Simpang-siur, fluktuatif, perubahan mood adalah kata-kata yang belakangan ini kita akrabi. Di ranah
politik, ‘kehati-hatian’ penunjukan Kabinet oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil
Presiden Jusuf Kalla, sempat membuat Indonesia berjalan dengan auto pilot selama hampir seminggu. Simpang
siur kabinet yang terjadi padahal sudah hampir sebulan sejak dibentuknya kantor
transisi. Bahkan kalau mau ditarik sedikit lebih jauh lagi, Jokowi-JK sudah
melakukan seleksi dengan meminta usulan masyarakat soal menteri lewat situs
jejaring sosial.
Mau tidak mau, ketidakpastian itu sempat membuat pasar
fluktuatif . Nilai tukar dan indeks saham yang tadinya positif menyambut
pelantikan presiden dan wakilnya, mulai meninggalkan level optimisnya. (pada
hari yang sama kabinet diumumkan, indeks saham melanjutkan pelemahan dari
perdagangan sebelumnya).
Ketidakpastian, sejatinya sudah dirasakan oleh pelaku sektor
keuangan beberapa waktu sebelumnya. Susutnya likuiditas sebagai dampak dari rencana
otoritas AS yang mau menghentikan program suntikan dana miliaran dollar AS ke
perekonomiannya, berbarengan dengan langkah menaikkan suku bunga. Dua rencana
yang tampaknya akan dilakukan setidaknya awal tahun depan, sudah membuat
indikator-indikator ekonomi kita fluktuatif.
Tantangan itu, jelas menjadi beban yang tidak ringan apalagi
jika berbarengan dengan kondisi anggaran yang harus dijalani pemerintahan baru.
Tahun ini pemerintah menghadapi keketatan anggaran ketika defisitnya mencapai
2,4 persen. Padahal –meski hanya tinggal dua bulan –presiden perlu atau
setidaknya memulai merealisasikan beberapa janji-janji kampanyanye.
Tetapi tantangannya tidak berhenti di situ, karena tahun
depan keadaannya jauh lebih sulit terutama jika rencana menaikkan harga bahan
bakar minyak jadi dilaksanakan. Kita tak perlu membicarakan soal tantangan
tahun ini karena hanya tersisa dua bulan, dan Kabinet Jokowi tak bisa berbuat
apa-apa kecuali mengikuti anggaran dari pemerintahan sebelumnya.
Tantangan sesungguhnya adalah tahun depan. Dengan anggaran
belanja negara sebesar Rp 2.039,5 triliun dan defisit 2,21 persen, sejatinya room untuk meningkatkan pemasukan adalah
sekitar Rp45 triliun. Namun pemerintah harus memperhitungkan juga defisit yang
ada di anggaran daerah-daerah. Dengan asumsi bahwa menurut Peraturan Menteri
Keuangan, defisit anggaran daerah 0,3 persen, maka defisit total pemerintah
sudah sejatinya mencapai 2,51 persen. Dengan asumsi defisit negara tidak boleh
lebih dari 3 persen maka peluang pemerintah mencari utang baru adalah sekitar
Rp10 triliun.
Karena itulah sejak awal, pemerintahan Jokowi-JK sudah
kasak-kusuk untuk mengurangi pengeluaran yang dinilai bisa dikurangi, seperti
anggaran perjalanan dinas kementerian, studi banding, rapat-rapat di luar kota
dan lain-lain. Dan yang paling dinanti-nanti adalah pengurangan subsidi bahan
bakar minyak.
Cara lain yang ditempuh tentu juga akan mencari sumber
pendanaan yang besar mengingat dalam kampanye, Jokowi-JK banyak melontarkan
janji-janji pembangunan yang dahsyat. Salah satu sumber yang akan diincar
adalah penerbitan obligasi terutama untuk pasar dalam negeri. Pemerintah tengah
berencana menerbitkan obligasi ritel.
Akan tetapi di tengah keketatan likuiditas, yang sudah
terjadi sejak beberapa bulan lalu, langkah menerbitkan obligasi akan membuat
persaingan memperebutkan dana masyarakat makin sengit. Saat ini saja, perbankan
sudah berani mengimingi-imingi nasabah spesialnya dengan bunga spesial hingga
11 persen jika menempatkan depositonya.
Likuiditas ketat itu juga diperparah dengan kecenderungan
yang ada saat ini ketika banyak orang Indonesia yang membeli properti miliaran
di luar negeri seperti AS, Australia dan Singapura. Belum lagi dengan isu utama
yaitu normalisasi kebijakan ekonomi AS yang mengancam perekonomian nasional.
Begitu The Federal Reserve menaikkan suku bunga acuan yang
kini berada di level 0,25 persen dan menjadi 1,375 (seperti yang diperkirakan
banyak pengamat), maka akan banyak sekali dana-dana yang kabur menuju negeri
Paman Sam. Yang tersisa hanya kekeringan, seperti sungai di musim kemarau
panjang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar