Anak usaha Pertamina dalam jasa perdagangan minyak akhirnya
dibubarkan Mei lalu. Meski diklaim memunculkan penghematan namun langkah
tersebut menimbulkan masalah lain yang diklaim juga terkait efisiensi.
Salah satu berita besar bulan ini adalah keputusan
pemerintah untuk membubarkan anak usaha PT Pertamina yakni Pertamina Energy
Trading Limited (Petral). Perusahaan yang menjadi buah bibir dalam hampir
setiap pembicaraan terkait pengelolaan minyak dan gas itu dianggap menjadi
sumber beban Pertamina dan negara karena adanya mafia. Kewenangan jual beli
migas kini dipegang oleh Integrated Supply Chain (ISC) anak usaha Pertamina
lainnya.
Mafia migas memang masih belum bisa ditangkap meski kabarnya
sudah diketahui, namun persoalan lain terkait efisiensi sudah muncul belum lagi
penolakan dari karyawan Pertamina sendiri. Sudirman Said, Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral mengaku belum bisa mengungkap siapa saja yang kerap
mengambil keuntungan dalam urusan impor bahan bakar minyak, namun dia mengklaim
penghematan yang sudah bisa diwujudkan.
“Hanya dalam 2 bulan impor minyak mentah dan BBM dilakukan
ISC, Pertamina sudah hemat 20 juta dollar AS, jumlah yang besar," klaim
dia.
Setelah pembubaran, pemerintah selanjutnya akan melakukan
audit menyeluruh kepada perusahaan itu untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang
disebut mafia migas sambil menyelamatkan aset-aset perusahaan yang masih ada.
Audit baru akan selesai enam bulan ke depan.
Banyak yang mendukung pembubaran perusahaan yang bermarkas
di Singapura itu, tak terkecuali Faisal Basri yang sempat ditunjuk sebagai
ketua sebuah tim yang mereformas kebijakan migas. Bahkan kata ekonom dari
Universitas Indonesia itu, harus ada langkah lanjutan selepas audit
investigasi. ”Setelah audit investigasi, hasil-hasilnya juga harus dilanjutkan
kembali dengan audit forensik. Jadi, jangan berhenti di audit investigasi
saja,” kata dia.
Dengan audit forensik, lanjut Faisal, Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral akan mengetahui lebih jauh lagi penyimpangan dan kecurangan
saat dan selama Petral berdiri.
”Seperti audit forensik yang dilakukan saat cessie Bank
Bali, kita harapkan penyimpangan dan kecurangan selama keberadaan Petral bisa
terungkap, di antaranya seperti aliran dana ke mana saja dan untuk apa saja,
mulai dari ke kantong pejabat di DPR atau pemerintah, untuk pemilihan presiden,
dan lain-lainnya,” kata dia.
Faisal mengatakan, dengan audit investigasi dan forensik,
Petral tidak sekadar menjadi dongeng pada masa lalu tentang kisah impor minyak
mentah dari Indonesia. ”Dengan bukti audit forensik, polisi bisa menjadikan
hasil audit tersebut sebagai bukti hukum dalam perkara pidana,” ujar Faisal.
Selain itu dukungan juga datang dari Sekretaris Jenderal
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto mengaku
setuju dengan pembubaran Petral. Menurut dia, anak usaha Pertamina yang
bermarkas di Singapura ini tak berkontribusi besar bagi pendapatan dan
penerimaan negara dalam perdagangan migas internasional.
"Selama ini Petral tak berkontribusi besar ke negara,
malah mereka lebih banyak (memberi kontribusi) pada Singapura. Saya setuju
pembubaran Petral ini dilakukan oleh Pemerintah melalui Pertamina," ujar
Yenny.
Namun, setelah Petral dibubarkan, ia berharap agar
pemerintah dan Pertamina dapat menggenjot fungsi PES dalam perdagangan migas.
Ini harus dilakukan, sebab migas merupakan sumber daya alam (SDA) yang
jumlahnya terbatas.
"Yang perlu dipikirkan sekarang adalah bagaimana
kelanjutan anak perusahaan pengganti Petral selanjutnya. Pengganti Petral
tersebut harus digenjot dan dialihkan (penerimaannya) ke Indonesia bukan ke
negeri orang, karena ini berkaitan dengan sumber daya alam," tegas Yenny.
Langkah Keliru
Meski demikian, tidak sedikit
pihak yang menyayangkan keputusan pemerintah tersebut dan menganggapnya hanya
membawa masalah lain yang lebih pelik.
Salah satunya adalah Sugiharto,
mantan Menteri BUMN mengatakan bahwa sesungguhnya Petral masih penting jika
memang mau dipertahankan. Petral memang didirikan ketika Indonesia tidak lagi
bisa memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, ketika produksi Pertamina sudah tidak
bisa lagi mencapai satu juta barel per hari.
Dalam sebuah diskusi di televisi
nasional, pelaku bisnis migas ini, mengatakan bahwa semua perusahaan migas
memiliki kepanjangan tangan dalam hal perdagangan, seperti halnya Pertamina yang
memiliki Petral. “Adalah sebuah kemunduran langkah dari pemerintah menutup
Petral. Karena saat ini negara kita sangat tergantung impor. Recovery rate kita hanya 40 persen. dari
setiap 100 barel yang gunakan di dalam negeri, yang kita temukan hanya 40 barel,”
jelas Sugiharto.
Saat ini ketika produksi minyak
dalam negeri semakin menurun yang dihadapkan dengan kebutuhan yang semakin
meningkat, sangat penting untuk mendapatkan impor migas dengan harga seefisien
mungkin. Petral, lanjut dia, sebelumnya sudah bisa mendapatkan fasilitas
pendanaan sebesar 5,1 miliar dollar AS, dan mendapatkannya dengan harga separo
dari yang didapatkan oleh Pertamina di kantor pusat.
Dana tersebut sangat penting sebagai buffer buat Pertamina
dan juga negara dalam manajemen keuangan untuk mengimpor migas. “Jika nanti ada
kenaikan harga minyak dunia, maka Pertamina akan kehilangan line sebesar 5,1 miliar atau mencapai
Rp65 triliun. Karena kita mengimpor dalam dollar dan menjualnya ke masyarakat
dengan rupiah. Maka kita akan menghadapi kemungkinan kesulitan dalam modal
kerja Pertamina dan juga risiko nilai tukar,” jelas Sugiharto.
Saat ini Pertamina adalah perusahaan negara yang paling
banyak membutuhkan valas dalam transaksinya sehari yaitu mencapai 150 juta sampai
200 juta dollar AS per hari.
“Nah line offshore inilah jaring pengaman
buat rupiah dan Pertamina sekaligus,” kata dia.
Petral berdiri pada 1969 dengan nama PT Petral Group dengan
dua pemegang sahamnya dari Petra Oil Marketing Corporation Limited yang
terdaftar di Bahama dengan kantornya Hong Kong, serta Petral Oil Marketing
Corporation yang terdaftar di California, Amerika Serikat.
Pada 1978, kedua perusahaan pemegang saham Petral tersebut
melakukan marger dengan mengubah nama perusahaanya menjadi Petra Oil Marketing
Limited yang terdaftar di Hong Kong.
Singkat cerita pada1998, perusahaan tersebut diakusisi oleh
Pertamina dan pada 2001 mengubah namanya menjadi PT Pertamina Energy Trading
Ltd (Petral). Selain Pertamina, sahamnya juga dimiliko Zambesi Invesments
Limited dan Pertamina Energy Services Pte Limited.
Tugas Petral adalah melakukan jual-beli minyak. Lebih
tepatnya membeli minyak dari mana saja untuk dijual ke Pertamina. Semua
aktivitas itu dilakukan di Singapura.
Sementara itu, penolakan
penutupan Petral muncul dari kalangan pegawai Pertamina. Ugan Gandar, Ketua
Serikat Pekerja Pertamina Bersatu, mengatakan bahwa kegaduhan soal penutupan
Petral ini tidak lebih dari upaya pengalihan perhatian publik.
“Kondisi ini persis tahun 2001 saat Undang Undang Migas mau
diterbitkan. Pada saat itu, lembaga PwC bilang ada ratusan kasus korupsi
pertamina, namun tidak ada yang ditangkap. Nah, pada saat ribut-ribut itu
Undang-Undang Migas diterbitkan,” kata dia.
Saat ini muncul ribut-ribut soal Petral sarang mafia yang
akhirnya harus ditutup. Namun sampai sekarang pihak yang disebut mafia tidak
pernah jelas namun perusahaannya sudah terlanjur dibubarkan.
“Sekarang modusnya sama, dan sebentar lagi akan keluar UU
Migas yang baru. UU Migas itu akan mengerdilkan kembali Pertamina,”kata Ugan.
Bahkan seorang pegawai di Pertamina yang namanya tidak ingin
disebutkan mengatakan kepada Stabilitas
bahwa kondisi ini membuat mereka marah sekaligus sedih.
“Kita berhak tersinggung, bahkan cuma sedih. Ini kan perusahaan Indonesia yang memberi dividen
Rp9 triliun, kasih Rp70 triliun tapi kok digembosin terus,” kata dia yang sudah
bekerja lebih dari 15 tahun.
Oleh karena itu muncul keinginan untuk mogok bekerja untuk
memberi pesan kepada pemerintah dan publik bahwa mereka juga punya suara. “Kita mau merenung setengah hari artinya mogok setengah hari.
Pertamina disebut sarang penyamun tetapi tidak ada yang ditangkap dan dibawa ke
KPK. Lalu Petral disebut mafia migas tetapi audit investigasinya belum ada,”
kata sumber tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar