Jumat, 06 Juni 2014

Titik di Peta Keuangan Dunia

Keinginan untuk menciptakan sebuah bank berskala besar dan mampu bersaing di tingkat regional sejatinya mulai mendekati kenyataan. Namun keputusan untuk menyatukan Bank Mandiri dan BTN tampaknya akan membentur tembok besar.

Sudah sekian lama industri perbankan Indonesia seperti tak terlihat dalam peta persaingan sektor keuangan regional, apalagi dunia. Kompetitor-kompetitor dari negeri jiran terutama Singapura dan Malaysia, adalah tabir penghalang pandangan teropong finansial dunia ke Indonesia. Ironisnya, bank-bank negara tetangga itu, dalam beberapa belas tahun pasca pulihnya sektor keuangan nasional dari krisis moneter ’98, justru banyak menggarap lahan perbankan di Tanah Air.
Kini, upaya untuk memunculkan titik pada peta industri keuangan dunia muncul lagi setelah Menteri Badan Usaha Milik Negara, Dahlan Iskan mengungkapkan, pada bulan lalu, akan menyatukan dua bank pemerintah yang selama ini memang dirumorkan akan digabungkan. Kedua bank itu adalah Bank Mandiri dan Bank Tabungan Negara.
Kehebatan BTN dengan Mandiri, Indonesia langsung punya bank yang melebihi bank di Malaysia. Selama ini bank kita nggak masuk peta Asia Tenggara. Bank terbesar pertama ya Singapura, terbesar kedua Malaysia, terbesar ketiga ya Thailand, kata Dahlan.
Sebelum rencana mengagetkan itu diutarakan Dahlan, beberapa bulan terakhir memang sudah berkembang isu bahwa BTN akan disatukan dengan bank BUMN lainnya yaitu Bank Mandiri atau BRI. Kedua bank yang disebut terakhir itu memang sudah terang-terangan siap mengakuisisi BTN yang menguasai pasar kredit perumahan.
Dan rumor itu akhirnya beroleh kejelasan setelah pemegang saham mayoritas yaitu pemerintah dalam hal ini diwakili Kementerian BUMN, menyebut BTN bakal diakuisisi Bank Mandiri.BTN menjadi anak usaha Mandiri. Jadi BTN nggak dihilangkan dan nggak dilebur tapi diperkuat. Ini masih tahap awal tapi akan dijalankan, kata Dahlan.
Walaupun, skema akuisisi tersebut belum terang karena masih digodok oleh pemerintah namun hitung-hitungan dampak penggabungan itu bagi bisnis perbankan dan perekonomian sudah bisa tampak nyata.
BTN adalah bank yang sedari awal berdiri tahun 1974 ditugaskan untuk membiayai sektor perumahan yang menjadikannya hingga kini, sebagai jawara di sektor kredit pemilikan rumah (KPR).
Hanya saja, dengan modal saat ini, BTN terlihat sulit untuk terus menyediakan pembiayaan perumahan karena masih ada kekurangan penyediaan rumah dibandingkan kebutuhan yang ada (backlog) sebanyak 15 juta unit. “BTN harus dapat kuda besar, jangan lari kencang naik keledai," kata Dahlan.
Dan kuda besar yang dimaksud adalah Bank Mandiri. Berdasarkan laporan keuangan 2013, BTN memiliki aset senilai Rp 131,2 triliun. Sementara Bank Mandiri masih menjadi bank dengan aset terbesar di Indonesia, yaitu Rp 733,1 triliun. Dengan campur tangan Bank Mandiri, BTN diharapkan bisa penuhi permintaan perumahan.
Sementara keuntungan lainnya, pasca akuisisi BTN, Bank Mandiri akan menjadi sebuah bank berskala besar yang diharapkan bisa bersaing di level regional, seiring dimulainya ASEAN Economic Community 2015. 
Lantas apakah niat menjadikan BTN lebih besar dan jalan Bank Mandiri lebih lapang untuk bersaing di pasar global berjalan mulus? Jawaban sekenanya tentu saja tidak jika melihat beragam aksi dan pandangan yang menolak proposal akusisi tersebut. Alasannya, sejarah BTN dengan core business di pembiayaan rumah murah akan hilang jika diambil Bank Mandiri. Isu lain lebih ke persoalan strukturan seperti kekhawatiran terjadi PHK dan pengurangan gaji.
Lebih dasyat lagi adalah pendapat yang mengkhawatirkan terjadinya politisasi dari kebijakan akusisi ini. Pasalnya, Menteri Dahlah sendiri merupakan salah satu peserta konvensi calon presiden di partai penguasa saat ini. Ditakutkan proses akuisisi tersebut hanya dijadikan bancakan politik dalam memuluskan proses pencapresan tersebut.
“Karena setiap pemilihan presiden selalu ada sektor keuangan yang jadi korban. Mulai dari privatisasi jelang pemilu 1999, kasus pajak BCA jelang 2004, dan skandal Century di 2008. Jangan sampai akusisi BTN jadi mainan capres 2014,” kata pengamat ekonomi Ichsanudin Noorsi.
Sejatinya baik visi bisnis yang posisif dan beragam pandangan yang mengkhatirkan politisasi terkait proses akusisi ini merupakan sesuatu dialektika yang wajar dan sama-sama mempunyai manfaat bagi para pengambil keputusan. Terutama bahwa adal peringatan untuk lebih mengutamakan kajian yang kuat dari sisi manajemen risiko, sebeluh keputusan akusisi benar-benar diambil secara bulat.

Butuh Kuda Besar
Untuk mengingat kembali, rencana akuisi BTN sejatinya merupakan isu lama yang kembali bergulir. Pada tahun 2005, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) berencana mengakuisisi saham pemerintah di BTN. Saat itu Menteri BUMN dijabat oleh Sugiharto. Sugiharto menyebut proses akuisisi akan tuntas akhir 2005. Namun hingga berjalannya waktu, rencana akuisisi menguap.
Setelah tenggelam beberapa tahun, rumor akuisisi BTN kembali muncul ke permukaan pada awal 2014. Kali ini diisukan BTN bakal diakuisisi oleh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) dan Bank Mandiri. Namun rumor ini sempat dibantah oleh kedua perbankan termasuk juga pemegang saham mayoritas yakni Kementerian BUMN.
Namun rumor kemakin santer pada pertengahan April 2014. Seorang pejabat Kementerian BUMN membenarkan akuisisi BTN. Mandiri sebagai kandidat kuatnya. Bahkan setelah akuisisi BTN selanjutnya dilanjutkan proses akuisisi BNI oleh Bank Mandiri.
Kepastian akusisi BTN akhirnya menuai titik terang. Menteri BUMN Dahlan Iskan mengumumkan rencana akuisisi BTN pada tanggal 17 April 2014. Dahlan menyebut 2 kandidat perbankan BUMN yang akan mengakuisisi BTN. Bank BUMN tersebut adalah Bank Mandiri dan BRI. Namun Dahlan lebih condong ke Bank Mandiri.
Pasalnya akuisisi BTN tidak hanya untuk memperbesar kemampuan BTN di dalam pembiayaan sektor perumahan.  Sebab BTN sebagai anak usaha Bank Mandiri bakal memiliki kemampuan permodalan yang lebih kuat. BTN akan memperoleh suntikan dari induk.
Maka dari itu, Dahlan tidak gentar meski mendapat penolakan dari banyak pihak, salah satunya adalah pegawai BTN yang sudah merapatkan barisan menolak rencana pembelian saham antar dua bank itu. Dijelaskan dia, dalam aksi korporasi ini sebenarnya BTN yang merasa butuh untuk dicaplok oleh bank besar. Karena BTN bisa tumbuh besar jika dibeli oleh saudaranya yang lebih besar.
Selain itu, Bank Mandiri sebagai induk juga akan tumbuh besar pasca akuisisi. Bank Mandiri akan menjadi jawara regional yang berpeluang mengalahkan pesaing-pesaingnya di ASEAN. Saat ini total saham pemerintah di BTN mencapai 60,14 persen dan sisanya dimiliki oleh publik. Saham pemerintah itu yang akan dialihkan ke Bank Mandiri.
Dari sisi aset, masuknya BTN dalam konsolidasi akan memperbesar aset mandiri mendekati Rp1.000 triliun. Pasalnya, dengan aset BTN yang sebesar Rp 131,2 triliun, ditambah aset Bank Mandiri sebesar Rp 733,1 triliun, maka konsolidasi aset Mandiri melampaui Rp850 triliun. Kondisi ini bisa menjadikan Mandiri lebih percaya diri di ranah global.
Pengamat Ekonomi Aviliani pun mengakui akusisi bank BTN oleh Mandiri akan mampu mendorong terciptanya bank BUMN yang bisa bersaing di tingkat internasional. “Justru menguatkan BTN itu sndiri.” Namun ia menyayangkan komunikasi yang masih kurang, sehingga banyak menimbulkan keresahan atau salah paham, termasuk tuntutan dari serikat buruh.
Dukungan juga datang dari bank sentral, yang memang sangat mendambakan terjadinya konsolidasi perbankan agar lebih efisien. Seperti dikatakan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo, bahwa konsolidasi perbankan dapat meningkatkan daya tahan perbankan nasional.
Dia menyebutkan sejumlah peningkatan kesehatan dari konsolidasi ini, antara lain sisi modal, manajemen baik, dan pertumbuhan dengan prinsip kehati-hatian. Meski begitu bank sentral menyerahkan sepenuhnya pada dua institusi terkait. Sebab, kegiatan merger atau akuisisi hanya dapat terwujud jika ada potensial pembeli dan potensial penjual. "Jadi keduanya harus harmonis. kalau diyakini memberi nilai tambah, mereka akan memberi keputusan mengenai hal ini," tambah dia.
Secara umum, BI sebagai otoritas makroprudensial menilai rasio kecukupan modal perbankan dalam kondisi baik di level 19,78 persen. Begitu juga rasio kredit bermasalah atau non performing loan/NPL yakni di tingkat 1,99 persen. Posisi CAR Mandiri di 2013 berada di level 14,93 persen dengan rasio NPL net 0,58 persen. Sementara CAR BTN di 2013 sebesar 15,62 persen dengan rasio NPT net 3,04 persen.
Sementara itu para pelaku perbankan juga mendukung rencana pemerintah melepas saham di BTN kepada Bank Mandiri. Dikatakan Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menyatakan akuisisi Bank Mandiri terhadap BTN akan menguntungkan kedua bank tersebut.
Saat ini BTN memiliki kekuatan dalam hal penyaluran KPR. Sementara Bank Mandiri di sektor korporasi, sehingga perusahaan bisa lebih memperluas cakupan bisnisnya. "Kedua bank tersebut bisa bersinergi dengan sangat bagus dan saling melengkapi satu dengan yang lain," kata dia.
Sebagai bank dengan fokus pada kredit perumahan, BTN selama ini terus terkendala modal dan sumber pendanaan yang kian terbatas. Hal ini tercermin dari tingginya tingkat loan To deposit ratio (LDR) yang mencapai 104,4 persen di atas ketentuan BI. Selama 2013, total dana pihak ketiga BTN sebesar Rp 96,2 triliun di mana mayoritas yaitu 54,9 persen merupakan dana mahal.
Kekurangan-kekurangan itulah yang dinilai bisa ditutupi oleh Bank Mandiri yang memiliki kekuatan modal dan sumber dana pihak ketiga yang besar. Sampai 2013, Mandiri memiliki modal sebesar Rp 82,4 triliun, yang terbesar di antara Bank BUMN lainnya. Sementara dari total dana pihak ketiga mencapai Rp 556,3 triliun di tahun 2013, dan sekitar 60 persnnya atau Rp359,9 triliun merupakan dana murah.
Di sisi lain, kalangan pelaku perbankan juga menilai akuisisi Bank Mandiri terhadap BTN juga akan menguntungkan pemerintah. Dengan melepas saham pemerintah ke bank BUMN, pemerintah akan tetap memiliki kontrol penuh terhadap fungsi dan peran strategis BBTN sebagai bank yang fokus mendukung penyediaan rumah bagi masyarakat.
Analis IndoPremier Securities Stephan Hasjim mengungkapkan BTN dan Bank Mandiri akan sama-sama diuntungkan dari proses akuisisi. Bank Mandiri akan bisa memperluas portofolio kredit ritel, terutama KPR. Akuisisi ini juga sejalan dengan rencana strategis Bank Mandiri selama lima tahun (2009-2014). Pada periode tersebut, Mandiri menargetkan porsi kredit ritel naik menjadi 40 persen di tahun 2014. Pada tahun 2013 lalu, porsi kredit ritel Bank Mandiri telah mencapai 31 persen.
Diakui Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin, bahwa masuknya Bank Mandiri ke bisnis kredit retail seperti KPR justru akan memperkuat portofolio bisnis perseroan. "Belajar dari krisis 1998, 2003, 2005, 2008. Jangan punya portofolio hanya satu. Dulu bank pemerintah yang fokus korporasi jatuh. Jangan jatuh di satu portofolio. Nanti dia bahaya. Dia harus diversifikasi. Bukan untuk ambisisi. Ini masalah diversifikasi, terang dia.
Menjawab kekhawatiran pegawai BTN, Budi menjelaskan akan ada koordinasi dan komunikasi dengan jajaran direksi hingga karyawan BTN. Hal ini dilakukan supaya proses akuisisi berjalan lancar. Dalam hal ini Budi memastikan tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK). Sigit, dari Perbanas menambahkan bahwa mengingat aksi bisnis ini merupakan akuisisi, bukan proses penggabungan (merger) maka karyawan BTN tidak perlu khawatir, sebab akuisisi ini justru akan lebih menguatkan BTN.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar