Rencana merger tampaknya akan
kembali kandas. Meski demikian, ada harapan bahwa pemerintah akan menempuh
jalan lain sebelum mengonsolidasikan bank-bank pelat merah ke dalam sebuah
induk usaha.
Perubahan memang bisa terjadi
dalam semalam. Dua bulan sebelumnya, pemerintah tampak bersemangat ingin
menggabungkan dua bank besar untuk menjadi sebuah bank raksasa. Hal itu kembali
memicu polemik publik dan diwarnai penolakan dari pengelolanya. Meski begitu,
terlihat pemerintah tetap keukeuh menyatukan dua bank itu.
Kini, setelah ada pergantian
dalam jajaran direksi dan komisaris bank-bank negara, isu merger dua bank
besar, BNI dan Bank Mandiri, tampaknya tidak layak untuk diperbincangkan lagi.
Ketika dikonfirmasi kepada
Darmin Nasution yang ditunjuk menjadi Komisaris Utama Bank Mandiri, mantan
Gubernur Bank Indonesia itu hanya tersenyum. Seolah mengelak, dia mengatakan
bahwa merger itu memang ada benefitnya, tetapi saat ini harus diperhitungkan
mengenai prioritas pemerintah soal ekonomi.
“Membentuk bank besar dan
kuat harus memperhitungkan kekuatan yang ada di negara kita. sekarang ini bukan
saatnya kita harus menghasilkan semuanya sendiri, harus mencari apa kekuatan
kita. (Lagi pula) merger tidak bisa selesai hanya dalam waktu setahun,” kata
Darmin ditunjuk menjadi Komisaris Utama bank beraset paling gemuk pada bulan
lalu, bersama beberapa nama yang biasa
muncul di industri keuangan seperti Aviliani, pengamat ekonomi; Goei Siauw Hong,
pengamat pasar modal; Suwhono, mantan Dirut Pegadaian.
Bank Mandiri sejak awal tahun
santer diberitakan akan digabung dengan BNI guna menghadapi pasar bebas ASEAN
2020. Rencana itu muncul lagi setelah beberapa kali timbul tenggelam dalam
beberapa pemerintahan.
Pada medio Agustus tahun lalu,
Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional, Ikatan Bankir Indonesia dan Kementerian
Keuangan, kembali memunculkan isu itu. Bahkan, Ketua Dewan Komisioner Otoritas
Jasa Keuangan, Muliaman Darmansyah Hadad telah bertemu Presiden Jokowi di
Istana Negara, guna meminta restu menjalankan roadmap konsolidasi perbankan.
Dikatakan Muliaman saat itu,
Presiden Jokowi mendukung rencana OJK terkait penambahan kapasitas likuiditas
perbankan dalam menghadapi persaingan di dunia internasional.
Di akhir Januari 2015,
Muliaman kembali mengungkapkan bahwa OJK akan menerbitkan Master Plan Jasa
Keuangan Indonesia (MPJKI) pada pertengahan tahun ini. Di dalam roadmap tersebut, OJK akan mengenalkan
konsep baru konsolidasi perbankan, asuransi, multifinance, dan sektor keuangan lain. Di dalamnya, OJK juga akan mendorong
konsolidasi bank BUMN agar bisa
meningkatkan efisiensi.
Akan tetapi, kelihatannya,
rencana besar OJK itu akan menabrak tembok tebal nan tinggi. Susunan komisaris
di bank BUMN yang ditetapkan bulan lalu setidaknya menguatkan indikasi itu. Di
BNI, Komisaris Utama dipegang oleh Rizal Ramli, mantan Menteri Koordinator
Perekonomian, yang didampingi oleh nama-nama macam Pradjoto, pengamat hukum
bisnis keuangan; Revrisond Baswir, pengamat ekonomi; dan Josh Luhukay, bankir
yang kuat di bidang teknologi informasi.
Tahun lalu, Rizal bersama
dengan seribuan pegawai Bank Tabungan Negara (BTN), menolak rencana Kementerian
BUMN saat itu yang tengah mendorong akuisisi BTN oleh Bank Mandiri.
Penunjukkan komisaris itu
seolah memperkuat keengganan pemerintah melanjutkan rencana merger yang
berpotensi menciptakan sebuah bank raksasa milik Indonesia. Akhir Februari
lalu, Presiden Joko Widodo mengutarakan secara gamblang bahwa rencana merger
ataupun pembentukan induk usaha bukan prioritas pemerintahannya.
“Sampai hari ini belum ada
planning (merger perbankan BUMN),” kata Jokowi usai makan siang di Rumah Makan
Medan Baru, Jakarta, akhir Februari lalu.
Keinginan menggabungkan
bank-bank negara sudah muncul sejak sembilan tahun lalu.
Wacana penggabungan bank-bank
pemerintah mencuat dengan Bank Tabungan Negara, penguasa sektor properti,
sebagai obyek sasarannya. BTN saat itu diincar oleh Bank BNI, bank yang handal
di sektor korporasi dan BRI, pemimpin di sektor pembiayaan mikro. Dalam tahun
itu pula, wacana itu meredup.
Dua tahun setelahnya, drama
itu muncul lagi dengan pemeran utama yang sama, namun dalam tahun itu pula
kembali hilang disapu angin. Meski, baik BNI maupun BRI sama-sama menunjukkan
keseriusannya ingin mengakuisisi BTN.
Wajah Baru, Konsolidasi
Sementara itu, perombakan
besar-besaran juga terjadi dalam jajaran direksi bank-bank pelat merah dan
beberapa di antaranya hanya pindah kapal. BNI mendapatkan dua direksi dari BRI yakni
Ahmad Baiquni sebagai Dirut dan Suprajarto sebagai direksi. Bankir BRI lain,
Sulaiman Arif Arianto berpindah tugas menjadi Wakil Direktur Utama Bank
Mandiri. Sebaliknya, satu direktur Bank Mandiri yakni Sunarso menjadi wakil
direktur Utama BRI.
Dari para direksi bank BUMN
itu tercium rencana bahwa konsolidasi akan dilakukan bukan dengan cara
menggabungkan, namun penyatuan dalam sistem operasional dan bisnis bank seperti
dalam layanan ATM.
Asmawi Syam, Direktur Utama
BRI terpilih mengatakan, pihaknya sedang mendiskusikan operasional konsolidasi
ATM dengan bank BUMN lain. Ada beberapa opsi yang tengah dijajaki. Opsi pertama adalah membentuk jaringan switching baru yang dimiliki bank BUMN.
Bila ini menjadi pilihan, kelak empat bank BUMN akan menyetor modal ke
perusahaan switching ini.
Kedua,
menggunakan jaringan yang sudah ada yakni melalui jaringan LINK. "Kami
akan memilih cara yang paling efisien," kata Asmawi. Opsi lain yang juga
muncul adalah memindahkan mesin ATM bank BUMN yang ada di satu lokasi. Contoh,
di satu lokasi ada tiga mesin ATM milik bank BUMN, dua mesin ATM lain akan
dipindah ke lokasi lain. Sinergi ini akan menghemat pengeluaran operasional
bank.
"Kalau seperti ini biaya
operasional bank akan berkurang karena tidak perlu tambah ATM," imbuh
Asmawi. Menurutnya, rencana konsolidasi ATM ini masih dalam kajian termasuk
biaya (fee) yang hendak dikenakan ke
nasabah. “Dalam dua bulan hingga tiga bulan ke depan kami akan menyampaikan
konsep modalnya," kata Asmawi.
Achmad Baiquni, Direktur
Utama BNI menambahkan, konsolidasi ATM adalah salah satu tujuan utama sinergi
bank BUMN. Selanjutnya, bank BUMN akan melakukan konsolidasi dari bisnis yang
lain. Misal, pembiayaan kredit untuk swasta atau BUMN. Konsolidasi juga akan
berlanjut yakni dalam pengelolaan bisnis hedging valas.
Dengan demikian, agaknya
konsolidasi bank-bank BUMN yang berjalan lancar barulah akan berada dalam
tataran kerjasama operasional. Konsolidasi bank-bank BUMN dalam hal
penggabungan menjadi satu entitas bisnis masih akan membutuhkan waktu yang
panjang. Bahkan bisa jadi konsolidasi bank-bank BUMN menjadi satu akan tinggal
kenangan saja. Atau sebaliknya, konsolidasi perbankan dalam hal operasional
akan menjadi pijakan baru untuk membuka tahapan konsolidasi perbankan ke tahap
berikutnya.
*********************************************
Cerita Merger Sebelumnya
Jelang akhir kekuasaannya,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terlihat serius menyelesaikan rencana
konsolidasi bank BUMN. Manakala roadmap konsolidasi bank BUMN di akhir Agustus
2014 sudah masuk Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan alias UKP4. Kementerian BUMN memang harus cepat menyelesaikan
roadmap konsolidasi bank BUMN lantaran program ini jadi prioritas kerja
Presiden SBY yang harus diselesaikan 100 hari terakhir, atau sebelum 10 Oktober
2014.
Ada beberapa opsi yang
menjadi kajian pemerintah dalam konsolidasi ini. Pertama, pemerintah akan
membentuk perusahaan induk atau holding
company. Satu bank BUMN menjadi induk bagi bank-bank lain. Bank terbesar
secara modal dan aset akan menauingi bank-bank lainnya. Cara ini mirip seperti
yang sudah dilakukan di sektor semen, perkebunan dan kehutanan.
Opsi kedua, pemerintah tak
hanya membuat satu induk, tapi bisa dua hingga induk bank BUMN dengan segmen
bisnis berbeda. Misal, bank yang kuat di UKM akan menggarap sektor UKM dengan
jadi induk bank BUMN lain. Makanya, detail anak usaha bank jadi pertimbangan.
Upaya ini dilakukan agar tak hanya satu bank BUMN siap bersaing dengan
bank-bank negara lain saat Masyarakat Ekonomi ASEAN di sektor keuangan berlaku
di 2020, tapi ada dua sampai tiga bank.
Opsi lain yang mirip muncul
pada April 2014 lalu. Saat itu, Bank Mandiri diskenariokan mengakuisisi BTN
kemudian BNI. Sementara, BRI jadi induk bank yang fokus menggarap sektor mikro
dengan akuisisi Bahana Pembinaan Usaha (BPUI), Pegadaian, dan Permodalan
Nasional Madani (PNM).
Kini, tampaknya semua
skenario itu tak berjalan, meski ada harapan pemerintah dinilai tengah
merencanakan membuat holding sesuai
fokus bisnis bank. Yang pasti, merajuk Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.
14/24/PBI/2012 tentang Kepemilikan Tunggal, fungsi holding hanya dapat dilakukan pemegang saham pengendali berupa bank
berbadan hukum Indonesia atau instansi Pemerintah RI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar