Selasa, 22 Oktober 2013

Kolam Dangkal di Ujung Harapan

Pengawas bursa menghadapi risiko yang cukup kompleks dalam meng-conduct pasar modal yang masih dangkal, agar bisa berperan optimal bagi perekonomian. Oleh karena itu otoritas berencana menggelar sederet langkah untuk memperdalam pasar.                              

Pasar modal Indonesia, sempat mendapatkan predikat terbaik berdasarkan penilaian pada kinerja sepanjang triwulan pertama tahun ini. Bursa saham Indonesia hanya kalah dari Nikkei Jepang. Hingga akhir Maret lalu, indeks sebesar 614 poin atau sebesar 14,46 persen, sementara indeks Nikkei naik 1900 poin atau setara 18,67 persen.
Akan tetapi menjelang triwulan kedua berakhir, keadaan berubah. Sejak awal Juni, indeks saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) tampak tertekan dan anjlok. Padahal beberapa hari sebelumnya mencatatkan level tertingginya dalam sejarah yaitu sebesar 5.200. Hingga pekan kedua Juli, indeks harga saham gabungan (IHSG) berada pada kisaran 4.420 dan terus merosot jika tak ada perkembangan positif.
Hengkangnya investor asing dari bursa disebut-sebut sebagai biang keladinya melorotnya IHSG dari posisi terkuatnya. Bahkan keluarnya dana asing sudah dimulai sejak akhir Mei. Aksi jual oleh para investor asing itu didorong kabar bahwa Bank Sentral Amerika Serikat akan menghentikan secara bertahap kebijakan pelonggaran moneter (quantitative easing/QE) seiring perbaikan ekonomi negara adidaya tersebut.
Sebenarnya, dana-dana asing yang hengkang dan merontokkan indeks saham tidak hanya terjadi di Indonesia. Namun demikian, pasar modal Indonesia dinilai terjerembap relatif lebih dalam dibandingkan bursa lainnya. Mengapa demikian? Jawaban yang paling mudah diutarakan adalah karena banyaknya investor asing yang bermain di pasar modal Indonesia, bahkan cenderung begitu dominan.
Jadi ada ataupun tidak ada pemicu –seperti membaiknya perekonomian AS atau kebijakan The Fed, jika investor asing kompak untuk mengalihkan dananya ke luar Indonesia, maka bursa saham akan langsung bergolak. Dengan kata lain, pemodal asing masih masih sangat mempengaruhi (kalau tidak mau dibilang menguasai) pasar modal Indonesia.
Menurut data otoritas pengawas bursa, Bapepam LK, sebelum dilebur ke dalam Otoritas Jasa Keuangan, meskipun selalu mengalami pertumbuhan dalam beberapa tahun, jumlah rekening efek pemodal domestik masih berkisar 300 rekening. Sementara dari sisi jumlah investor, angkanya masih berada di kisaran 400 ribu orang. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia angka itu hanya hanya mencapai 1 persen, sementara di negara-negara kawasan Asia Tenggara angkanya bisa mencapai 10 hingga 30 persen.
Saat ini, menurut data yang sama, perbandingan antara investor mancanegara dan domestik adalah 55-45. Lebih jauh lagi, jika dilihat dari porsi kepemilikan sahamnya, dominasi investor asing bisa mencapai 58 persen. Porsi itu jelas membuat pasar modal Tanah Air rentan dengan aksi hit and run. Investor asing yang rata-rata bermodal kakap bisa dengan mudah memindahkan dana-dananya di sini ketika melihat pasar modal negara lain lebih menguntungkan.
Seperti yang terjadi dua bulan belakangan ini. Bahkan seperti dilansir oleh Otoritas Jasa Keuangan, dana asing yang keluar selama sebulan kisruh pasar modal atau selama bulan Juni, mencapai Rp5 triliun. Penarikan dana asing bahkan sudah dimulai sejak Mei. Menurut data dari creative trading system.com selama Mei dana asing yang keluar adalah sebesar Rp7,8 triliun. Jumlah itu dinilai sebagai outflow bulanan kedua terbesar sepanjang sejarah pasar modal nasional.
Menurut laman itu, sampai awal di awal bulan Mei total dana asing yang masuk sejak awal tahun sebesar Rp18,5T, artinya sebesar 42 persen dari yang sudah masuk sepanjang tahun 2013 keluar sepanjang Mei.
Asing, kata laman itu lagi, sedang mempraktikkan istilah ‘sell in May and go away’. “...(istilah itu) bukan hanya mengindikasikan saham-saham akan bergerak turun di bulan Mei, melainkan dimulai bulan Mei sampai bulan Oktober,” kata laman itu.
Pengaruh asing yang kebanyakan merupakan pemodal besar, telah mendominasi bursa saham selam bertahun-tahun. Besarnya peran investor mancanegara itu disebabkan oleh minimnya investor domestik yang terjun ke pasar saham. Fakta itu –bersama dengan masih sedikitnya instrumen yang ada –yang membuat pasar modal Indonesia seringkali disebut ‘masih dangkal’. Ibarat kolam yang dangkal, jika sedikit saja ada gerakan dari ikan yang besar maka kolam itu akan beriak dan bergolak.
Maka dari itu tidaklah mengherankan jika pasar modal Indonesia kerap kali menjadi ajang spekulasi bagi pemodal-pemodal kakap yang biasanya berasal dari mancanegara. Dana-dana milik investor asing bisa dengan mudah keluar begitu melihat risiko yang bisa mengikis dananya di pasar dalam negeri atau melihat potensi lebih besar di pasar negara lain. Guncangan di pasar modal pada Mei dan Juni lalu membuktikan betapa gerakan investor asing selalu menggoyang bursa.
Regulator bukannya tidak mengetahui kenyataan itu. Masalah, minimnya investor lokal dan investor ritel sudah menghantui pikiran sejak beberapa tahun lalu. Sejak tiga tahun lalu, sejak masih di tangan Bapepam LK, otoritas sudah menggulirkan rencana induk untuk mengembangkan pasar modal.
Terkait peningkatan jumlah investor lokal dan ritel, Bapepam sejak 2010 sudah mewajibkan perusahaan efek yang merupakan anggota bursa untuk memiliki pemodal domestik dalam jumlah tertentu. Di sisi lain, otoritas juga akan melakukan edukasi dan sosialisasi yang akan difokuskan untuk mendongkrak investor ritel di pasar modal.
Akan tetapi, selain masalah minimnya investor, pasar modal juga dihinggapi masalah minimnya perusahaan yang sudah terbuka atau telah menjadi emiten. Saat ini tercatat hanya sekitar 400 persusahaan saja yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jumlah itu tentu tidak sebanding dengan jumlah perusahaan yang ada pada perekonomian nasional.
Minimnya minat perusahaan-perusahaan untuk menerbitkan saham perdana atau IPO tidak bisa dilepaskan dari proses dan persyaratan yang ada yang dinilai terlalu panjang dan merepotkan. Dokumen yang dipersyaratkan akan bertambah banyak jumlahnya jika calon emiten memiliki banyak anak perusahaan, karena dokumen tersebut mencakup dokumen emiten sendiri maupun dokumen yang terkait dengan anak-anak perusahaannya.
Karena itulah untuk memancing lebih banyak perusahaan agar go public, otoritas melakukan beragam penyederhanaan prosedur dan aturan. Lembaga pengawas sebelum OJK sejatinya sudah melakukan beberapa kajian untuk menyederhanakan proses dan prosedur penawaran umum. Hasil kajian tersebut antara lain rekomendasi untuk menerapkan skema shelf registration dalam rangka penerbitan efek. Skema shelf registration adalah kegiatan penawaran umum atas efek bersifat utang dan atau sukuk yang dilakukan secara bertahap,dalam jangka waktu tertentu dan dalam jumlah tertentu.
Dengan skema ini, emiten cukup menyampaikan satu) kali pernyataan pendaftaran yang kemudian dapat dipergunakan untuk beberapa kali emisi efek dalam suatu periode tertentu, misalnya dua tahun. Meski dipermudah, kebijakan ini tidak dimaksudkan untuk mengurangi kualitas keterbukaan informasi dan jumlah informasi yang harus disampaikan ke publik karena informasi tersebut akan tetap tersedia secara berkala walaupun dalam dokumen yang lebih sederhana. “Skema ini dapat membantu Emiten untuk dapat segera melakukan penawaran umum ketika terdapat kebutuhan dana,” kata dokumen resmi Bapepam-LK yang terbit pada 2009.
Kebijakan lain yang akan diterapkan adalah e-registration untuk menyampaikan pernyataan pendaftaran. Penerapan e-registration diharapkan akan mengurangi biaya yang dikeluarkan Emiten dan meningkatkan kemudahan serta kecepatan emiten dalam menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam-LK.

Masalah Lain
Sejatinya, masalah yang menggelayuti pasar modal nasional bukan cuma berasal dari dominasi pemodal asing dan sekaligus minimnya investor lokal saja. Menurut Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad setidaknya ada tiga masalah fundamental dalam pasar modal yaitu infrastruktur pendukung, keterbukaan pasar dan penegakkan hukum.
Ketiga hal itu dinilai akan menjadi faktor pendorong pendalaman pasar (market deepening) di bursa nasional. “Pasar yang chetek cenderung akan mudah diombang-ambingkan dan selalu menghadapi masalah likuiditas,”ujar Muliaman.
Untuk memperdalam pasar OJK juga sudah menyiapkan rencana agar lebih banyak perusahaan yang go public serta lebih banyak investor. Selain itu otoritas juga akan merangsang tumbuhnya produk-produk investasi di pasar modal agar investor bisa memiliki pilihan yang beragam dalam menempatkan dananya.
Maka dari itu, OJK sejak berdirinya sudah berancang-ancang untuk segera mengembangkan pasar yang dinilai masih relatif sepi yaitu obligasi. “Perkembangan di pasar obligasi kecil sekali, dan kami akan membuatnya lebih menarik buat investor,” ujar Muliaman.
Menurut mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia itu, jika pasar obligasi baik pemerintah maupun korporasi mulai ramai maka pembiayaan korporasi akan ikut marak. Selanjutnya pembangunan infrastruktur diharapkan akan mulai bergerak lebih semarak dan pertumbuhan ekonomi bisa terdongkrak.
Selama ini, pembiayaan sektor riil masih bergantung kepada kredit perbankan. Padahal dana-dana perbankan masih didominasi oleh deposito yang berbunga mahal dan berjangka pendek. “Bagaimana bank bisa leluasa membiayai kredit-kredit infrastruktur kalau sumbernya berasal dari dana-dana deposito jangka pendek?” tanya dia.
Oleh karena itu, kebijakan mendorong pasar obligasi yang akan diterapkan OJK diharapkan tidak hanya akan membuat pasar modal lebih dalam tetapi juga bisa menjadi solusi pembiayaan infrastruktur.
Tahap awal, OJK akan melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai investasi di obligasi karena banyak yang belum paham. Otoritas juga sudah memulai langkah untuk memangkas hambatan-hambatan dari sisi pajak ketika awal Juli lalu bersama dengan Direktorat Jenderal Pajak menandatangani nota kesepahaman untuk mengharmonisasikan peraturan perundang-undangan di sektor perpajakan dan jasa keuangan.
Sementara itu, untuk meningkatkan jumlah emiten, OJK juga memiliki beberapa program seperti penyederhanaan prosedur penawaran umum, rasionalisasi kewajiban keterbukaan bagi emiten. “Serta upaya mendorong perusahaan untuk go public,” kata Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Pasar Modal, Nurhaida.
Selama lima tahun belakangan, pasar modal Indonesia memang telah mencatatkan hasil yang cukup gemilang. Hal itu dapat dilihat dari beberapa indikator mulai dari IHSG yang pada 2009 hanya di level 2.534,36 dan kini telah menyentuh level 4.609 per 11 Juni 2013. Lalu rata-rata harian perdagangan saham yang melonjak dari Rp 4 triliun di 2009 menjadi Rp 6,8 triliun. Hingga kapitalisasi pasar dari Rp 2.019 triliun dan menjadi Rp 4.522 triliun.
OJK sepertinya punya kewajiban untuk menjaga tren tersebut sekaligus meningkatkannya. Tujuannya tentu bukan untuk mencapai predikat pasar modal terbaik namun lebih dari itu agar pasar modal bisa menjadi sumber pembiayaan yang aman dan stabil agar mampu menjadi bahan bakar pertumbuhan ekonomi.

 ==============================================================

Masalah yang dihadapi Pasar Modal di Indonesia
1. Tingkat bunga deposito yang tinggi, sehingga masyarakat lebih tertarik mendepositokan uangnya daripada menanamkannnya dalam surat berharga di pasar modal. kebijaksanaan dibidang deposito dengan fasilitas perpajakannya yang ada masih lebih menarik dari pada investasi dengan membeli surat berharga di pasar modal.
2. perusahaan umumnya masih dikelola secara tertutup dan kurangnya minat untuk membuka penyertaan modal masyarakat luas.
3. kebijaksanaan kredit relatif lebih menarik bagi perusahaan sebagai sumber pembiayaan dari pada menawarkan saham melalui pasa modal. Persyaratan untuk memperoleh kredit relatif lebih mudah
4. Syarat pemeriksaan  akuntan publik untuk setiap laporan keuangan perusahaan selama ini banyak tidak dipenuhi sehingga mempunyai pengaruh menyulitkan masyarakat untuk menilai suatu perusahaan.
5. Keengganan perusahaan untuk IPO karena syarat-syarat pemeriksaan laporan keuangan oleh akuntan publik masih harus diperiksa oleh pihak pajak.
Sumber : dari berbagai sumber


Rencana Besar Otoritas dan Strategi Pencapaiannya hingga 2014
Sumber pendanaan yang mudah diakses, efisien,
-          Mengurangi hambatan bagi dunia usaha untuk mengakses pasar modal sebagai sumber pendanaan
-          Meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap lembaga pembiayaan dan penjaminan
-          Menyempurnakan peran profesi, lembaga penunjang, dan penjamin emisi dalam penawaran umum
Sarana investasi yang kondusif dan atraktif serta pengelolaan risiko yang handal        
-          Meningkatkan penyebaran dan kualitas keterbukaan informasi
-          Mendorong diversifikasi instrumen pasar modal dan skema jasa keuangan non bank
-          Mengembangkan pasar modal dan industri keuangan non bank berbasis syariah
-          Meningkatkan kemudahan dalam bertransaksi
-          Mengembangkan skema perlindungan investor dan nasabah
-          Mengembangkan pasar sekunder surat utang dan sukuk serta pengawasannya
Industri yang stabil, tahan uji, dan likuid
-          Meningkatkan kualitas pelaku industri
-          Mendorong peningkatan kualitas tata kelola perusahaan yang baik         
-          Meningkatkan kemampuan industri dalam mengelola risiko
-          Meningkatkan kapasitas pengawasan terhadap pelaku industri
-          Meningkatkan basis investor domestik dan dana jangka panjang
Kerangka regulasi yang menjamin adanya kepastian hukum, adil, dan transparan
-          Meningkatkan kualitas penegakan hukum
-          Melakukan harmonisasi regulasi antar industri dan pemenuhan standar internasional
-          Menyusun regulasi berdasarkan kebutuhan dan pengembangan industri
-          Meningkatkan kualitas transparansi informasi keuangan pelaku industri pasar modal
Infrastruktur yang kredibel, dapat diandalkan (reliable) , dan berstandar internasional
-          Mengembangkan sistem perdagangan efek yang terintegrasi (straight through processing)
-          mengembangkan sistem informasi yang handal


sumber : Master Plan Pasar Modal dan IKNB 2010-2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar