Selasa, 10 Juni 2014

Distorsi Realitas Lapangan

Kata-kata dari judul di atas saya ambil dari buka biografi Steve Jobs, yang ditulis dengan sangat brilian oeh Walter Isaacson, mantan redaktur pelaksana Majalah Time. Dalam buku itu, pendiri Apple, perusahaan paling bernilai abad ini, dinilai seorang yang sangat ahli dalam distorsi realitas lapangan.
Lewat cerita dari orang yang dekat dengan Jobs, Isaacson dalam buku itu menulis, bahwa distorsi realitas lapangan merupakan perpaduan mengagumkan antara dari gaya retorika yang karismatik, kemauan yang tak terkalahkan dan keinginan untuk mengubah fakta apa pun agar sesuai dengan tujuan yang ada.
Kini, di Indonesia, fenomena itu tengah terjadi. Hari-hari belakangan, sadar atau tidak kita sering menemukan apa yang diutarakan Isaacson terkait salah satu ‘kehebatan’ Jobs tersebut. Selentingan kabar, sebaris postingan, broadcasting di gadget, status-status di media sosial, kini dipenuhi dengan kisah, cerita yang kerapkali tampak nyata.
Atau hal lain, isu-isu negatif yang buru-buru dijawab dengan iklan gencar yang diniatkan untuk menganulir kenyataan itu agar tidak menjadi sebuah file dalam kepala orang-orang yang melihatnya, termasuk kita. Sebaliknya, jika itu sesuatu yang menguntungkan, maka disebarkanlah hal itu ke segala arah dengan harapan makin banyak orang yang suka, kesengsem, dan akhirnya memilih calon presiden dan wakil presiden yang diusungnya.
Fakta, dengan kehebatan para ahli yang berjejer di belakang tim sukses calon presiden, serta merta bisa berubah menjadi sesuatu yang baik atau buruk tergantung keinginan dan kepentingan. Padahal awalnya, fakta atau kenyataan sejatinya adalah sesuatu yang netral dan bebas nilai. Namun ketika berkawin-mawin dengan sudut pandang dan kepentingan, hal itu berubah menjadi sesuatu yang berpihak.
Pemilihan umum untuk menentukan Presiden kali ini memang sangat spesial. Belum ada sepanjang sejarah pemilu presiden di negeri ini, hanya ada dua pasang calon yang saling berhadap-hadapan. Di satu sisi, ini menarik, karena pemilu akan lebih efisien tanpa harus berlangsung dua putaran. Namun di sisi lain, polarisasi pendukung menjadi kian nyata dan tidak lagi cair, bahkan cenderung menegang.
Pengkutuban pendukung, mau tidak mau membuat informasi yang mengalir ke publik mengenai satu pasangan calon presiden akan buru-buru mendapat respons dari kubu seberang. Seringkali inilah yang membuat sebagian orang jengah. Semua berita, informasi, keterangan terlihat tampak nyata buat kebanyakan orang. Akan tetapi ketika mendapat sanggahan, orang-orang –dari pihak yang netral, akhirnya mulai berpikir ulang apakah informasi itu adalah fakta yang shahih atau tidak.
Bagi orang-orang yang belum menentukan pilihannya, kondisi jelas membuat mereka makin bingung yang akhirnya bisa membawa mereka kepada keputusan untuk tidak memilih. Akan tetapi bagi yang sudah memiliki preferensi, informasi apapun tidak akan mengubah pilihannya.
Dalam ilmu ekonomi, preferensi adalah sesuatu yang mendorong seseorang melakukan tindakan ekonomi. Preferensi –seperti dikutip dari wikipedia, mengasumsikan pilihan realitas atau imajiner antara alternatif-alternatif dan kemungkinan dari pemeringkatan alternatif tersebut, berdasarkan kesenangan, kepuasan, gratifikasi, pemenuhan kebutuhan, kegunaan yang ada.
Lalu apa yang mendorong para pendukung fanatik itu? Tentu salah satu dari unsur itu. Tidak ada yang misalnya, melihat kemampuan calon dalam mengelola anggaran atau kemampuan mereka dalam menghadapi kepentingan asing yang kerap meminggirkan kepentingan nasional. Tetapi ya sudahlah, semua kenyataan di lapangan sudah terdistorsi sedemikian rupa.
Dalam buku biografi Jobs, Isaacson juga menjelaskan bahwa definisi singkat distorsi realitas lapangan adalah pemutarbalikan suatu fakta. Jika kemudian Jobs, bisa membawa Apple menjadi perusahaan teknologi dengan kemampuannya mendistorsi realitas lapangan, lalu apakah Indonesia bisa dibawa menjadi negara yang dihormati di dunia dengan kemampuan calon-calon presidennya dalam hal itu? Tentu terlalu berisiko untuk mengiyakannya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar