Layanan andalan Singapura yang mengelola duit orang-orang
kaya mulai limbung karena dampak kebijakan amnesti pajak yang digulirkan
pemerintah RI sejak tahun lalu. Sejalan dengan itu, jumlah orang kaya di Negeri
Singa itu diprediksi terus menyusut.
Setiap isu yang berkenaan dengan nasabah kaya di Indonesia
hampir selalu dikaitkan dengan sektor keuangan di Singapura. Pun demikian,
ketika tahun lalu pemerintah mengumumkan Program Pengampunan Pajak yang
mengincar konglomerat-konglomerat nasional yang ditengarai banyak mengemplang
pajak. Singapura sontak kegerahan.
Sejak
awal program yang memberikan fasilitas amnesti pajak itu bergulir, pelaku jasa
keuangan di Negeri Singa sudah ketar-ketir. Hal itu tidak mengherankan karena
sudah menjadi rahasia publik kalau banyak orang kaya di Indonesia yang
mendepositokan dananya di Singapura. Bahkan sempat muncul isu bahwa mereka akan
melakukan berbagai cara untuk mempertahankan duit nasabah kaya Indonesia agar
tetap bertahan di sana.
Kini, Kebijakan
Tax Amnesty sudah memasuki tahap akhir. Meski banyak pihak menilai bahwa target
dari kebijakan itu meleset dari yang awal-awal ditargetkan, namun tidak bisa
dipungkiri bahwa perbankan Singapura terpukul oleh Program Tax Amnesty itu,
terutama pada layanan private banking.
Alwas
Kurniadi Yarman, seorang private bankers di Jakarta menegaskan kembali hal itu
ketika dia bersama keluarganya liburan di Negeri Singa akhir tahun 2016 lalu.
“Sekarang Orchard Road sudah mulai sepi,” kata dia yang sudah sekitar dua
dekade berada dalam layanan nasabah orang kaya.
Selama
ini kawasan elit di negeri jiran itu selalu penuh terutama pada musim liburan
dan biasanya dipenuhi oleh pelancong-pelancong asal Indonesia. Mungkin
indikator itu tidak terlalu kuat untuk membuktikan bahwa tetangga dengan
wilayah terkecil itu memang tengah meradang.
Namun
Alwas menyebutkan kalau para relationship
manager (RM) asal bank Singapura juga sudah mulai panik karena pasar mereka
yang makin mengecil. Bank-bank seperti DBS, OCBC atau UOB mengintensifkan daya
jelajahnya untuk menggarap pasar RI dan lalu menawarkan produk-produk bank
eksklusif kepada orang kaya RI.
“Kini private bankers mereka dalam seminggu,
bisa tiga hari di Jakarta, tiga hari di Singapura, hanya untuk bertemu atau
menawarkan layanan wealth management-nya
ke nasabah kaya di Indonesia,” kata Alwas.
Diakui
Alwas, intensifnya para RM dari bank-bank Singapura menyambangi Ibukota Negara
tidak terlepas dari tuah program amnesti pajak yang sudah dijalankan pemerintah
sejak tahun lalu. Hasil dari pengembalian dana-dana miliki konglomerat RI yang
disimpan di luar negeri tidak bisa dibilang sedikit. Hingga Januari atau akhir
periode kedua dari Program Pengampunan Pajak, berdasarkan data Direktorat
Jenderal Pajak, nilai deklarasi harta wajib pajak telah menembus angka Rp 4.296
triliun. Adapun jumlah uang tebusan berdasarkan SPH yang disampaikan mencapai
Rp 103 triliun.
Pada
September tahun lalu, media lokal Singapura banyak memberitakan keberatan atau
kekhawatiran dari banyak pihak di sana mengenai kebijakan yang akan memulangkan
dana-dana milik orang Indonesia ke kampung halamannya. Jumlah rekening milik
nasabah Indonesia mencapai sekitar 200 miliar dollar AS (setara Rp2.700 triliun
dengan kurs Rp13.500 per dollar AS) dari aset perbankan swasta yang dikelola di
Singapura, atau 40 persen dari total.
Karenanya
tidak mengherankan jika bank-bank Singapura akan sangat terpukul dengan dampak
dari tax amnesty dan berusaha keras
untuk menampung kembali dana-dana itu dengan menjemput bola hingga ke Jakarta.
“Bahkan tidak jarang mereka juga bikin gathering-gathering
di hotel-hotel besar di Jakarta untuk menjaring nasabah kaya indonesia agar
kembali menaruh duitnya dengan ikut layanan wealth
management mereka,” kata Alwas.
Singapura Limbung
Dalam laporan di awal 2016, orang
kaya di Singapura disebutkan telah mengalami penurunan. Menurut sebuah studi
oleh konsultan properti yang berbasis di Inggris, Knight Frank orang kaya
Singapura dengan kekayaan lebih dari 30 juta dollar AS (atau lebih dari Rp400
miliar) telah susut. Jumlah orang super-kaya itu turun dari 2.565 orang pada
2014 menjadi 2.360 orang di awal 2016.
Hal itu kemudian menempatkan
Singapura di tempat keenam dalam tabel liga global, di belakang New York
(5.600), London (4.905), Hong Kong (3.854), Moskow (3.457) dan Los Angeles
(2.820).
Penurunan jumlah orang super-kaya
di Singapura sebenarnya juga merupakan fenomena global. Pada tahun 2015,
menurut riset New World Health, hampir 6.000 orang terlempar dari jajaran
orang-orang ultra-kaya (ultra-high net
worth individuals/ UHNWI). Penyusutan hampir tiga persen dari data tahun
sebelumnya itu mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat. Laju
pertumbuhan ekonomi global melambat di tahun 2015, sementara pertumbuhan
ekuitas, komoditas dan harga aset lainnya juga melambat. Bahkan, sebagian besar
indeks pasar saham utama turun pada tahun 2015.
"Beberapa negara yang
tumbang dengan angka paling besar termasuk Kanada, yang berakhir turun 24
persen, Singapura, di mana ekuitas turun 20 persen, dan Afrika Selatan dengan
jatuh 23 persen,” jelas Andrew Amoils, Kepala Riset New World Wealth, seperti
dikutip dari riset itu.
Sementara itu, menurut Boston
Consulting Group, sebuah lembaga konsultan dan riset dunia, dalam bisnis
layanan pengelolaan nasabah, wilayah Asia Pasifik adalah satu-satunya wilayah
yang mencatat pertumbuhan dua digit pada tahun 2015. Jumlah kekayaan pribadi di
wilayah itu meningkat 13 persen menjadi 37 triliun dollar AS. Ekspansi itu
lebih didorong oleh meningkatnya pendapatan rumah tangga dibandingkan kinerja
aset
China, dalam laporan yang
dipublikasikan medio 2016 itu, dinilai tetap motor pertumbuhan utama di wilayah
ini. Pertumbuhan kekayaan Asia-Pasifik diperkirakan akan terus berlanjut sampai
tahun 2020, meskipun pada kecepatan yang berkurang dibandingkan pada 2015,
karena kemungkinan volatilitas pasar yang sedang berlangsung di seluruh
wilayah.
Secara keseluruhan, Asia-Pasifik
akan terus mendapatkan pangsa total kekayaan global melalui 2020 (dari 22
persen pada tahun 2015 menjadi sekitar 27 persen pada tahun 2020), sebagian
besar didorong oleh penciptaan kekayaan baru yang bertentangan dengan kinerja
aset yang ada.
Secara regional pula, menurut
lembaga konsultan itu, wilayah Asia Pasifik terutama Indonesia, bersama China,
Taiwan dan Hong Kong, disebut sebagai sumber terbesar dari nasabah-nasabah kaya
dunia. Bahkan lembaga itu tidak menyebut Singapura di dalamnya, padahal
sebelumnya dianggap sebagai pusat dari aset-aset yang jumlahnya melimpah.
Riset tersebut sejatinya tidak
bertolak belakang dengan yang terjadi di Tanah Air. Sampai menjelang akhir
2016, jumlah rekening bank di Indonesia yang memiliki dana di atas Rp 2 miliar
naik 1,91 persen, dari 228.148 rekening (Oktober 2016) menjadi 232.501 rekening
(November 2016).
Jumlah nominal dana simpanannya
juga naik 1,89 persen (MoM), dari Rp 2.666,474 triliun (Oktober 2016) menjadi
Rp 2.716,864 triliun (November 2016). Hingga akhir November 2016, total
simpanan nasabah perbankan di Indonesia adalah Rp 4.809,306 triliun, naik Rp
80,37 triliun atau 1,7 persen dibanding posisi akhir Oktober 2016.
Jika dibandingkan setahun
sebelumnya, jumlah itu meningkat cukup pesat. Pada November 2015, jumlah
rekening dengan simpanan dengan nilai di atas Rp2 miliar masih berada di angka
220.608. Sementara, nominal keseluruhan simpanan di atas Rp2 miliar masih
berada di angka Rp 2.503 triliun.
Jumlah orang kaya di Indonesia
dari masa ke masa selalu bertambah. Pada tahun 2016, berdasarkan Wealth Report
2016 yang dilansir oleh Knight Frank, terdapat 48.500 orang dengan kekayaan di
atas 1 juta dollar AS. Padahal, pada satu dekade sebelumnya atau tahun 2005,
kalangan dengan aset sekitar Rp13 miliar lebih itu tercatat hanya 10.800 orang,
atau telah melonjak hingga 400 persen dalam satu dekade.
Menurut laporan itu, jumlah orang
kaya dengan aset 1 juta dollar AS mencapai 26.600 orang. Lalu orang kaya
beraset di atas 10 juta dollar AS, jumlahnya sebanyak 2.530 orang dan orang
dengan aset 30 juta dollar AS, jumlahnya mencapai 1.096 orang. Terakhir,
sisanya jumlah orang yang sangat kaya dengan kekayaan lebih dari 100 juta
dollar AS, sekitar 200 orang.
Knight Frank menghitung aset
jutawan dolar itu berdasarkan aset tak bergerak, seperti properti yang meliputi
vila, hotel, pergudangan, dan kondotel. Begitu juga dengan aset bergeraknya
seperti saham. Aset yang dihitung itu tidak termasuk rumah pribadi yang
didiami. Lembaga itu memproyeksi, hingga sepuluh tahun mendatang, jumlah jutawan
di Indonesia akan melejit 112 persen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar