Pemerintah menerbitkan aturan darurat sebagai pintu masuk ke
dalam sistem informasi keuangan perbankan dan jasa keuangan lainnya. Aturan ini
memang ditujukan untuk mendongkrak pendapatan pemerintah, namun demikian
dampaknya tidak kecil.
Pemerintah benar-benar merealisasikan janjinya. Pembuat
kebijakan memenuhi janjinya untuk terus agresif menambah pundui-pundi
pendapatannya dengan segala cara yang ada. Juga memenuhi janjinya atau lebih
tepatnya ancamannya ketika menggulirkan Program Pengampunan Pajak tahun lalu.
Pertengahan
Mei lalu, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
alias Perppu No 1 Tahun 2017 Tentang Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk
Kepentingan Perpajakan. Dengan keluarnya regulasi ini, petugas pajak memiliki
lisensi mendapatkan akses informasi keuangan mengenai data nasabah untuk
kepentingan perpajakan, sesuatu yang tadinya dilindungi aturan kerahasiaan bank.
Aturan
ini sejatinya tidak mengagetkan bagi bank karena sejak dua tahun lalu sudah
mulai diwacanakan. Namun, tidak bisa dipungkiri kebijakan ini akan menjadi
pukulan telak buat perbankan dan juga buat nasabah yang selama ini menjadi
pihak yang selalu dijaga oleh bank.
Para
pemimpin bank-bank mungkin masih bermimpi bahwa kerahasiaan data-data nasabah
tetap pada tempatnya, tanpa bisa diakses dengan bebas. Namun mereka harus
menyadari bahwa kini pintu kerahasiaan bank sudah didobrak. Bahkan petugas pajak
juga bisa mengakses informasi ke lembaga keuangan lainnya dan pelaku di pasar
modal.
Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Darmin Nasution memastikan, kerahasiaan data nasabah perbankan
dianulir oleh terbitnya Perppu tentang akses informasi keuangan untuk
kepentingan perpajakan. Dalam aturan kerahasiaan bank dalam membuka data
nasabah perbankan untuk kepentingan perpajakan, petugas pajak mesti harus
mendapatkan persetujuan dari berbagai sektor. “Kalau dulu kan begitu, minta persetujuan ke menteri keuangan, minta
persetujuan OJK. Sekarang enggak,
langsung saja, artinya Perppu itu yang menganulir pasal itu,” kata Darmin.
Pemerintah
memang tengah membutuhkan pendanaan yang besar untuk pembangunan nasional, tak
ada yang mengingkari hal itu. Dan sumber pendanaan paling besar adalah dari
pajak. Keberhasilan menembus perolehan pajak Rp1.000 triliun akhir 2015 lalu adalah
suatu prestasi Direktorat Pajak yang patut dicatat. Namun demikian pencapaian
itu tidak bisa menutupi ketidakmampuan pemerintah memenuhi target penerimaan
pajak yang selama ini ditetapkan.
Untuk itulah, pemerintahan Joko
Widodo menerbitkan kebijakan tax amnesty
yang selain untuk meningkatkan pendapatan pajak, juga untuk menarik pajak-pajak
yang selama ini dikemplang oleh wajib pajak kakap yang biasanya sembunyi di
luar negeri. Namun, kebijakan itu dinilai masih belum mencapai sasaran yang
selama ini didengungkan. Dana repatriasi yang dijanjikan oleh Pemerintah masuk
ke Indonesia lebih dari Rp1.000 triliun sampai penutupan program tax amnesty hanya tercapai Rp147
triliun. Sementara uang tebusan yang disetor ke kas Pemerintah mencapai Rp114
triliun.
Oleh karena itu pemerintah
mengeluarkan jurus berikutnya yaitu mengincar para penunggak pajak yang lolos
dari jeratan tax amnesty, yang selama
pemerintah tidak bisa mengaksesnya karena dilindungi aturan kerahasiaan bank. Perppu
akses informasi keuangan juga mendapatkan momentumnya ketika Indonesia telah
mengikatkan diri pada perjanjian internasional di bidang perpajakan yang mewajibkan
negara untuk bertukar informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of
Financial Account Information/ AEoI). Pemerintah Indonesia, dengan menerbitkan
aturan itu berarti sudah siap melakukan pertukaran informasi pajak dengan
negara anggota G20 tahun ini, meski secara global dimulai pada 2018.
Pada saat menjalankan Program Tax Amnesty, Wakil Presiden M Jusuf
Kalla sudah mewanti-wanti para pemilik dana kakap yang menyimpan dana di luar
negeri agar ikut Program Tax Amnesty. Jika mereka tidak ungkap, tebus, maka
pemerintah tetap akan mengetahui dana yang mereka sembunyikan untuk menghindari
pajak.
Karena hampir semua negara di
dunia akan berbagi informasi itu kepada pemerintah Indonesia dan dengan data
itu otoritas akan mengejar pajak mereka beserta dendanya. “Kenapa itu
(mengungkapkan aset dan membayar tebusan) dilakukan sekarang? Karena apabila
dilakukan dua tahun lagi, maka yang melanggar itu jadi musuh bersama
dunia," kata Wapres tahun lalu.
Saat AEoI berlaku, masing-masing
negara akan bertukar informasi soal dana warga negara lain. Maka dari itu
dengan mudah, para pengemplang pajak akan diketahui. “Tahun2018 kalau sudah
berlaku sistem informasi terbuka di bidang pajak, maka siapa yang melakukan
pelanggaran jadi musuh bersama dunia. Misalnya di Swiss ada dana orang Indonesia
belum dilaporkan, langsung dilaporkan," kata JK.
Sejatinya pemerintah sendiri juga
terancam di hadapan negara-negara G20 jika tidak melakukan ratifikasi aturan
yang sering disebut AEoI itu. Hal itu diakui pemerintah dalam mukaddimah Perppu
tersebut. “Apabila Indonesia tidak segera memenuhi kewajiban sesuai batas waktu
yang ditentukan (30 Juni 2017), Indonesia dinyatakan sebagai negara yang gagal
untuk memenuhi komitmen pertukaran informasi keuangan secara otomatis (fail to meet its commitment), yang akan
mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi Indonesia,” kata aturan itu.
Ancaman itu berupa menurunnya
kredibilitas Indonesia sebagai anggota G20, menurunnya kepercayaan investor,
dan berpotensi terganggunya stabilitas ekonomi nasional, serta dapat menjadikan
Indonesia sebagai negara tujuan penempatan dana ilegal.
Perbaiki Moral Hazard
Akan
tetapi, keleluasan pemerintah mengakses informasi ke semua lembaga jasa keuanan
harus dibarengi dengan perbaikan layanan dan kualitas pegawai pajak. Hal itu diutarakan
oleh peneliti Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara.
Menurut dia, citra pegawai pajak
yang kerap melakukan tindakan moral hazard menjadi tantangan sendiri bagi
pemerintah. “Siapa yang bisa menjamin data tidak bocor untuk kepentingan lain?
Sudah bukan rahasia lagi, data rentan disalahgunakan,” kata dia kepada
Stabilitas.
Dia mengatakan petugas pajak yang
memiliki akses ke data nasabah berpeluang mengetahui informasi jumlah uang di
rekening secara detail. Kemudian, si petugas dikhawatirkan akan menghubungi
nasabah tersebut sehingga rentan terjadi pemerasan atas nama tunggakan pajak. “Praktik
kongkalikong dengan begitu jadi hambatan keterbukaan informasi yang dituntut
oleh aturan di Perppu itu,” tambah Bhima.
Di sisi lain perbankan diprediksi
akan makin menderita dengan aturan ini di tengah persaingan likuiditas yang
makin sengit, terutama ketika berhadapan dengan pemerintah. Perbankan, kata
Bhima, akan mengalami kejutan jangka pendek dengan kemungkinan turunnya dana
masyarakat yang dikelolanya.
Terkait tiadanya protes dari
perbankan, Bhima mengatakan bahwa hal itu karena pengelola bank tidak mau
dianggap melawan pemerintah. Selain itu, kata lelaki berkaca mata itu,
perbankan –terutama yang besar–terpaksa
menerima kebijakan pemerintah tersebut karena kemarin mendapatkan
guyuran dana dari repatriasi tax amnesty. “Untuk 15 bank persepsi mereka pasti
akan nerima-nerima aja, tapi yang
bank buku 1 dan 2 pasti banyak yang protes,” lanjut dia.
Menurut Bhima lagi kebijakan ini
akan membuat nasabah-nasabah perbankan nasional berpaling kepada bank-bank
negara tetangga terutama Singapura. “Nanti satu tahun ke depan bisa dilihat pertumbuhan
DPK bank di singapura naik berapa persen,” kata dia.
Pemerintah sudah melakukan
beberapa gebrakan sebelumnya demi meningkatkan pendapatan negara. Pada awal
2016 lalu, Kementerian Keuangan menggandeng Badan Intelijen Negara (BIN) untuk
membantu melacak para pengemplang pajak kakap lewat penyadapan.
Berdasarkan Undang-Undang 17/2011
tentang Intelijen Negara, BIN mengaku memiliki kewenangan penyadapan untuk
membantu pemerintah. Bahkan lembaga intel itu merasa berhak menelusuri dan memeriksa
aliran dana wajib pajak dan mengatakan lembaga negara lain baik BI maupun OJK wajib
memberikan keterangan yang dibutuhkan bila diminta BIN.
(dipublikasikan Mei-Juni 2017)
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut