Untuk menjadi bank yang pertama kali meluncurkan sebuah produk atau layanan, banyak pertimbangan yang harus dipikirkan pengelola bank. Iming-iming menjadi terkenal tampaknya tidak akan berarti apa-apa jika pada akhirnya bank tidak mendapatkan apa-apa dari langkah inovatifnya tersebut.
Kemajuan dunia saat ini selalu dipicu oleh
orang-orang yang memulai, yang menemukan atau melakukan sesuatu untuk pertama
kalinya. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya dunia ini jika tidak
ada komputer buatan Howard H Aiken pada 1940-an. Meskipun begitu tamatan
Harvard ini mungkin tidak bisa membuat komputer tanpa adanya naskah-naskah dari
Charles Babbage hampir seabad sebelumnya.
Atau bagaimana jadinya jika internet tidak
ditemukan pertama kali oleh seorang insinyur bernama Leonard Kleinrock pada
1969.
Dengan menjadi yang pertama yang menemukan
sesuatu sudah barang tentu kita berkesempatan untuk dikenal orang. Bahkan meski
ketika “pertama kali” melakukannya kita menemui kegagalan pun orang akan
menempatkan nama kita sebagai perintis setelah ada orang yang berhasil
melakukannya.
Dalam dunia bisnis, menjadi yang pertama
menemukan produk baru (yang tentunya bisa dipasarkan) bisa mendapatkan
keuntungan lain. Perusahaan bisa mendulang pendapatan atau mengurangi biaya dari
produk atau layanan yang belum dimiliki oleh pesaing-pesaingnya. Bahkan kelebihan-kelebihan
itu bisa lebih berkesinambungan saat perusahaan atau individu mendapatkan hak
paten atas produk atau jasa barunya itu.
Namun di atas semua itu menjadi yang
pertama akan membuka jalan dalam perkembangan dunia di kemudian hari. Demikian pula
yang terjadi pada perbankan. Mungkin kita tidak akan pernah mengenal bank kalau
Bank Roh Kudus atau Il Banco di Santo Spirito dalam bahasa Italia tidak
didirikan oleh Paus Paulus V pada tanggal 13 Desember 1605.
Sebagaimana dikutip di laman Wikipedia, bank
ini juga merupakan bank nasional pertama di Eropa, bank deposit pertama di
Roma, dan bank yang beroperasi tanpa henti tertua di Roma hingga akhirnya
dimerger di tahun 1992.
Akan tetapi bank pertama yang berdiri
sebagai sebuah perusahaan berbentuk firma adalah bank di Inngris pada tahun
1690. Saat itu kerajaan Inggris berencana membangun kembali kekuatan armada
lautnya untuk bersaing dengan kekuatan armada laut Prancis akan tetapi
pemerintahan Inggris saat itu tidak mempunyai kemampuan pendanaan.
Kemudian berdasarkan gagasan William
Paterson yang didukung Charles Montague direalisasikanlah lembaga intermediasi
keuangan yang dapat memenuhi kebutuhan dana pembiayaan tersebut hanya dalam
waktu duabelas hari. Setelah masa itu bank menyebar ke seluruh dunia melalui
perdagangan, hingga saat ini ketika bank-bank di seluruh dunia hampir seluruh
terkait.
Di zaman modern seperti saat ini,
persaingan yang ketat telah menuntut bank untuk terus melakukan terobosan dan
inovasi agar bisa menjadi yang pertama dalam menelurkan produk atau layanan
baru bagi nasabah.
Di dalam buku-buku kuliah manajemen,
inovasi produk dipengaruhi oleh beberapa yaitu perubahan selera pasar (market driven), kemajuan teknologi (technology driven) dan kondisi ekonomi (economic driven).
Pasar, dalam hal ini adalah nasabah memang
mempunyai selera yang senantiasa berubah yang dipengaruhi tren, gaya hidup,
nilai sosial budaya dan globalisasi. Layanan wealth management, kartu kredit, kartu debit beserta segala
inovasinya bisa jadi dipengaruhi oleh selera pasar.
Desakan perkembangan teknologi di sisi
lain, juga akan membuat perbankan penyesuaian-penyesuaian dalam produk dan
layanan. Bank akan membuat produk yang lebih modern, praktis dan simpel. Contoh
dari inovasi yang disebabkan oleh perkembangan teknologi adalah munculnya
layanan electronic banking
(e-banking), phone banking atau sms banking.
Sedangkan pengaruh kondisi ekonomi misalnya
ekonomi dalam keadaan resesi, akan memaksa bank untuk beralih kepada lini
bisnis sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Jadilah inovasi-inovasi
di sektor ini meningkat.
Meski demikian dalam penerapannya, menjadi
“yang pertama” atau menjadi inovator tidak semudah diucapkan apalagi di
industri perbankan yang penuh dengan aturan dan persaingan ketat. Diperlukan
banyak energi sebelum bank akhirnya bisa menelurkan sesuatu yang baru. Salah satunya
adalah divisi perencanaan produk yang handal.
Dalam buku Innovation in the Reinvented
World karya Dee McCrorey, disebutkan bahwa perusahaan atau organisasi yang
inovatif biasanya memiliki divisi riset yang mumpuni. “Organisasi yang
menganggap penelitian dan pengembangan sebagai investasi strategi dibandingkan
sesuatu untuk memotong atau menghilangkan bau pada pertama dari kesulitan
ekonomi membedakan diri dalam dunia bisnis baru,” kata Dee dalam bukunya.
Apa yang dikatakan Dee dalam bukunya,
setidaknya terbukti dalam kenyataan atau praktik di perbankan. Menurut Head of
Processing Center BNI Frito Marcevianto sebuah bank yang ingin menerbitkan
produk dan layanan baru harus melwati beberapa proses yang cukup panjang.
“Prosesnya bisa sangat lama karena harus
digodok matang sebelum matang. Bahkan sebelumnya, bank yang akan meluncurkan
produk barunya diwajibkan melaporkan terlebih dahulu kepada BI sebagai regulator,”
kata dia.
Di BNI sendiri, menurut Frito yang pernah lima
tahun sebagai Head of Risk Management, setiap akan meluncurkan produk baru
pihaknya selalu melakukan perencanaan secara menyeluruh dan detil. Mulai dengan
menyelenggarakan rapat internal di setiap unit dan divisi terkait dengan produk
baru yang aknn diluncurkan. Setelah sepakat produk apa yang akan diluncurkan
barulah membicarakan kesiapannya, seperti bagaimana perangkat untuk teknologi
informasinya (TI), sistem akuntansinya dan juga bagaimana sistem pemasarannya.
Setelah produk baru tersebut selesai
digodok dan siap diluncurkan, bank akan melaporkan kembali kepada BI, mulai
dari semua kesiapan faktor pendukung produk baru tersebut. Misalnya kesiapan TI,
sistem akuntansinya.
Dalam Peraturan Bank Indonesia No 11/25/PBI/2009,
bank sentral mengatakan bahwa bank wajib menyampaikan laporan produk atau
aktivitas baru kepada BI. Laporan tersebut terdiri dari, laporan rencana
penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru paling lambat 60 hari sebelum
penerbitan atau pelaksanaan produk atau aktivitas baru, dan laporan realisasi
penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru paling lambat 7 hari kerja
setelah produk atau aktivitas baru dilakukan.
Follower
Takes All
Meski demikian, seharusnya bank tidak
berhenti hanya menjadi yang pertama melakukan aktivitas tertentu atau
mengeluarkan produk baru. Harus selalu ada pengembangan-pengembangan dari
layanan dan produk baru tersebut.
Sebagaimana lazimnya di dunia bisnis,
penemuan baru selalu akan diikuti oleh pesaing-pesaing jika hal itu dianggap
menguntungkan. Perusahaan lain akan mempelajari produk baru tersebut dan lalu
akan menirunya (copy cat). Bahkan
tidak jarang justru perusahaan yang belakangan meluncurkan produk tersebut yang
lebih banyak mendulang keuntungan.
Seperti yang dialami oleh Bank BCA.
Sejatinya, bank yang didirikan oleh Grup Salim itu bukanlah bank yang pertama
memperkenalkan mesin tarik tunai (automatic
teller machine/ATM) ke nasabah Bank di Indonesia. Akan tetapi Bank
Bumiputeralah yang pertama kali menggunakan ATM di Indonesia.
Akan tetapi, menjadi pionir bukanlah
jaminan akan menjadi pemimpin di industri manapun. BCA dengan strategi jitu
berhasil menjadi bank yang paling banyak memiliki jaringan ATM di Indonesia
saat ini. Lagi-lagi inovasi adalah strategi BCA dalam mengembangkan jaringan
ATM-nya, sesuatu yang tidak dilakukan Bank Bumiputera.
Awal tahun 1990-an, dikabarkan Antony Salim,
sang pemilik BCA bertemu Cacuk Sudarijanto yang saat itu menjadi Direktur Utama
Telkom. Antony ingin menyewa transponder satelit milik Telkom. Saat itu Telkom
tidak memenuhi permintaan Antony itu karena bertany-tanya apa rencana
sebenarnya dari bos kelompok usaha Salim.
Antony tetap tidak mau mengatakan untuk apa
dia ingin menyewa satelit, sebuah mesin vital dan mahal namun dia menjamin
bahwa apa yang akan dia lakukan tidak akan melawan hukum. Akhirnya cacuk
setuju.
Teka-tekipun akhirnya terungkap. Ternyata
Antony sedang mempersiapkan ribuan ATM untuk BCA dan dia membutuhkan satelit
sebagai jalur komunikasi ATM-nya.
Gebrakan BCA itu akhirnya yang mengantarkannya
ke posisi teratas dalam penyediaan ATM. Dan BCA pun semakin memperkuat dan
mempersenjatai diri dengan teknologi melalui internet banking dan mobile banking. Alhasil bank yang kini
dimiliki Grup Djarum itu tercatat sebagai bank dengan nasabah dan transaksi
terbanyak.
Contoh lain ketika para follower justru berada di atas angin adalah
layanan wealth management atau biasa
disebut juga private banking. Layanan
ini sebetulnya dihadirkan pertama kali oleh Bank Niaga pada 1991 dengan nama
Niaga Preferred Banking. Namun lambat laun, layanan ini diikuti oleh bank lain
dan kini hampir semua bank besar dan menengah dipastikan memiliki layanan ini.
Kini, bank-bank milik negara dengan aset
lebih gemuk dari Bank Niaga mulai menggeser pamor bank yang kini menjadi CIMB
Niaga. Bahkan yang lebih ironis, layanan khusus untuk nasabah kakap itu terlihat
didominasi oleh bank-bank asing yang memiliki channel layanan ke pusat-pusat keuangan dunia.
Bank Negara Indonesia 1946, di sisi lain
memiliki nasib yang mirip. Sebagai bank milik Negara yang pertama kali
dibentuk, bank yang beken disebut BNI 46 kalah mentereng dengan Bank Mandiri
yang dibentuk dari hasil merger lima bank pelat merah pada 1998.
Bank Muamalat juga bisa dibuat permisalan.
Bank syariah pertama di Indonesia ini kalah pamor dengan Bank Syariah Mandiri
yang merupakan anak usaha dari Bank Mandiri.
Meski demikian tidak semua pelopor berhasil
digeser oleh pelaku yang meniru apa yang dilakukannya. Bank Rakyat Indonesia
yang sejak berdirinya melayani kredit mikronya masih menjadi pemimpin pasar di
segmen tersebut di Indonesia.
Bank yang berdiri tanggal 16 Desember 1895,
oleh Raden Aria Wirjaatmadja hingga saat ini masih mendominasi pemberian kredit
usaha mikro meski hampir semua bank juga memiliki layanan yang sama.
Enggan
Jadi Pertama
Mungkin karena lebih banyaknya bank yang
berhasil dengan mengikuti langkah bank pionir ketimbang bank pionir itu
sendiri, menjadi penyebab pelaku perbankan agak takut menjadi yang pertama.
Artinya bank cenderung untuk menunggu apa yang dilakukan oleh pesaing ketimbang
memilih melakukannya untuk pertama kali.
Bahkan tidak cuma urusan produk dan layanan
baru fenomena itu berlangsung, untuk urusan kebijakan bank juga menunggu bank
pesaing untuk melakukannya terlebih dahulu. Dalam penetapan bunga misalnya,
bank akan celingak-celinguk dulu
sebelum menaikkan atau menurunkan suku bunga.
“BNI akan melihat pesaingnya untuk
menurunkan suku bunga kredit. Suku bunga kredit yang diberikan sudah cukup
rendah,” kata Direktur Utama BNI Gatot M Suwondo saat ditanya soal kemungkinan
menurunkan bunga seiring pemangkasan BI Rate.
Risiko yang besar dan berderet memang
seringkali membuat bank ketar-ketir saat ingin meluncurkan program baru. Namun
dengan insentif keuntungan yang besar dari pasar, tidak sedikit bank yang tetap
berani ambil risiko dengan mitigasi yang terukur.
Malahan di tengah makin cairnya batasan
antara bank dan industri keuangan lainnya, pelaku makin berani berinovasi menciptakan
produk-produk yang dikaitkan dengan instrumen-instrumen di pasar uang atau
pasar modal. Seperti yang pernah terjadi pada awal 2010 lalu.
Namun semua inovasi produk dan layanan itu
tentu tidak akan berarti apa-apa jika tidak bisa menolong bank, baik dengan
cara meng-generate pendapatannya
ataupun menghemat biaya operasionalnya. Jadi walaupun diiming-iming menjadi
terkenal atau menyumbang pada kemajuan dunia, di dalam sektor perbankan,
menjadi yang pertama bisa jadi bukanlah segala-galanya jika ternyata hal itu tidak
berpengaruh terhadap peningkatan profit.
(ditulis pada Januari 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar