itu diperkirakan akan mengguncang bank. Oleh karena itu, Leo memprediksi OJK akan tetap mempertahankan aturan lama. “Kalau menurut saya tetap akan di BI Rate plus 100 dalam arti tidak berubah besaran batas atas bunga depositonya,” kata Leo.
Sampai saat ini memang belum ada aturan resmi yang dikeluarkan oleh OJK menanggapi perubahan suku bunga acuan itu, dan hal itu terus dinantikan oleh pelaku pasar.  "Apa yang akan dilakukan mereka? Market ingin lihat benar tidak OJK akan tetap pakai suku bunga 12 bulan? Walau banyak yang berasumsi demikian, kita tunggu saja respons mereka," kata Leo.
Sementara itu, OJK sejatinya sudah mempersiapkan langkah untuk merespons perubahan aturan bank sentral mengenai BI Rate. Akan tetapi sampai artikel ini ditulis aturan itu masih dikaji. “Nanti kita lihat. Kita tahu dan kita lakukan ini secara hati-hati. Tapi tetap keinginan untuk menjadikan bunga single digit tahun ini tetap jalan. Nanti kita lihat dulu. Akan kita review dulu bagaimana responnya. Karena masa adjustment ini penting," kata Muliaman.
Dalam peraturan OJK soal pembatasan suku bunga deposito, hanya bank yang masuk kategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 3 dan BUKU 4 yang terkena imbas aturan capping bunga itu.
Dengan adanya pembaruan aturan capping tersebut, kata Muliaman, bank BUKU 1 dan bank BUKU 2 harus diatur, meski sebetulnya tidak ada batasan bagi mereka. "BUKU 1 dan BUKU 2 nanti didekati dengan persuasi. Sebenarnya tidak ada batasan, tapi kan mereka harus sejalan," lanjut dia.
Menurut Muliaman, sekitar 80 persen industri keuangan nasional sudah masuk kategori BUKU 3 dan BUKU 4. "Mereka disebut sebagai price sector. Kalau price sector menetapkan, biasanya yang lainnya ngikut," katanya.


Cara lain
Terkait dengan keinginan otoritas keuangan dan regulator lainnya agar bank bisa menurunkan suku bunga hingga single digit, OJK meminta industri perbankan untuk memaksimalkan layanan digital agar biaya operasional semakin efisien sehingga dapat mendorong penurunan suku bunga kredit perbankan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon, dalam diskusi mengenai Perbankan Digital, di Jakarta, bulan lalu mengatakan efisiensi perbankan mutlak harus dilakukan.  “Salah satunya dengan teknologi yang dapat meningkatkan efisiensi, dan pada akhirnya bisa menurunkan suku bunga,” ujar dia.
Dalam meningkatkan layanan digital, Nelson mengatakan, perbankan perlu menyiapkan diri, termasuk dalam penganggaran belanja modal teknologi informasi (TI).
Selain belanja modal untuk TI, beberapa tantangan lainnya adalah industri juga perlu mengubah orientasi dari cara konvensional untuk melayani nasabah menjadi pelayanan digital.
Pada sisi lain, katanya lagi, kerja sama perbankan dan industri telekomunikasi juga harus terjalin dengan baik. “Dari sisi regulator, ada juga penyelarasan aturan antarregulator.” ujarnya.
OJK juga telah membentuk Tim Gugus Tugas Perbankan Digital. Tim ini akan mengkaji dan menyimpulkan rekomendasi mengenai peta jalan penerapan perbankan digital di Indonesia. Nelson mengatakan Tim Gugus Tugas itu telah melakukan kajian awal. Berdasarkan kajian tersebut, tim menyimpulkan bahwa perbankan dan penyedia jasa telekomunikasi berkomitmen untuk menghadirkan sejumlah layanan berbasis teknologi digital.
“Namun, ada beberapa hal yang menjadi perhatian yaitu penggunaan identitas tunggal, seperti KTP elektronik bagi perbankan sebagai basis data nasabah,” ujar dia pula.
Hasil kajian itu pula, katanya lagi, OJK melihat perbankan perlu menerapkan manajemen risiko yang baik dan model bisnis yang sesuai dengan kebutuhan nasabah, “Perlu juga peningkatan pengamanan. Penerapan perbankan digital menyebabkan pintu masuk bagi pelaku kriminal siber menjadi lebih terbuka,” katanya.
OJK tengah mendorong peningkatan efisiensi perbankan, dengan mengeluarkan insentif bagi perbankan agar dapat menurunkan biaya operasional (overhead cost) dan biaya risiko kredit bermasalah.

Tantangan Eksternal
Akan tetapi, rencana penurunan bunga mendapatkan tantangan sengit karena bank sentral AS diperkirakan akan melanjutkan kenaikan suku bunga acuannya setelah akhir tahun lalu dinaikkan pertama kali dalam 15 tahun terakhir.
Menurut pejabat Bank Indonesia, jika The Fed benar-benar menaikkan suku bunga maka BI juga akan mengikutinya. Memang, kalau suku bunga global naik, kita pasti akan naikkan suku bunga juga. Tapi Indonesia saya yakin akan lebih siap," ucap Direktur Departemen Pengelolaan Moneter BI Pribadi Santosodi.
Rencana The Fed menaikkan tingkat suku bunga acuan dinilai bakal meningkatkan tantangan terhadap ekonomi Indonesia di semester II-2016. Terlebih lagi, ada ekspektasi tinggi jika The Fed akan meningkatkan suku bunga dari level saat ini sebesar 0,25 persen sampai dengan 0,5 persen.
Analis Mandiri Sekuritas Leo Putra Rinaldy menyebutkan, kemampuan pemerintah untuk mencapai target penerimaan juga menjadi tantangan lainnya yang bisa menganggu stabilitas ekonomi di semester kedua. Hal ini termasuk bagaimana pemerintah mengurangi risiko fiskal.
Selain itu, pemerintah juga perlu mewaspadai tingginya kepemilikan asing di obligasi pemerintah. Apalagi dengan porsi kepemilikan asing mencapai 37 persen, akan sangat rentan terjadi gejolak ketika ada kenaikkan suku bunga di negara maju sehingga dana yang ada di Indonesia keluar menuju negara maju tadi.
Di pasar modal kepemilikan asing hampir 60 persen. Ini menjadi perhatian penting bagi Bank Indonesia. Selain Fed Fund Rate, juga investor akan menunggu apakah BI bisa menjaga nilai tukar Rupiah. Juni sampai Agustus paling critical bagi pasar," lanjut dia.
Oleh karena itu, Leo meminta agar pemerintah tidak terlalu optimis dalam menargetkan pertumbuhan ekonomi. Sebab dengan ekspektasi yang tinggi, pasar akan sangat terganggu ketika target pertumbuhan ekonomi tak tercapai. "Gejolak pasar saat itu terjadi karena pemerintah terlalu sering melontarkan ekspektasi tinggi untuk pertumbuhan ekonomi. Di pasar keuangan, ekspektasi yang dilontarkan pemerintah sangat penting untuk dijaga dan itu menentukan sentimen dari pasar," kata dia.

(dipublikasikan Juni 2016)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar