Minggu, 08 Februari 2009

Bank BUMN Harus Jadi Pionir

Penurunan suku bunga kredit secara agresif dinilai bisa dimulai oleh bank-bank pelat merah. Namun pemerintah harus memberikan subsidi suku bunga kepada perbankan.

JAKARTA – Bank-bank pemerintah diharapkan menjadi motor penggerak dalam mendorong penurunan suku bunga kredit setelah bank sentral memangkas suku bunga acuan.

Perbankan dinilai lamban merespons penurunan BI Rate sebesar 125 basis poin sejak Desember dengan menurunkan suku bunga kredit. Perbankan enggan menurunkan bunga secara drastis karena masih tingginya biaya pendanaan (cost of fund) serta biaya operasional yang harus ditanggung.

Oleh karena itu bank-bank milik negara diharapkan dapat memulai penurunan bunga kredit secara lebih agresif.

Namun demikian, jika bank BUMN menurunkan suku bunga lebih rendah dari tingkat bunga yang berlaku di pasar maka kinerja mereka akan terancam menurun.

Oleh karena itu menurut pengamat agar bank-bank pemerintah bersedia menurunkan bunga terlebih dahulu secara agresif, maka pemerintah harus memberikan subsidi. “Dengan adanya insentif berupa subsidi, maka (potensi berkurangnya pendapatan) bunga akan diabsorb pemerintah,” kata pengamat ekonomi dan keuangan, Djoko Retnadi di Jakarta, Kamis (5/1).

Dengan demikian kemungkinan bank pelat merah kalah bersaing dalam memperoleh pendapatan bunga yang menggerus laba bersihnya bisa dihindari.

Saat ini menurut Djoko, sektor riil meminta suku bunga kredit di level 10 persen lebih rendah dari suku bunga yang ditawarkan perbankan yang berkisar 12 hingga 15 persen.

“Jika pemerintah memberikan subsidi dengan mengabsorb selisih bunga bank dengan suku bunga pasar, maka diperkirakan bank pemerintah akan dapat merespons,” kata Djoko.

Direktur Bisnis Umum Bank Rakyat Indonesia, Sudaryanto Sudargo mengatakan penurunan suku bunga acuan memang membuka ruang bagi penurunan suku bunga perbankan.

Namun jika penurunan bunga dilakukan secara drastis akan berdampak terhadap kinerja perbankan dan mengganggu harga sahamnya di tengah kondisi likuiditas yang mengetat .“Subsidi bunga bisa saja dilakukan pemerintah namun untuk sektor-sektor tertentu saja,” kata dia.

Dia mengatakan pemerintah sebelumnya telah memberikan program pemotongan bunga bagi nasabah inti plasma kelapa sawit untuk proyek revitalisasi. “Pemerintah memberikan subsidi sebesar lima persen hingga suku bunga pinjaman menjadi 10 persen,” kata Sudaryanto.

Namun untuk sektor-sektor lain pemerintah kata dia bisa selektif karena keterbatasan dana. “Malah saat ini berbagai subsidi dihapuskan pemerintah. Saat ini saja suku bunga KUR (kredit usaha rakyat) cukup tinggi sebesar 16 persen,” kata dia.

Kebijakan Politis

Djoko mengatakan langkah tersebut bisa diwujudkan saat ini karena sektor usaha sangat membutuhkan suku bunga rendah untuk mendorong perekonomian. Akan tetapi kebijakan tersebut bisa jadi dianggap bermuatan politis menjelang waktu pemilihan umum. “Bisa saja diberikan insentif namun ini akan dikaitkan dengan unsur politis,”kata dia.

Sementara itu di tempat terpisah Deputi Gubernur Senior BI, Miranda Swaray Goeltom mengatakan bahwa tingkat bunga acuan masih berpeluang diturunkan kembali jika prospek inflasi tetap mengarah pada sasaran inflasi jangka menengah 5 - 7 persen.

"Ruang penurunan BI rate masih terbuka terutama jika prospek inflasi tetap mengarah pada sasaran inflasi jangka menengah," kata dia dalam rapat kerja Komisi XI DPR di Jakarta, Kamis. anz/E-4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar