Kamis, 16 April 2015

Eranya Generasi Milenium di Perbankan

Generasi milenium yang lahir ketika revolusi komputer dan merebaknya Internet, kini mulai banyak mengisi berbagai posisi di perbankan. Apakah kehadiran mereka menjadi peluang atau ancaman buat perbankan?


Perubahan tidak dapat ditolak. Sebagai institusi yang dianggap selalu merespons perubahan, perbankan sekali lagi tengah diuji. Di internal bank, ketika rekrutmen rutin selalu dilakukan, tidak ada yang sepenting seperti masa-masa sekarang. Jika dilihat lebih dalam, akan ditemukan pembatas yang tak terlihat yang membedakan antara pegawai-pegawai yang baru masuk dan pegawai senior di level manajer menengah.
Mereka orang-orang baru ini begitu peka terhadap perubahan informasi, gaya hidup dan tentunya gadget. Jumlah mereka kini mulai banyak di industri perbankan. Berdasarkan data statistik nasional, jumlah angkatan kerja pada Agustus tahun lalu mencapai lebih dari 121 juta yang mana 66 persennya sudah bekerja. Sementara itu dalam periode yang sama, ada sekitar 500 ribu yang bekerja di bank dan jika dimisalkan 5 persennya saja adalah pegawai rekrutan baru, maka ada 25 ribu orang yang baru saja bekerja di bank.
Nah, pegawai baru di perbankan itu memang ‘sedikit’ berbeda dengan para senior. Mereka mewakili manusia-manusia yang dilahirkan pada periode antara akhir 80-an sampai akhir 90-an, bahkan sebagian sampai awal 2000-an. Dekade itu ditandai oleh merebaknya teknologi dan merupakan masa-masa awal revolusi komputer, sehingga muncul kesadaran akan pentingnya kekuatan teknologi dan informasi. Generasi ini kemudian dinamai Generasi Millenials atau Generasi Y atau disingkat Gen Y.
Menurut laman wikipedia, istilah tersebut pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat untuk menyebut bayi yang lahir antara tahun 1982 sampai 2000. Generasi ini memiliki pengharapan dan keyakinan yang tinggi akan masa depan, menyenangi kehidupan yang dinamis, dan bergerak cepat. Boleh dikata, kegandrungan soal teknologi sangat melingkupi generasi ini.
Di sisi lain, mereka juga tumbuh dalam perekonomian yang beberapa kali mengalami krisis global. Dimulai dari krisis ekonomi di Asia Tenggara hingga krisis Eropa. Tak pelak hal tersebut mempengaruhi cara berpikir dan cara mereka merespons hubungan yang ada di dunia kerja.
“Generasi Y terbiasa dengan teknologi, terutama gadget. Lingkungan mereka tidak terbatas hanya sebuah negara, bahkan hingga lingkungan internasional. Cara berpikirnya pun sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Perusahaan harus mengakomodasi gaya hidup generasi ini,” kata Sarlito Wirawan, Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia.
Singkatnya, anak-anak muda yang baru masuk ke dunia kerja, khususnya sektor perbankan, adalah mereka yang terbiasa dengan teknologi dalam kesehariannya. Mereka juga tidak pernah merasakan hidup tanpa komputer dan Internet dan hanya mengandalkan informasi dari koran dan sebagian dari TV. Bagi mereka informasi yang cepat adalah sesuatu yang menjadi keharusan, begitu pula dalam hal mengambil keputusan.
Generasi Millenials ini akan menjadi dominan dalam perusahaan-perusahaan dalam beberapa tahun ke depan. Bank tentu harus bergegas mengubah kebiasaan mereka dalam mengelola pegawai, baik sejak perekrutan, persoalan praktik meritokrasi di internal perusahaan hingga mengatur hubungan antargenerasi.    

Tantangan Perusahaan          
Menurut laporan Deloitte Consulting, sebuah lembaga konsultasi SDM global beberapa tahun lalu, seiring dengan pemulihan ekonomi dunia beberapa tahun belakangan, kalangan bisnis menyadari kondisi tenaga kerja saat ini telah berubah. Pegawai yang terampil mulai langka, dan di lain pihak, pekerja-pekerja saat ini memiliki harapan yang tinggi, yang penanganannya harus segera diubah.
Tenaga kerja abad ke-21, kata laporan itu, memiliki sifat global, sangat terhubung, cerdas secara teknologi, dan penuntut. Karyawan di abad ini juga berjiwa muda, ambisius, dan selalu memiliki semangat dan tujuan.
Karyawan-karyawan seperti itu mulai mendominasi perusahaan-perusahaan, di saat yang sama karyawan-karyawan senior (older workers) masih aktif dan bahkan menjadi kontributor berharga bagi perusahaan. “Seringkali, hal ini memunculkan gesekan-gesekan,” kata Deloitte.
Gen Y, atau juga sering disebut Net Geners –mengacu pada keterkaitannya pada Internet, seringkali merasa tidak nyaman dengan hal-hal yang berbau pemaksaaan kehendak karena jabatan yang lebih tinggi. Mereka lebih menyukai gaya atasan yang kolaboratif dan mau mendengar masukan-masukan termasuk dari mereka.
Menurut laporan The Economist, Majalah Ekonomi terkemuka, kondisi itu seringkali membuat Net Geners tidak betah berlama-lama di satu kantor.
Hal ini menciptakan masalah baru bagi para manajer. Karena penurunan, Net Geners merasakan lebih sulit untuk melompat ke pekerjaan baru. Pada saat yang sama, ketidakpuasan mereka tumbuh di saat perusahaan yang dilanda krisis mengadopsi gaya pendekatan perintah dan kendalikan (command-and-control) untuk manajemen –antitesis dari sifat terbuka, gaya kolaboratif yang lebih dipilih pekerja muda.
Situasi kantor yang kurang bebas dan lebih banyak perintah telah memicu keluhan di antara Gen Y dan mengatakan bahwa kantor atau tempat mereka bekerja telah berubah ‘alat masak yang panas’ atau ‘kamar didih’. “Resesi menciptakan frustrasi lebih tinggi di kalangan anak muda yang terjebak dalam pekerjaan," kata Cam Marston, konsultan SDM dalam laporan majalah itu.
Gesekan antar generasi memang tak bisa dihindarkan di saat keberadaan Baby Boomers, Gen X dan Gen Y dalam satu kantor tak bisa dihindarkan. Meski begitu, Gen Y nampaknya yang paling bisa menyesuaikan. Dalam sebuah survey yang dilakukan Ernst & Young, lembaga konsultasi manajemen itu mendapatkan bahwa ketika mereka diminta untuk bekerja sukarela dengan membuat sebuah tim lintas generasi. Gen Y, dalam survey itu, tidak mengalami masalah dengan hal itu, namun tidak dengan kolega kantor dari generasi lain.
Survei itu dilakukan online pada akhir Juni 2013, dari 1.215 profesional lintas-perusahaan di luar organisasi EY dan di Amerika Serikat, termasuk sedikitnya 200 manajer dan 200 nonmanagers dalam tiga generasi (Generasi Y / milenium: usia 18-32, generasi X: usia 33-48 dan baby boomer: usia 49-67).
Jadi meskipun, generasi milenium digambarkan sebagai generasi yang kurang suka dengan sikap otoritas, mereka juga bisa menyesuaikan diri dengan sifat dan sikap generasi yang lain.
                                                                                       

-------======--------======-------======--------======--------======--------=======--------


Siklus Generasi di Abad ke 20


The Depression Era
Lahir :    1912-1921
Umur pada 2014: 100 tahun lebih

Orang-orang pada era depresi cenderung konervatif, kompulsif, menjaga utang tetap rendah dan menggunakan lebih banyak produk keuangan yang aman ketimbang bermain saham. Orang-orang pada generasi ini merasa bertanggung jawab untuk mewarisi peninggalan yang berharga kepada anak-anak mereka. Cenderung patriotik, berorientasi kerja ketimbang bersenang-senang, tunduk pada otoritas, dan memiliki tanggung jawab moral yang tinggi.

Perang Dunia II
Lahir : 1922 sampai 1927
Umur pada 2014: 87-94

Kelompok orang-orang ini memiliki kesamaan tujuan dalam mengalahkan kekuatan kutub yang berkuasa. Tidak mengejar atau menuntut kepentingan pribadi.


Kelompok Pasca Perang
Lahir : 1928-1945
Usia pada 2014: 69 sampai 86
Generasi ini memiliki kesempatan yang signifikan dalam pekerjaan dan pendidikan saat perang berakhir dan ledakan ekonomi pasca perang melanda Amerika. Namun, ketegangan Perang Dingin, potensi perang nuklir menyebabkan tingkat ketidaknyamanan dan ketidakpastian yang belum ada sebelumnya. Anggota dari kelompok ini mengedepankan keamanan, kenyamanan, dan keakraban.

The Baby Boomers
Lahir : 1946-1954
Usia pada 2014: 50-70

Pengalaman hidup generasi ini sama sekali berbeda. Sikap, perilaku dan masyarakat yang sangat berbeda. Di AS, kelompok boomer pertama dibatasi oleh Pembunuhan Kennedy dan Martin Luther King, gerakan Hak Sipil dan Perang Vietnam.

Boomers II or Generation Jones
Lahir : 1955-1965
Age in 2014: 49-59

Sementara Boomers generasi I ditandai oleh perang Vietnam, Boomers II ditandai oleh munculnya penyakit AIDS sebagai bagian dari ritus mereka. Anggota termuda dari generasi Boomer II sebenarnya tidak mendapatkan manfaat dari kelas Boomer I karena banyak pekerjaan terbaik, peluang, fasilitas perumahan diambil oleh kelompok yang lebih besar dan lebih awal.

                                     
Generation X
Born: akhir 1960-an hingga 1970-an

Sometimes referred to as the “lost” generation, this was the first generation of “latchkey” kids, exposed to lots of daycare and divorce. Known as the generation with the lowest voting participation rate of any generation, Gen Xers were quoted by Newsweek as “the generation that dropped out without ever turning on the news or tuning in to the social issues around them.”

Gen X is often characterized by high levels of skepticism, “what’s in it for me” attitudes and a reputation for some of the worst music to ever gain popularity. Now, moving into adulthood William Morrow (Generations) cited the childhood divorce of many Gen Xers as “one of the most decisive experiences influencing how Gen Xers will shape their own families”.


Kadang-kadang disebut sebagai ‘generasi yang hilang’,  di AS ditandai dengan banyaknya tempat penitipan anak dan perceraian. Dikenal sebagai generasi dengan tingkat partisipasi pemilih terendah setiap generasi, Gen X dikutip oleh Newsweek sebagai "generasi yang putus tanpa pernah menyimak berita atau tertarik dengan isu-isu sosial di sekitar mereka.

Gen X sering ditandai oleh tingginya tingkat skeptisisme, sikap ‘apa untungnya bagi saya’ dan masa di mana beberapa musik terburuk pernah mendapatkan popularitas.


Generation Y, Echo Boomers or Millenniums
Born: 1980-an  hingga awal 1990-an
Usia pada 2014: 20-an hingga awal 30-an.

Kelompok usia terbesar sejak Baby Boomers, angka yang tinggi mencerminkan kelahiran mereka seperti yang generation orang tuanya. Anak-anak Gen Y dikenal sangat canggih, dan melek teknologi, kebal terhadap cara pemasaran paling tradisional. Mereka juga well-inform, dan sangat menjunjung tinggi kecepata informasi. Mereka dididik oleh ekspansi yang cepat di saluran TV kabel, radio satelit, internet.
Gen Y juga kurang loyal terhadap brand, dan kecepatan Internet telah membuat mereka menjadi fleksibel dan berubah-ubah dalam gaya busana.

Generation Z
Born: 1995-2012
Usia pada 2014: 10-19

Generasi ini tumbuh di lingkungan yang sangat beragam. Lingkungan yang beragam ini akan membuat lulusan sekolah dari generasi berikut ini yang paling berbeda. Level tinggi dari teknologi akan membuat terobosan yang signifikan di bidang akademik yang memungkinkan pemodifikasian instruksi.
Anak-anak Gen Z akan tumbuh dengan lingkungan media dan komputer yang sangat canggih dan akan lebih ‘cerdas Internet’ dan ahli dibanding pelopor mereka pada Gen Y. Akan lebih banyak lagi yang akan dicapai oleh Gen Z.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar