Rabu, 27 September 2017

Mendobrak Pintu Akhir Kerahasiaan

Pemerintah menerbitkan aturan darurat sebagai pintu masuk ke dalam sistem informasi keuangan perbankan dan jasa keuangan lainnya. Aturan ini memang ditujukan untuk mendongkrak pendapatan pemerintah, namun demikian dampaknya tidak kecil.


Pemerintah benar-benar merealisasikan janjinya. Pembuat kebijakan memenuhi janjinya untuk terus agresif menambah pundui-pundi pendapatannya dengan segala cara yang ada. Juga memenuhi janjinya atau lebih tepatnya ancamannya ketika menggulirkan Program Pengampunan Pajak tahun lalu.
                Pertengahan Mei lalu, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang alias Perppu No 1 Tahun 2017 Tentang Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan. Dengan keluarnya regulasi ini, petugas pajak memiliki lisensi mendapatkan akses informasi keuangan mengenai data nasabah untuk kepentingan perpajakan, sesuatu yang tadinya dilindungi aturan kerahasiaan bank.
                Aturan ini sejatinya tidak mengagetkan bagi bank karena sejak dua tahun lalu sudah mulai diwacanakan. Namun, tidak bisa dipungkiri kebijakan ini akan menjadi pukulan telak buat perbankan dan juga buat nasabah yang selama ini menjadi pihak yang selalu dijaga oleh bank.
                Para pemimpin bank-bank mungkin masih bermimpi bahwa kerahasiaan data-data nasabah tetap pada tempatnya, tanpa bisa diakses dengan bebas. Namun mereka harus menyadari bahwa kini pintu kerahasiaan bank sudah didobrak. Bahkan petugas pajak juga bisa mengakses informasi ke lembaga keuangan lainnya dan pelaku di pasar modal.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memastikan, kerahasiaan data nasabah perbankan dianulir oleh terbitnya Perppu tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. Dalam aturan kerahasiaan bank dalam membuka data nasabah perbankan untuk kepentingan perpajakan, petugas pajak mesti harus mendapatkan persetujuan dari berbagai sektor. “Kalau dulu kan begitu, minta persetujuan ke menteri keuangan, minta persetujuan OJK. Sekarang enggak, langsung saja, artinya Perppu itu yang menganulir pasal itu,” kata Darmin.
                Pemerintah memang tengah membutuhkan pendanaan yang besar untuk pembangunan nasional, tak ada yang mengingkari hal itu. Dan sumber pendanaan paling besar adalah dari pajak. Keberhasilan menembus perolehan pajak Rp1.000 triliun akhir 2015 lalu adalah suatu prestasi Direktorat Pajak yang patut dicatat. Namun demikian pencapaian itu tidak bisa menutupi ketidakmampuan pemerintah memenuhi target penerimaan pajak yang selama ini ditetapkan.
Untuk itulah, pemerintahan Joko Widodo menerbitkan kebijakan tax amnesty yang selain untuk meningkatkan pendapatan pajak, juga untuk menarik pajak-pajak yang selama ini dikemplang oleh wajib pajak kakap yang biasanya sembunyi di luar negeri. Namun, kebijakan itu dinilai masih belum mencapai sasaran yang selama ini didengungkan. Dana repatriasi yang dijanjikan oleh Pemerintah masuk ke Indonesia lebih dari Rp1.000 triliun sampai penutupan program tax amnesty hanya tercapai Rp147 triliun. Sementara uang tebusan yang disetor ke kas Pemerintah mencapai Rp114 triliun.
Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan jurus berikutnya yaitu mengincar para penunggak pajak yang lolos dari jeratan tax amnesty, yang selama pemerintah tidak bisa mengaksesnya karena dilindungi aturan kerahasiaan bank. Perppu akses informasi keuangan juga mendapatkan momentumnya ketika Indonesia telah mengikatkan diri pada perjanjian internasional di bidang perpajakan yang mewajibkan negara untuk bertukar informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Financial Account Information/ AEoI). Pemerintah Indonesia, dengan menerbitkan aturan itu berarti sudah siap melakukan pertukaran informasi pajak dengan negara anggota G20 tahun ini, meski secara global dimulai pada 2018.
Pada saat menjalankan Program Tax Amnesty, Wakil Presiden M Jusuf Kalla sudah mewanti-wanti para pemilik dana kakap yang menyimpan dana di luar negeri agar ikut Program Tax Amnesty. Jika mereka tidak ungkap, tebus, maka pemerintah tetap akan mengetahui dana yang mereka sembunyikan untuk menghindari pajak.
Karena hampir semua negara di dunia akan berbagi informasi itu kepada pemerintah Indonesia dan dengan data itu otoritas akan mengejar pajak mereka beserta dendanya. “Kenapa itu (mengungkapkan aset dan membayar tebusan) dilakukan sekarang? Karena apabila dilakukan dua tahun lagi, maka yang melanggar itu jadi musuh bersama dunia," kata Wapres tahun lalu.
Saat AEoI berlaku, masing-masing negara akan bertukar informasi soal dana warga negara lain. Maka dari itu dengan mudah, para pengemplang pajak akan diketahui. “Tahun2018 kalau sudah berlaku sistem informasi terbuka di bidang pajak, maka siapa yang melakukan pelanggaran jadi musuh bersama dunia. Misalnya di Swiss ada dana orang Indonesia belum dilaporkan, langsung dilaporkan," kata JK.
Sejatinya pemerintah sendiri juga terancam di hadapan negara-negara G20 jika tidak melakukan ratifikasi aturan yang sering disebut AEoI itu. Hal itu diakui pemerintah dalam mukaddimah Perppu tersebut. “Apabila Indonesia tidak segera memenuhi kewajiban sesuai batas waktu yang ditentukan (30 Juni 2017), Indonesia dinyatakan sebagai negara yang gagal untuk memenuhi komitmen pertukaran informasi keuangan secara otomatis (fail to meet its commitment), yang akan mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi Indonesia,” kata aturan itu.
Ancaman itu berupa menurunnya kredibilitas Indonesia sebagai anggota G20, menurunnya kepercayaan investor, dan berpotensi terganggunya stabilitas ekonomi nasional, serta dapat menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan penempatan dana ilegal.

Perbaiki Moral Hazard
                Akan tetapi, keleluasan pemerintah mengakses informasi ke semua lembaga jasa keuanan harus dibarengi dengan perbaikan layanan dan kualitas pegawai pajak. Hal itu diutarakan oleh peneliti Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara.
Menurut dia, citra pegawai pajak yang kerap melakukan tindakan moral hazard menjadi tantangan sendiri bagi pemerintah. “Siapa yang bisa menjamin data tidak bocor untuk kepentingan lain? Sudah bukan rahasia lagi, data rentan disalahgunakan,” kata dia kepada Stabilitas.
Dia mengatakan petugas pajak yang memiliki akses ke data nasabah berpeluang mengetahui informasi jumlah uang di rekening secara detail. Kemudian, si petugas dikhawatirkan akan menghubungi nasabah tersebut sehingga rentan terjadi pemerasan atas nama tunggakan pajak. “Praktik kongkalikong dengan begitu jadi hambatan keterbukaan informasi yang dituntut oleh aturan di Perppu itu,” tambah Bhima.
Di sisi lain perbankan diprediksi akan makin menderita dengan aturan ini di tengah persaingan likuiditas yang makin sengit, terutama ketika berhadapan dengan pemerintah. Perbankan, kata Bhima, akan mengalami kejutan jangka pendek dengan kemungkinan turunnya dana masyarakat yang dikelolanya.
Terkait tiadanya protes dari perbankan, Bhima mengatakan bahwa hal itu karena pengelola bank tidak mau dianggap melawan pemerintah. Selain itu, kata lelaki berkaca mata itu, perbankan –terutama yang besar–terpaksa  menerima kebijakan pemerintah tersebut karena kemarin mendapatkan guyuran dana dari repatriasi tax amnesty. “Untuk 15 bank persepsi mereka pasti akan nerima-nerima aja, tapi yang bank buku 1 dan 2 pasti banyak yang protes,” lanjut dia.
Menurut Bhima lagi kebijakan ini akan membuat nasabah-nasabah perbankan nasional berpaling kepada bank-bank negara tetangga terutama Singapura. “Nanti satu tahun ke depan bisa dilihat pertumbuhan DPK bank di singapura naik berapa persen,” kata dia.

Pemerintah sudah melakukan beberapa gebrakan sebelumnya demi meningkatkan pendapatan negara. Pada awal 2016 lalu, Kementerian Keuangan menggandeng Badan Intelijen Negara (BIN) untuk membantu melacak para pengemplang pajak kakap lewat penyadapan. Berdasarkan  Undang-Undang 17/2011 tentang Intelijen Negara, BIN mengaku memiliki kewenangan penyadapan untuk membantu pemerintah. Bahkan lembaga intel itu merasa berhak menelusuri dan memeriksa aliran dana wajib pajak dan mengatakan lembaga negara lain baik BI maupun OJK wajib memberikan keterangan yang dibutuhkan bila diminta BIN.
(dipublikasikan Mei-Juni 2017) 

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus