Senin, 19 Agustus 2013

Multifinance yang Tak Mati-Mati

Perusahaan multifinance tetap bisa eksis dan mencatatkan pertumbuhan kinerja yang signifikan meski menghadapi aturan ketat dan kondisi perekonomian yang melemah. Ini bukti bahwa prospek bisnis ini tak akan sepi. 

Apa yang terlalu cepat atau terlalu lambat selalu menjadi perhatian serius setiap otoritas. Pun yang terlalu tinggi atau yang terlalu rendah. Bahkan seringkali, segala sesuatu yang serba terlalu itu harus dikendalikan. Dengan kata lain, otoritas lebih menyukai sesuatu yang sedang-sedang saja. Salah satu yang terkena sindrom itu adalah industri pembiayaan, lebih khusus lagi pembiayaan kendaraan bermotor. Industri ini memang terus menerus mencatat pertumbuhan fantastis sejak sektor jasa keuangan Indonesia resmi keluar dari kubangan krisis moneter 1997/1998. Industri pembiayaan, karena itu, menjadi salah satu industri dengan prospek yang menarik di Indonesia. Industri ini terbukti mampu bertahan dari gejolak krisis ekonomi. Bahkan aset industri pembiayaan kendaraan tumbuh rata-rata 24,47 persen per tahun dalam sepuluh tahun terakhir. Daya tarik industri pembiayaan, jika mau ditelisik lebih dalam memang tak bisa dilepaskan dari beberapa faktor. Di antaranya adalah skema bisnisnya yang didasarkan pada underlying asset sehingga relatif aman, kedekatan jaringan industri pembiayaan dengan industri manufaktur, serta posisinya yang seringkali merangkap sebagai distributor dan pemegang merek tunggal yang memudahkan dan mempercepat pelayanan. Hal tersebut, tak pelak membuat industri pembiayaan menjadi lebih dekat dengan nasabah dibandingkan pemberi kredit lainnya. Daya tarik itu kian bertambah lagi terutama bagi investor karena pada saat perekonomian global melambat yang juga berdampak ke sektor keuangan nasional, indsutri ini tetap tumbuh positif. Saat itu asetnya mampu tumbuh 3,5 persen ke posisi Rp174 triliun dengan laba bersih Rp7,8 triliun atau naik 21,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Selepas itu, industri pembiayaan kembali meraih kinerja yang cukup gemilang dengan kembali kepada jalur pertumbuhan di kisaran 25-30 persen. Otoritas tampaknya mengkhawatirkan kondisi itu. Pada tahun lalu, maka dari itu, pengawas industri keuangan nonbank, mengeluarkan aturan yang mau tidak mau akan mengganjal kegiatan perusahaan pembiayaan. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 43/PMK.010/2012 tentang uang muka pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan, tak pelak membuat industri agak terhuyung-huyung meski hanya sebentar. Dalam PMK tersebut dijelaskan, peraturan itu bertujuan untuk meningkatkan kehati-hatian dalam melakukan pembiayaan dan menciptakan persaingan yang sehat di industri perusahaan pembiayaan. Adapun pokok-pokok yang diatur dalam PMK dimaksud, yakni bagi kendaraan bermotor roda dua, uang muka (down payment/DP) paling rendah 20 persen dari harga jual bersangkutan. Bagi kendaraan bermotor roda empat yang digunakan untuk tujuan produktif, paling rendah 20 persen dari harga jual kendaraan. Sementara bagi kendaraan berotor roda empat yang digunakan untuk tujuan non-produktif, paling rendah 25 persen dari harga jual kendaraan. Dampak dari kebijakan itu mulai terasa. Pada kuartal pertama tahun ini pertumbuhan industri yang beken disebut multifinance ini mulai melambat. Sepanjang waktu itu, kenaikan outstanding pembiayaan industri multifinance lebih rendah jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Berdasarkan data Ototritas Jasa Keuangan (OJK), pada kuartal pertama 2013 piutang pembiayaan industri multifinance meningkat 16,86 persen menjadi Rp 312,95 triliun dibandingkan kuartal I 2012 sebesar Rp 267,78 triliun. Angka itu lebih rendah jika dibandingkan tahun lalu yang bisa tumbuh 79,44 persen.

Tantangan Lain
Jalan terjal yang dihadapi industri multifinance tidak cukup sampai di situ. Selain menetapkan aturan uang muka, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) juga mewajiban pendaftaran fidusia yang sejatinya sudah ditetapkan sejak Oktober lalu. Selain itu otoritas jugatengah membuat kajian untuk menetapkan minimal kredit macet (credit loss) untuk meningkatkan kesehatan perusahaan pembiayaan. Aturan fidusia yang termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 130/PMK.010/2012 mewajibkan multifinance yang melakukan pembebanan jaminan fidusia untuk mendaftarkan jaminan tersebut kepada kantor pendaftaran fidusia paling lambat 30 hari sejak perjanjian pembiayaan dilakukan. Regulator akan memberikan sanksi jika perusahaan multifinance tidak mendaftarkan jaminan fidusia. Sanksi berupa peringatan, pembekuan kegiatan usaha hingga pencabutan izin usaha. Praktik sederhana dalam jaminan fidusia adalah debitur atau pihak yang punya barang mengajukan pembiayaan kepada kreditor, lalu kedua belah sama-sama sepakat mengunakan jaminan fidusia terhadap benda milik debitor dan dibuatkan akta notaris lalu didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Kreditur sebagai penerima fidusia akan mendapat sertifkat fidusia, dan salinannya diberikan kepada debitur. Dengan mendapat sertifikat jaminan fidusia maka kreditur/penerima fidusia serta merta mempunyai hak eksekusi langsung (parate eksekusi), seperti terjadi dalam pinjam meminjam dalam perbankan. Kekuatan hukum sertifikat tersebut sama dengan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pelaku bisnis sempat keberatan atas aturan ini, karena kesulitan penerapan di lapangan. Akhirnya OJK –yang menggantikan posisi Bapepam LK sejak awal tahun ini– turun tangan. “Pendaftaran jaminan fidusia bukanlah hal wajib bagi multifinance yang menyalurkan pembiayaan untuk kendaraan bermotor. Wajib pendaftaran fidusia hanya berlaku bagi multifinance yang memberlakukan pembebanan jaminan fidusia kepada nasabah,” terang Firdaus Djaelani, Komisioner OJK . Menurut dia, multifinance yang tidak memberlakukan penarikan beban jaminan fidusia, maka perusahaan pembiayaan itu boleh untuk tidak mendaftarkannya. “Apabila multifinance tidak mendaftarkan fidusia, maka tidak dapat menarik kendaraan dari nasabah jika terjadi kredit macet,” tambah dia. Pelaku bisnis tentu sedikit lega dengan ketentuan itu. Mereka merasa memiliki pilihan untuk melakukan jaminan fidusia atau tidak terhadap kendaraan yang dibeli oleh konsumen. Meski demikian, sederet ketentuan itu sudah lacur membuat industri tertohok. “Aturan DP (down payment), kebijakan fidusia, hingga melemahnya harga komoditas menjadikan daya beli masyarakat berkurang," kata Willy S. Dharma, Direktur Utama Adira Finance. Terbukti, nilai pembiayaan sepeda motor di Adira Finance turun 5 persen menjadi Rp19,4 triliun dari Rp20,4 triliun di. Untung saja, perusahaan ini masih bisa menggenjot pembiayaan mobil, yang tumbuh 8 persen menjadi Rp 13,2 triliun. Selain itu masih ada lagi hadangan dari regulator kepada industri yaitu soal kewajiban modal disetor. Pemerintah telah mewajibkan perusahaan untuk meningkatkan modal disetor menjadi Rp100 miliar. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan yang menitikberatkan pada penguatan struktur modal perusahaan pembiayaan, pengurangan risiko pinjaman, dan penguatan efisiensi aset. Tiga hal pokok tersebut telah menjadi acuan Bapepam-LK dalam penerbitan izin usaha baru dan pencabutan izin usaha perusahaan pembiayaan yang tidak memenuhi ketentuan. Aturan itu tak pelak membuat sejumlah multifinance gulung tikar karena tak bisa memenuhinya. Tercatat sejak tahun 2007, sebanyak 32 perusahaan telah dicabut izinnya. Namun demikian, pencabutan sejumlah perusahaan pembiayaan yang tidak memenuhi ketentuan tidak serta merta mengurangi pertumbuhan aset industri jasa pembiayaan. Bahkan, sebaliknya atura itu menciptakan industri jasa pembiayaan yang ada semakin kuat dan sehat dengan manajemen risiko yang lebih baik. Data periode 2007-2011 bisa menjadi cerminan. Meskipun jumlah perusahaan dengan kategori aset di bawah Rp100 miliar dan antara Rp100 miliar-Rp500 miliar masih mendominasi, dalam periode tersebut telah terjadi peningkatan pada jumlah perusahaan pembiayaan dengan nilai aset yang lebih besar. Hingga akhir tahun 2011, sebanyak 55,7 persen atau Rp162,2 triliun dari total aset industri terkonsentrasi pada 11 perusahaan dengan kepemilikan aset di atas Rp5 triliun. Perusahaan beraset antara Rp1 triliun-Rp5 triliun menguasai Rp95,46 triliun, sekitar 32,8 persen dari total aset industri. Perusahaan multifinance memang tetap bisa mencatatkan pertumbuhan tinggi meski dihantam serangan bertubi-tubi.

Box
Bisnis yang Tetap Tegak Berdiri
Kegiatan usaha industri perusahaan pembiayaan yang meliputi sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring), usaha kartu kredit (credit card), dan pembiayaan konsumen (consumer financing) telah berkembang cukup signifikan dan mampu memberikan kontribusi pada aktivitas ekonomi Indonesia. Kegiatan industri perusahaan pembiayaan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang ditunjukkan dengan naiknya piutang pembiayaan hampir 7 kali lipat dalam satu dekade terakhir, yakni dari Rp38,3 triliun pada tahun 2003 menjadi Rp302,1 triliun pada tahun 2012. Rata-rata pertumbuhan pembiayaan mencapai 24,9 persen pertahun. Kegiatan pembiayaan konsumen masih mendominasi industri pembiayaan Indonesia selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2012, porsi piutang pembiayaan konsumen mencapai 63,5 persen dari total piutang pembiayaan sementara sewa guna usaha dan anjak piutang masing-masing 34,8 persen dan 1,7 persen. Usaha pembiayaan kartu kredit terus tenggelam seiring makin banyak bank yang menerbitkan kartu kredit sendiri. Dominasi pembiayaan konsumen menunjukan kegiatan pembiayaan oleh industri perusahaan pembiayaan lebih banyak disalurkan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif. Pembiayaan jenis inilah yang masih mampu tumbuh positif dan menjadi pendorong kinerja industri pembiayaan disaat perekonomian memburuk pda tahun 2009 silam. Tingginya permintaan kendaraan bermotor oleh masyarakat Indonesia secara signifikan mendorong pertumbuhan kegiatan pembiayaan konsumen ini seiring dengan kondisi perekonomian Indonesia yang stabil. Jenis pembiayaan sewa guna usaha yang merupakan pembiayaan produktif mencapai Rp105,1 triliun pada tahun 2012, naik 37,2 persen (yoy). Meski industri pertambangan batubara dan perkebunan sawit sedang meredup, permintaan untuk pembiayaan sewa guna usaha masih cukp tinggi. Salah satunya adalah karena bergairahnya proyek infrastruktur. Sejak berkontraksi pada tahun 2009 dengan membukukan pertumbuhan minus 8,2 persen, pembiayaan jenis ini mampu tumbuh 14,3 persen dan 44,1 persen untuk dua tahun berikutnya. Di sisi lain, seperti periode-periode sebelumnya, kegiatan anjak piutang dan kartu kredit oleh industri pembiayaan hanya mendapatkan porsi sangat kecil, yaitu sekitar 2 persen dari total piutang pembiayaan industri. Pada tahun 2012, posisi pembiayaan anjak piutang sebesar Rp5,1 triliun atau naik 31,5 persen (yoy). Karakteristik bisnis anjak piutang (factoring) yang memang memiliki risiko kredit lebih tinggi dibandingkan kegiatan pembiayaan lainnya membuat kinerjanya cenderung turun-naik. Di Indonesia, banyak perusahaan pembiayaan yang memang tidak menjadikan kegiatan anjak piutang dalam lini bisnisnya. Sementara itu, kartu kredit hanya sebesar 2,5 triliun atau naik 48,5 persen (yoy). Kualitas aset pembiayaan dapat dilihat dari naik turunnya nilai non-performing financing (NPF) piutang pembiayaan. Semakin kecil nilai NPF, semakin bagus kualitas aset piutang perusahaan pembiayaan. Selama tahun 2012, kondisi ekonomi Indonesia yang stabil ikut mendorong peningkatan penyaluran pembiayaan yang dilakukan oleh industri perusahaan pembiayaan. Namun demikian, belajar dari krisis keuangan global 2009, perusahaan pembiayaan sejak tahun 2010 mulai menerapkan kebijakan yang selektif dan pruden dalam penyaluran pembiayaannya. Hal tersebut menjadikan risiko pembiayaan industri sejak tahun 2008 cenderung menurun, yang ditunjukkan oleh penurunan rasio NPF dari 2,70 persen di tahun 2008 menjadi 1,14 persen pada tahun 2012 yang merupakan nilai rasio NPF terendah selama sepuluh tahun terakhir. Total NPF pada akhir tahun 2012 sebesar Rp3,4 triliun dengan rincian perusahaan pembiayaan Rp3,1 triliun, sewa guna usaha Rp315 miliar, dan anjak piutang Rp115 miliar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar