Kamis, 16 April 2015

Akhir Cerita Merger

Rencana merger tampaknya akan kembali kandas. Meski demikian, ada harapan bahwa pemerintah akan menempuh jalan lain sebelum mengonsolidasikan bank-bank pelat merah ke dalam sebuah induk usaha.
  
Perubahan memang bisa terjadi dalam semalam. Dua bulan sebelumnya, pemerintah tampak bersemangat ingin menggabungkan dua bank besar untuk menjadi sebuah bank raksasa. Hal itu kembali memicu polemik publik dan diwarnai penolakan dari pengelolanya. Meski begitu, terlihat pemerintah tetap keukeuh menyatukan dua bank itu.
Kini, setelah ada pergantian dalam jajaran direksi dan komisaris bank-bank negara, isu merger dua bank besar, BNI dan Bank Mandiri, tampaknya tidak layak untuk diperbincangkan lagi.
Ketika dikonfirmasi kepada Darmin Nasution yang ditunjuk menjadi Komisaris Utama Bank Mandiri, mantan Gubernur Bank Indonesia itu hanya tersenyum. Seolah mengelak, dia mengatakan bahwa merger itu memang ada benefitnya, tetapi saat ini harus diperhitungkan mengenai prioritas pemerintah soal ekonomi.
“Membentuk bank besar dan kuat harus memperhitungkan kekuatan yang ada di negara kita. sekarang ini bukan saatnya kita harus menghasilkan semuanya sendiri, harus mencari apa kekuatan kita. (Lagi pula) merger tidak bisa selesai hanya dalam waktu setahun,” kata Darmin ditunjuk menjadi Komisaris Utama bank beraset paling gemuk pada bulan lalu,  bersama beberapa nama yang biasa muncul di industri keuangan seperti Aviliani, pengamat ekonomi; Goei Siauw Hong, pengamat pasar modal; Suwhono, mantan Dirut Pegadaian.
Bank Mandiri sejak awal tahun santer diberitakan akan digabung dengan BNI guna menghadapi pasar bebas ASEAN 2020. Rencana itu muncul lagi setelah beberapa kali timbul tenggelam dalam beberapa pemerintahan.
Pada medio Agustus tahun lalu, Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional, Ikatan Bankir Indonesia dan Kementerian Keuangan, kembali memunculkan isu itu. Bahkan, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Muliaman Darmansyah Hadad telah bertemu Presiden Jokowi di Istana Negara, guna meminta restu menjalankan roadmap konsolidasi perbankan.
Dikatakan Muliaman saat itu, Presiden Jokowi mendukung rencana OJK terkait penambahan kapasitas likuiditas perbankan dalam menghadapi persaingan di dunia internasional.
Di akhir Januari 2015, Muliaman kembali mengungkapkan bahwa OJK akan menerbitkan Master Plan Jasa Keuangan Indonesia (MPJKI) pada pertengahan tahun ini. Di dalam roadmap tersebut, OJK akan mengenalkan konsep baru konsolidasi perbankan, asuransi, multifinance, dan sektor keuangan lain. Di dalamnya, OJK juga akan mendorong konsolidasi bank BUMN agar  bisa meningkatkan efisiensi.
Akan tetapi, kelihatannya, rencana besar OJK itu akan menabrak tembok tebal nan tinggi. Susunan komisaris di bank BUMN yang ditetapkan bulan lalu setidaknya menguatkan indikasi itu. Di BNI, Komisaris Utama dipegang oleh Rizal Ramli, mantan Menteri Koordinator Perekonomian, yang didampingi oleh nama-nama macam Pradjoto, pengamat hukum bisnis keuangan; Revrisond Baswir, pengamat ekonomi; dan Josh Luhukay, bankir yang kuat di bidang teknologi informasi.
Tahun lalu, Rizal bersama dengan seribuan pegawai Bank Tabungan Negara (BTN), menolak rencana Kementerian BUMN saat itu yang tengah mendorong akuisisi BTN oleh Bank Mandiri.
Penunjukkan komisaris itu seolah memperkuat keengganan pemerintah melanjutkan rencana merger yang berpotensi menciptakan sebuah bank raksasa milik Indonesia. Akhir Februari lalu, Presiden Joko Widodo mengutarakan secara gamblang bahwa rencana merger ataupun pembentukan induk usaha bukan prioritas pemerintahannya.
“Sampai hari ini belum ada planning (merger perbankan BUMN),” kata Jokowi usai makan siang di Rumah Makan Medan Baru, Jakarta, akhir Februari lalu.
Keinginan menggabungkan bank-bank negara sudah muncul sejak sembilan tahun lalu.
Wacana penggabungan bank-bank pemerintah mencuat dengan Bank Tabungan Negara, penguasa sektor properti, sebagai obyek sasarannya. BTN saat itu diincar oleh Bank BNI, bank yang handal di sektor korporasi dan BRI, pemimpin di sektor pembiayaan mikro. Dalam tahun itu pula, wacana itu meredup.
Dua tahun setelahnya, drama itu muncul lagi dengan pemeran utama yang sama, namun dalam tahun itu pula kembali hilang disapu angin. Meski, baik BNI maupun BRI sama-sama menunjukkan keseriusannya ingin mengakuisisi BTN.


Wajah Baru, Konsolidasi
Sementara itu, perombakan besar-besaran juga terjadi dalam jajaran direksi bank-bank pelat merah dan beberapa di antaranya hanya pindah kapal. BNI mendapatkan dua direksi dari BRI yakni Ahmad Baiquni sebagai Dirut dan Suprajarto sebagai direksi. Bankir BRI lain, Sulaiman Arif Arianto berpindah tugas menjadi Wakil Direktur Utama Bank Mandiri. Sebaliknya, satu direktur Bank Mandiri yakni Sunarso menjadi wakil direktur Utama BRI.
Dari para direksi bank BUMN itu tercium rencana bahwa konsolidasi akan dilakukan bukan dengan cara menggabungkan, namun penyatuan dalam sistem operasional dan bisnis bank seperti dalam layanan ATM.
Asmawi Syam, Direktur Utama BRI terpilih mengatakan, pihaknya sedang mendiskusikan operasional konsolidasi ATM dengan bank BUMN lain. Ada beberapa opsi yang tengah dijajaki. Opsi pertama adalah membentuk jaringan switching baru yang dimiliki bank BUMN. Bila ini menjadi pilihan, kelak empat bank BUMN akan menyetor modal ke perusahaan switching ini.
Kedua, menggunakan jaringan yang sudah ada yakni melalui jaringan LINK. "Kami akan memilih cara yang paling efisien," kata Asmawi. Opsi lain yang juga muncul adalah memindahkan mesin ATM bank BUMN yang ada di satu lokasi. Contoh, di satu lokasi ada tiga mesin ATM milik bank BUMN, dua mesin ATM lain akan dipindah ke lokasi lain. Sinergi ini akan menghemat pengeluaran operasional bank.
"Kalau seperti ini biaya operasional bank akan berkurang karena tidak perlu tambah ATM," imbuh Asmawi. Menurutnya, rencana konsolidasi ATM ini masih dalam kajian termasuk biaya (fee) yang hendak dikenakan ke nasabah. “Dalam dua bulan hingga tiga bulan ke depan kami akan menyampaikan konsep modalnya," kata Asmawi.
Achmad Baiquni, Direktur Utama BNI menambahkan, konsolidasi ATM adalah salah satu tujuan utama sinergi bank BUMN. Selanjutnya, bank BUMN akan melakukan konsolidasi dari bisnis yang lain. Misal, pembiayaan kredit untuk swasta atau BUMN. Konsolidasi juga akan berlanjut yakni dalam pengelolaan bisnis hedging valas.
Dengan demikian, agaknya konsolidasi bank-bank BUMN yang berjalan lancar barulah akan berada dalam tataran kerjasama operasional. Konsolidasi bank-bank BUMN dalam hal penggabungan menjadi satu entitas bisnis masih akan membutuhkan waktu yang panjang. Bahkan bisa jadi konsolidasi bank-bank BUMN menjadi satu akan tinggal kenangan saja. Atau sebaliknya, konsolidasi perbankan dalam hal operasional akan menjadi pijakan baru untuk membuka tahapan konsolidasi perbankan ke tahap berikutnya.

 *********************************************

Cerita Merger Sebelumnya
                                                   
Jelang akhir kekuasaannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terlihat serius menyelesaikan rencana konsolidasi bank BUMN. Manakala roadmap konsolidasi bank BUMN di akhir Agustus 2014 sudah masuk Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan alias UKP4. Kementerian BUMN memang harus cepat menyelesaikan roadmap konsolidasi bank BUMN lantaran program ini jadi prioritas kerja Presiden SBY yang harus diselesaikan 100 hari terakhir, atau sebelum 10 Oktober 2014.
Ada beberapa opsi yang menjadi kajian pemerintah dalam konsolidasi ini. Pertama, pemerintah akan membentuk perusahaan induk atau holding company. Satu bank BUMN menjadi induk bagi bank-bank lain. Bank terbesar secara modal dan aset akan menauingi bank-bank lainnya. Cara ini mirip seperti yang sudah dilakukan di sektor semen, perkebunan dan kehutanan.
Opsi kedua, pemerintah tak hanya membuat satu induk, tapi bisa dua hingga induk bank BUMN dengan segmen bisnis berbeda. Misal, bank yang kuat di UKM akan menggarap sektor UKM dengan jadi induk bank BUMN lain. Makanya, detail anak usaha bank jadi pertimbangan. Upaya ini dilakukan agar tak hanya satu bank BUMN siap bersaing dengan bank-bank negara lain saat Masyarakat Ekonomi ASEAN di sektor keuangan berlaku di 2020, tapi ada dua sampai tiga bank.
Opsi lain yang mirip muncul pada April 2014 lalu. Saat itu, Bank Mandiri diskenariokan mengakuisisi BTN kemudian BNI. Sementara, BRI jadi induk bank yang fokus menggarap sektor mikro dengan akuisisi Bahana Pembinaan Usaha (BPUI), Pegadaian, dan Permodalan Nasional Madani (PNM).
Kini, tampaknya semua skenario itu tak berjalan, meski ada harapan pemerintah dinilai tengah merencanakan membuat holding sesuai fokus bisnis bank. Yang pasti, merajuk Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 14/24/PBI/2012 tentang Kepemilikan Tunggal, fungsi holding hanya dapat dilakukan pemegang saham pengendali berupa bank berbadan hukum Indonesia atau instansi Pemerintah RI.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar