Minggu, 16 November 2014

Menyambut Ketidakpastian

Simpang-siur, fluktuatif, perubahan mood adalah kata-kata yang belakangan ini kita akrabi. Di ranah politik, ‘kehati-hatian’ penunjukan Kabinet oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, sempat membuat Indonesia berjalan dengan auto pilot selama hampir seminggu. Simpang siur kabinet yang terjadi padahal sudah hampir sebulan sejak dibentuknya kantor transisi. Bahkan kalau mau ditarik sedikit lebih jauh lagi, Jokowi-JK sudah melakukan seleksi dengan meminta usulan masyarakat soal menteri lewat situs jejaring sosial.
Mau tidak mau, ketidakpastian itu sempat membuat pasar fluktuatif . Nilai tukar dan indeks saham yang tadinya positif menyambut pelantikan presiden dan wakilnya, mulai meninggalkan level optimisnya. (pada hari yang sama kabinet diumumkan, indeks saham melanjutkan pelemahan dari perdagangan sebelumnya).
Ketidakpastian, sejatinya sudah dirasakan oleh pelaku sektor keuangan beberapa waktu sebelumnya. Susutnya likuiditas sebagai dampak dari rencana otoritas AS yang mau menghentikan program suntikan dana miliaran dollar AS ke perekonomiannya, berbarengan dengan langkah menaikkan suku bunga. Dua rencana yang tampaknya akan dilakukan setidaknya awal tahun depan, sudah membuat indikator-indikator ekonomi kita fluktuatif.
Tantangan itu, jelas menjadi beban yang tidak ringan apalagi jika berbarengan dengan kondisi anggaran yang harus dijalani pemerintahan baru. Tahun ini pemerintah menghadapi keketatan anggaran ketika defisitnya mencapai 2,4 persen. Padahal –meski hanya tinggal dua bulan –presiden perlu atau setidaknya memulai merealisasikan beberapa janji-janji kampanyanye.
Tetapi tantangannya tidak berhenti di situ, karena tahun depan keadaannya jauh lebih sulit terutama jika rencana menaikkan harga bahan bakar minyak jadi dilaksanakan. Kita tak perlu membicarakan soal tantangan tahun ini karena hanya tersisa dua bulan, dan Kabinet Jokowi tak bisa berbuat apa-apa kecuali mengikuti anggaran dari pemerintahan sebelumnya.
Tantangan sesungguhnya adalah tahun depan. Dengan anggaran belanja negara sebesar Rp 2.039,5 triliun dan defisit 2,21 persen, sejatinya room untuk meningkatkan pemasukan adalah sekitar Rp45 triliun. Namun pemerintah harus memperhitungkan juga defisit yang ada di anggaran daerah-daerah. Dengan asumsi bahwa menurut Peraturan Menteri Keuangan, defisit anggaran daerah 0,3 persen, maka defisit total pemerintah sudah sejatinya mencapai 2,51 persen. Dengan asumsi defisit negara tidak boleh lebih dari 3 persen maka peluang pemerintah mencari utang baru adalah sekitar Rp10 triliun.
Karena itulah sejak awal, pemerintahan Jokowi-JK sudah kasak-kusuk untuk mengurangi pengeluaran yang dinilai bisa dikurangi, seperti anggaran perjalanan dinas kementerian, studi banding, rapat-rapat di luar kota dan lain-lain. Dan yang paling dinanti-nanti adalah pengurangan subsidi bahan bakar minyak.
Cara lain yang ditempuh tentu juga akan mencari sumber pendanaan yang besar mengingat dalam kampanye, Jokowi-JK banyak melontarkan janji-janji pembangunan yang dahsyat. Salah satu sumber yang akan diincar adalah penerbitan obligasi terutama untuk pasar dalam negeri. Pemerintah tengah berencana menerbitkan obligasi ritel.
Akan tetapi di tengah keketatan likuiditas, yang sudah terjadi sejak beberapa bulan lalu, langkah menerbitkan obligasi akan membuat persaingan memperebutkan dana masyarakat makin sengit. Saat ini saja, perbankan sudah berani mengimingi-imingi nasabah spesialnya dengan bunga spesial hingga 11 persen jika menempatkan depositonya.
Likuiditas ketat itu juga diperparah dengan kecenderungan yang ada saat ini ketika banyak orang Indonesia yang membeli properti miliaran di luar negeri seperti AS, Australia dan Singapura. Belum lagi dengan isu utama yaitu normalisasi kebijakan ekonomi AS yang mengancam perekonomian nasional.
Begitu The Federal Reserve menaikkan suku bunga acuan yang kini berada di level 0,25 persen dan menjadi 1,375 (seperti yang diperkirakan banyak pengamat), maka akan banyak sekali dana-dana yang kabur menuju negeri Paman Sam. Yang tersisa hanya kekeringan, seperti sungai di musim kemarau panjang.

                                                          





Tidak ada komentar:

Posting Komentar