Rabu, 27 September 2017

Private Bank Singapura Meradang

Layanan andalan Singapura yang mengelola duit orang-orang kaya mulai limbung karena dampak kebijakan amnesti pajak yang digulirkan pemerintah RI sejak tahun lalu. Sejalan dengan itu, jumlah orang kaya di Negeri Singa itu diprediksi terus menyusut.


Setiap isu yang berkenaan dengan nasabah kaya di Indonesia hampir selalu dikaitkan dengan sektor keuangan di Singapura. Pun demikian, ketika tahun lalu pemerintah mengumumkan Program Pengampunan Pajak yang mengincar konglomerat-konglomerat nasional yang ditengarai banyak mengemplang pajak. Singapura sontak kegerahan.
                Sejak awal program yang memberikan fasilitas amnesti pajak itu bergulir, pelaku jasa keuangan di Negeri Singa sudah ketar-ketir. Hal itu tidak mengherankan karena sudah menjadi rahasia publik kalau banyak orang kaya di Indonesia yang mendepositokan dananya di Singapura. Bahkan sempat muncul isu bahwa mereka akan melakukan berbagai cara untuk mempertahankan duit nasabah kaya Indonesia agar tetap bertahan di sana.
                Kini, Kebijakan Tax Amnesty sudah memasuki tahap akhir. Meski banyak pihak menilai bahwa target dari kebijakan itu meleset dari yang awal-awal ditargetkan, namun tidak bisa dipungkiri bahwa perbankan Singapura terpukul oleh Program Tax Amnesty itu, terutama pada layanan private banking.
                Alwas Kurniadi Yarman, seorang private bankers di Jakarta menegaskan kembali hal itu ketika dia bersama keluarganya liburan di Negeri Singa akhir tahun 2016 lalu. “Sekarang Orchard Road sudah mulai sepi,” kata dia yang sudah sekitar dua dekade berada dalam layanan nasabah orang kaya.
                Selama ini kawasan elit di negeri jiran itu selalu penuh terutama pada musim liburan dan biasanya dipenuhi oleh pelancong-pelancong asal Indonesia. Mungkin indikator itu tidak terlalu kuat untuk membuktikan bahwa tetangga dengan wilayah terkecil itu memang tengah meradang.
                Namun Alwas menyebutkan kalau para relationship manager (RM) asal bank Singapura juga sudah mulai panik karena pasar mereka yang makin mengecil. Bank-bank seperti DBS, OCBC atau UOB mengintensifkan daya jelajahnya untuk menggarap pasar RI dan lalu menawarkan produk-produk bank eksklusif kepada orang kaya RI.
                “Kini private bankers mereka dalam seminggu, bisa tiga hari di Jakarta, tiga hari di Singapura, hanya untuk bertemu atau menawarkan layanan wealth management-nya ke nasabah kaya di Indonesia,” kata Alwas.
                Diakui Alwas, intensifnya para RM dari bank-bank Singapura menyambangi Ibukota Negara tidak terlepas dari tuah program amnesti pajak yang sudah dijalankan pemerintah sejak tahun lalu. Hasil dari pengembalian dana-dana miliki konglomerat RI yang disimpan di luar negeri tidak bisa dibilang sedikit. Hingga Januari atau akhir periode kedua dari Program Pengampunan Pajak, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak, nilai deklarasi harta wajib pajak telah menembus angka Rp 4.296 triliun. Adapun jumlah uang tebusan berdasarkan SPH yang disampaikan mencapai Rp 103 triliun.
                Pada September tahun lalu, media lokal Singapura banyak memberitakan keberatan atau kekhawatiran dari banyak pihak di sana mengenai kebijakan yang akan memulangkan dana-dana milik orang Indonesia ke kampung halamannya. Jumlah rekening milik nasabah Indonesia mencapai sekitar 200 miliar dollar AS (setara Rp2.700 triliun dengan kurs Rp13.500 per dollar AS) dari aset perbankan swasta yang dikelola di Singapura, atau 40 persen dari total.
                Karenanya tidak mengherankan jika bank-bank Singapura akan sangat terpukul dengan dampak dari tax amnesty dan berusaha keras untuk menampung kembali dana-dana itu dengan menjemput bola hingga ke Jakarta. “Bahkan tidak jarang mereka juga bikin gathering-gathering di hotel-hotel besar di Jakarta untuk menjaring nasabah kaya indonesia agar kembali menaruh duitnya dengan ikut layanan wealth management mereka,” kata Alwas.

Singapura Limbung        
Dalam laporan di awal 2016, orang kaya di Singapura disebutkan telah mengalami penurunan. Menurut sebuah studi oleh konsultan properti yang berbasis di Inggris, Knight Frank orang kaya Singapura dengan kekayaan lebih dari 30 juta dollar AS (atau lebih dari Rp400 miliar) telah susut. Jumlah orang super-kaya itu turun dari 2.565 orang pada 2014 menjadi 2.360 orang di awal 2016.
Hal itu kemudian menempatkan Singapura di tempat keenam dalam tabel liga global, di belakang New York (5.600), London (4.905), Hong Kong (3.854), Moskow (3.457) dan Los Angeles (2.820).
Penurunan jumlah orang super-kaya di Singapura sebenarnya juga merupakan fenomena global. Pada tahun 2015, menurut riset New World Health, hampir 6.000 orang terlempar dari jajaran orang-orang ultra-kaya (ultra-high net worth individuals/ UHNWI). Penyusutan hampir tiga persen dari data tahun sebelumnya itu mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat. Laju pertumbuhan ekonomi global melambat di tahun 2015, sementara pertumbuhan ekuitas, komoditas dan harga aset lainnya juga melambat. Bahkan, sebagian besar indeks pasar saham utama turun pada tahun 2015.
"Beberapa negara yang tumbang dengan angka paling besar termasuk Kanada, yang berakhir turun 24 persen, Singapura, di mana ekuitas turun 20 persen, dan Afrika Selatan dengan jatuh 23 persen,” jelas Andrew Amoils, Kepala Riset New World Wealth, seperti dikutip dari riset itu.
Sementara itu, menurut Boston Consulting Group, sebuah lembaga konsultan dan riset dunia, dalam bisnis layanan pengelolaan nasabah, wilayah Asia Pasifik adalah satu-satunya wilayah yang mencatat pertumbuhan dua digit pada tahun 2015. Jumlah kekayaan pribadi di wilayah itu meningkat 13 persen menjadi 37 triliun dollar AS. Ekspansi itu lebih didorong oleh meningkatnya pendapatan rumah tangga dibandingkan kinerja aset
China, dalam laporan yang dipublikasikan medio 2016 itu, dinilai tetap motor pertumbuhan utama di wilayah ini. Pertumbuhan kekayaan Asia-Pasifik diperkirakan akan terus berlanjut sampai tahun 2020, meskipun pada kecepatan yang berkurang dibandingkan pada 2015, karena kemungkinan volatilitas pasar yang sedang berlangsung di seluruh wilayah.
Secara keseluruhan, Asia-Pasifik akan terus mendapatkan pangsa total kekayaan global melalui 2020 (dari 22 persen pada tahun 2015 menjadi sekitar 27 persen pada tahun 2020), sebagian besar didorong oleh penciptaan kekayaan baru yang bertentangan dengan kinerja aset yang ada.
Secara regional pula, menurut lembaga konsultan itu, wilayah Asia Pasifik terutama Indonesia, bersama China, Taiwan dan Hong Kong, disebut sebagai sumber terbesar dari nasabah-nasabah kaya dunia. Bahkan lembaga itu tidak menyebut Singapura di dalamnya, padahal sebelumnya dianggap sebagai pusat dari aset-aset yang jumlahnya melimpah.
Riset tersebut sejatinya tidak bertolak belakang dengan yang terjadi di Tanah Air. Sampai menjelang akhir 2016, jumlah rekening bank di Indonesia yang memiliki dana di atas Rp 2 miliar naik 1,91 persen, dari 228.148 rekening (Oktober 2016) menjadi 232.501 rekening (November 2016).
Jumlah nominal dana simpanannya juga naik 1,89 persen (MoM), dari Rp 2.666,474 triliun (Oktober 2016) menjadi Rp 2.716,864 triliun (November 2016). Hingga akhir November 2016, total simpanan nasabah perbankan di Indonesia adalah Rp 4.809,306 triliun, naik Rp 80,37 triliun atau 1,7 persen dibanding posisi akhir Oktober 2016.
Jika dibandingkan setahun sebelumnya, jumlah itu meningkat cukup pesat. Pada November 2015, jumlah rekening dengan simpanan dengan nilai di atas Rp2 miliar masih berada di angka 220.608. Sementara, nominal keseluruhan simpanan di atas Rp2 miliar masih berada di angka Rp 2.503 triliun.
Jumlah orang kaya di Indonesia dari masa ke masa selalu bertambah. Pada tahun 2016, berdasarkan Wealth Report 2016 yang dilansir oleh Knight Frank, terdapat 48.500 orang dengan kekayaan di atas 1 juta dollar AS. Padahal, pada satu dekade sebelumnya atau tahun 2005, kalangan dengan aset sekitar Rp13 miliar lebih itu tercatat hanya 10.800 orang, atau telah melonjak hingga 400 persen dalam satu dekade.
Menurut laporan itu, jumlah orang kaya dengan aset 1 juta dollar AS mencapai 26.600 orang. Lalu orang kaya beraset di atas 10 juta dollar AS, jumlahnya sebanyak 2.530 orang dan orang dengan aset 30 juta dollar AS, jumlahnya mencapai 1.096 orang. Terakhir, sisanya jumlah orang yang sangat kaya dengan kekayaan lebih dari 100 juta dollar AS,  sekitar 200 orang.
Knight Frank menghitung aset jutawan dolar itu berdasarkan aset tak bergerak, seperti properti yang meliputi vila, hotel, pergudangan, dan kondotel. Begitu juga dengan aset bergeraknya seperti saham. Aset yang dihitung itu tidak termasuk rumah pribadi yang didiami. Lembaga itu memproyeksi, hingga sepuluh tahun mendatang, jumlah jutawan di Indonesia akan melejit 112 persen.





               


Tidak ada komentar:

Posting Komentar