Selasa, 24 Januari 2017

Menyetarakan Nasabah dengan Bank

Otoritas akan mengeluarkan beberapa ketentuan yang akan mendongkrak posisi tawar nasabah dan sekaligus memproteksinya dari produk-produk keuangan yang bisa membawa bencana. Mulai penyempurnaan penyelesaian sengketa di internal hingga penyeragaman mekanisme penawaran produk menjadi hal yang akan dilakukan otoritas.


“Perlindungan konsumen bukanlah habitat alamiah dari bank sentral”. Kata-kata itu pernah diucapkan oleh Eddie George, Gubernur bank Sentral Inggris atau Bank of England periode 1993-2003. Dan ketika bank sentral Indonesia sudah memisahkan pengawasan perbankan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2014, kata-kata Eddie George masih terngiang-ngiang.
Dalam regulasi yang mengatur OJK, lembaga itu tidak boleh terlibat dalam kasus sengketa yang melibatkan nasabah dan bank. Hal itulah yang membuat lembaga pengawas harus puas hanya menjalankan fungsinya sebagai otoritas yang memverifikasi dan mengklarifikasi kasus-kasus sengketa antara nasabah dan bank.
Meski tidak bisa melindungi nasabah secara langsung ketika terjadi sengketa, bukan berarti OJK berdiam diri meratapi keadaan. Otoritas, khususnya Direktorat Edukasi Dan Perlindungan Konsumen, tetap melindungi nasabah dan terus menyeimbangkan posisi nasabah di hadapan perbankan.
Salah satu cara yang akan dilakukan adalah mendesak perbankan dan lembaga jasa keuangan untuk melakukan standardisasi internal dispute resolution (IDR). Mekanisme itu menjelaskan bahwa konflik antara nasabah dan perusahaan jasa keuangan diupayakan diselesaikan lewat mekanisme internal misalnya melalui layanan nasabah. “Standardisasi IDR mendesak diperlukan. Kami nanti akan meminta bank harus menyediakan unit kerja khusus (penyelesaian sengketa) dan unit itu harus punya akses ke semua lini,” kata Anto Prabowo, Kepala Departemen Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan.
Dalam draf Standar Internal Dispute Resolution yang tengah disusun OJK dan diperoleh redaksi Stabilitas akan ada beberapa ketentuan yang akan diluncurkan. Di antaranya adalah pejabat yang melaksanakan fungsi IDR wajib bersiifat independensi dan memiliki akses kepada fungsi lainnya. Penunjukan pejabat harus memperhatikan jenis produk atau layanan, jenis jumlah dan penyebaran konsumen, nilai transaksi yang dilakukan, struktur organisasi dan penyebaran kegiatan operasional.
Selain itu, pejabat itu juga harus memiliki pengetahuan mengenai jenis produk atau layanan, pengalaman dibidang pelayanan konsumen, dan kewenangan utk membuat keputusan terhadap pelayanan pengaduan. Dan dia diwajibkan Memonitor dan respons terhadap sistem traceable dan  trackable yang dimiliki OJK. “Kesemua rencana aturan itu berdasarkan pada Pasal 29 Undang-Undang OJK bahwa kami memfasilitasi penanganan pengaduan konsumen keuangan dan masyarakat,” kata Anto.
Untuk mendukung mekanisme IDR, lembaga pengawas juga sudah membentuk layanan keuangan terintegrasi yang dinamakan Financial Costumer Care (FCC) 2012 lalu. FCC bisa dihubungi nasabah jika keluhannya kepada bank belum juga ditanggapi dan direspons serta diselesaikan.
Beberapa bulan lalu, OJK juga sudah, OJK telah membentuk Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) di semua sektor jasa keuangan. Sebelumnya penyelesaian konflik antara nasabah dan perusahaan jasa keuangan hanya diupayakan lewat mekanisme internal dan FCC. LAPS dijalani nasabah dan bank jika mekanisme tersebut gagal, otoritas juga menyediakan saluran untuk membantu percepatan penyelesaian sengketa. “LAPS diharapkan menjadi sarana bagi penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan. Dalam menjalankan kegiatannya, LAPS wajib menerapkan prinsip- prinsip penyelesaian sengketa berupa aksesibilitas, independensi, keadilan, efisiensi dan efektifitas,” kata Kusumaningtuti S. Soetiono, Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen saat mengumumkan pembentukan lembaga itu.
OJK sekaligus juga mengeluarkan daftar lembaga alternatif yang dinilai memenuhi persyaratan, teruatama dalam hal penerapan prinsip penyelesaian sengketa. Sejak Januari 2016 terdapat 6 LAPS yang terdaftar di OJK setelah melalui proses penilaian yang melibatkan berbagai komponen yang dapat beroperasi melayani konsumen keuangan di sektor jasa keuangan.
Daftar LAPS yang sudah beroperasi yaitu Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI), Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), Badan Mediasi Dana Pensiun (BMDP), Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (BAMPPI), dan Badan Mediasi Pembiayaan dan Pegadaian Indonesia (BMPPI).

Welcome Call
               
Selain melakukan penyeragaman dalam penyelesaian sengketa nasabah lewat internal, OJK juga berencana mewajibkan lembaga-lembaga keuangan terutama perbankan untuk menerapkan ‘welcome call’. Bank dengan mekanisme itu harus menjelaskan kembali kepada nasabah yang sudah membeli produk atau jasa yang dijualnya dengan menelpon nasabah itu secara langsung. “Penjelasannya berkisar profil produk, risikonya dan biaya-biaya yang harus ditanggung nasabah. Bank harus memastikan nasabah memahami produk yang dia beli,” kata Anto.
Mekanisme itu diperlukan karena masih banyak nasabah yang membeli produk keuangan tanpa mengetahui risiko dan biayanya, dan di sisi lain agen penjual tidak menjelaskan dan membuka semua informasinya. Bahkan ironisnya, pemahaman yang rendah itu kadang dimanfaatkan oleh agen-agen seperti penjual produk unitlink dengan memberi penjelasan yang sederhana dan membandingkannya produk itu dengan tabungan berjangka waktu tertentu. "Banyak agen hanya menjelaskan ini seperti tabungan yang tak bisa diambil lalu nanti akan ada hasilnya," ujar Anto.
Tak heran kalau kemudian produk asuransi yang satu ini menjadi sumber utama pendapatan perusahaan asuransi. Pada kuartal keempat tahun lalu kontribusi premi unitlink mencapai 56,2 persen, lebih besar dibanding konvensional yang hanga 43,8 persen. Akan tetapi hal itu juga memantik perseteruan antara nasabah dan perusahaan asuransi. Menurut OJK sengketa pengaduan yang masuk atas produk unitlink hampir melibatkan semua bank dan perusahaan asuransi.
Untuk mencegah timbulnya persoalan mengenai produk-produk keuangan, OJK akan meminta kepada para pelaku industri untuk melakukan konfimasi dan penjelasan sekali lagi kepada nasabah baru lewat mekanisme wellcome call. "Dari 10 perusahaan yang disurvei OJK, delapan sudah melakukan dengan kesadarannya. Wellcome call  bisa menekan munculnya pengaduan," kata Anto.
Maraknya penawaran produk keuaangan memang sempat membuat gundah OJK. Pasalnya banyak tawaran-tawaran itu yang dilakukan terlalu agresif tanpa mengindahkan kepentingan konsumen. Selain itu, investasi bodong juga menjadi gangguan lain bagi otoritas karena banyak membawa korban kerugian pada masyarakat.
Untuk masalah yang satu itu, lembaga pengawas telah menyiapkan langkah strategis. OJK akan  membentuk satuan tugas (satgas) Waspada Investasi dengan menggandeng lembaga lain. Satgas itu akan bertugas mengawasi pertumbuhan perusahaan investasi ilegal yang tumbuh subur.
“Saat ini OJK sedang menyiapkan rancangan SKB (Surat Keputusan Bersama). Senin depan kami kumpulkan dulu biro hukum, dan tanggal 21 target penandatangan,” kata Direktur Kebijakan dan Dukungan Penyidikan OJK Tongam L. Tobing.
Satgas Waspada Investasi itu terdiri dari lembaga-lembag seperti OJK, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
                Kehadiran satgas itu sangat mendesak mengingat hingga pertengahan tahun ini OJK mendapatkan laporan masyarakat bahwa ada 406 perusahaan investasi ilegal yang beredar dan tengah mengumpulkan dana publik. Jumlah ini meningkat dua kali lipat dibanding pada 2014 yang hanya 262 perusahaan yang diintai.
                Indonesia bukan satu-satunya negara yang tengah bergegas melengkapi aturan untuk melindungi konsumen keuangan. Di AS, otoritas keuangan yang dipegang bank sentral telah menerbitkan Dodd-Frank Act yang mewajibkan pembentukan lembaga baru yang independen di bawah the Fed yang khusus bertugas melindungi konsumen jasa keuangan. Inggris juga berencana mendirikan lembaga perlindungan konsumen keuangan tersendiri. Otoritas memanga harus segera menyesuaikan diri dalam melindungi konsumen karena selama ini hal tersebut memang bukan habitat alamiahnya. Setidaknya itulah yang dikatakan Eddie George, mantan Gubernur bank Sentral Inggris yang meninggal 2009 lalu.

(dipublikasikan Juni 2016)

                                                                                    

2 komentar:

  1. Saya Widaya Tarmuji, saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah TRACY MORGAN LOAN FIRM. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir 32 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.

    Tapi Tracy Morgan memberi saya mimpi saya kembali. Ini adalah alamat email yang sebenarnya mereka: tracymorganloanfirm@gmail.com. Email pribadi saya sendiri: widayatarmuji@gmail.com. Anda dapat berbicara dengan saya kapan saja Anda inginkan. Terima kasih semua untuk mendengarkan permintaan untuk saran saya. hati-hati

    BalasHapus
  2. KABAR BAIK!!!

    Nama saya Aris Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu untuk Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran dimuka, tetapi mereka adalah orang-orang iseng, karena mereka kemudian akan meminta untuk pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, sehingga hati-hati dari mereka penipuan Perusahaan Pinjaman.

    Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial dan putus asa, saya telah tertipu oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan digunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dan tingkat bunga hanya 2%.

    Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya diterapkan, telah dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.

    Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan menghubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan oleh kasih karunia Allah ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda menuruti perintahnya.

    Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan bercerita tentang Ibu Cynthia, dia juga mendapat pinjaman baru dari Ibu Cynthia, Anda juga dapat menghubungi dia melalui email-nya: arissetymin@gmail.com sekarang, semua akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening mereka bulanan.

    Sebuah kata yang cukup untuk bijaksana.

    BalasHapus