Selasa, 11 Agustus 2015

Ceceran Masalah Petral

Anak usaha Pertamina dalam jasa perdagangan minyak akhirnya dibubarkan Mei lalu. Meski diklaim memunculkan penghematan namun langkah tersebut menimbulkan masalah lain yang diklaim juga terkait efisiensi.


Salah satu berita besar bulan ini adalah keputusan pemerintah untuk membubarkan anak usaha PT Pertamina yakni Pertamina Energy Trading Limited (Petral). Perusahaan yang menjadi buah bibir dalam hampir setiap pembicaraan terkait pengelolaan minyak dan gas itu dianggap menjadi sumber beban Pertamina dan negara karena adanya mafia. Kewenangan jual beli migas kini dipegang oleh Integrated Supply Chain (ISC) anak usaha Pertamina lainnya.
Mafia migas memang masih belum bisa ditangkap meski kabarnya sudah diketahui, namun persoalan lain terkait efisiensi sudah muncul belum lagi penolakan dari karyawan Pertamina sendiri. Sudirman Said, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengaku belum bisa mengungkap siapa saja yang kerap mengambil keuntungan dalam urusan impor bahan bakar minyak, namun dia mengklaim penghematan yang sudah bisa diwujudkan.
“Hanya dalam 2 bulan impor minyak mentah dan BBM dilakukan ISC, Pertamina sudah hemat 20 juta dollar AS, jumlah yang besar," klaim dia.
Setelah pembubaran, pemerintah selanjutnya akan melakukan audit menyeluruh kepada perusahaan itu untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang disebut mafia migas sambil menyelamatkan aset-aset perusahaan yang masih ada. Audit baru akan selesai enam bulan ke depan.
Banyak yang mendukung pembubaran perusahaan yang bermarkas di Singapura itu, tak terkecuali Faisal Basri yang sempat ditunjuk sebagai ketua sebuah tim yang mereformas kebijakan migas. Bahkan kata ekonom dari Universitas Indonesia itu, harus ada langkah lanjutan selepas audit investigasi. ”Setelah audit investigasi, hasil-hasilnya juga harus dilanjutkan kembali dengan audit forensik. Jadi, jangan berhenti di audit investigasi saja,” kata dia.
Dengan audit forensik, lanjut Faisal, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral akan mengetahui lebih jauh lagi penyimpangan dan kecurangan saat dan selama Petral berdiri.
”Seperti audit forensik yang dilakukan saat cessie Bank Bali, kita harapkan penyimpangan dan kecurangan selama keberadaan Petral bisa terungkap, di antaranya seperti aliran dana ke mana saja dan untuk apa saja, mulai dari ke kantong pejabat di DPR atau pemerintah, untuk pemilihan presiden, dan lain-lainnya,” kata dia.
Faisal mengatakan, dengan audit investigasi dan forensik, Petral tidak sekadar menjadi dongeng pada masa lalu tentang kisah impor minyak mentah dari Indonesia. ”Dengan bukti audit forensik, polisi bisa menjadikan hasil audit tersebut sebagai bukti hukum dalam perkara pidana,” ujar Faisal.
Selain itu dukungan juga datang dari Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto mengaku setuju dengan pembubaran Petral. Menurut dia, anak usaha Pertamina yang bermarkas di Singapura ini tak berkontribusi besar bagi pendapatan dan penerimaan negara dalam perdagangan migas internasional.
"Selama ini Petral tak berkontribusi besar ke negara, malah mereka lebih banyak (memberi kontribusi) pada Singapura. Saya setuju pembubaran Petral ini dilakukan oleh Pemerintah melalui Pertamina," ujar Yenny.
Namun, setelah Petral dibubarkan, ia berharap agar pemerintah dan Pertamina dapat menggenjot fungsi PES dalam perdagangan migas. Ini harus dilakukan, sebab migas merupakan sumber daya alam (SDA) yang jumlahnya terbatas.
"Yang perlu dipikirkan sekarang adalah bagaimana kelanjutan anak perusahaan pengganti Petral selanjutnya. Pengganti Petral tersebut harus digenjot dan dialihkan (penerimaannya) ke Indonesia bukan ke negeri orang, karena ini berkaitan dengan sumber daya alam," tegas Yenny.

Langkah Keliru
Meski demikian, tidak sedikit pihak yang menyayangkan keputusan pemerintah tersebut dan menganggapnya hanya membawa masalah lain yang lebih pelik.
Salah satunya adalah Sugiharto, mantan Menteri BUMN mengatakan bahwa sesungguhnya Petral masih penting jika memang mau dipertahankan. Petral memang didirikan ketika Indonesia tidak lagi bisa memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, ketika produksi Pertamina sudah tidak bisa lagi mencapai satu juta barel per hari.
Dalam sebuah diskusi di televisi nasional, pelaku bisnis migas ini, mengatakan bahwa semua perusahaan migas memiliki kepanjangan tangan dalam hal perdagangan, seperti halnya Pertamina yang memiliki Petral. “Adalah sebuah kemunduran langkah dari pemerintah menutup Petral. Karena saat ini negara kita sangat tergantung impor. Recovery rate kita hanya 40 persen. dari setiap 100 barel yang gunakan di dalam negeri, yang kita temukan hanya 40 barel,” jelas Sugiharto.
Saat ini ketika produksi minyak dalam negeri semakin menurun yang dihadapkan dengan kebutuhan yang semakin meningkat, sangat penting untuk mendapatkan impor migas dengan harga seefisien mungkin. Petral, lanjut dia, sebelumnya sudah bisa mendapatkan fasilitas pendanaan sebesar 5,1 miliar dollar AS, dan mendapatkannya dengan harga separo dari yang didapatkan oleh Pertamina di kantor pusat.
Dana tersebut sangat penting sebagai buffer buat Pertamina dan juga negara dalam manajemen keuangan untuk mengimpor migas. “Jika nanti ada kenaikan harga minyak dunia, maka Pertamina akan kehilangan line sebesar 5,1 miliar atau mencapai Rp65 triliun. Karena kita mengimpor dalam dollar dan menjualnya ke masyarakat dengan rupiah. Maka kita akan menghadapi kemungkinan kesulitan dalam modal kerja Pertamina dan juga risiko nilai tukar,” jelas Sugiharto.
Saat ini Pertamina adalah perusahaan negara yang paling banyak membutuhkan valas dalam transaksinya sehari yaitu mencapai 150 juta sampai 200 juta dollar AS per hari.
“Nah line offshore inilah jaring pengaman buat rupiah dan Pertamina sekaligus,” kata dia.
Petral berdiri pada 1969 dengan nama PT Petral Group dengan dua pemegang sahamnya dari Petra Oil Marketing Corporation Limited yang terdaftar di Bahama dengan kantornya Hong Kong, serta Petral Oil Marketing Corporation yang terdaftar di California, Amerika Serikat.
Pada 1978, kedua perusahaan pemegang saham Petral tersebut melakukan marger dengan mengubah nama perusahaanya menjadi Petra Oil Marketing Limited yang terdaftar di Hong Kong.
Singkat cerita pada1998, perusahaan tersebut diakusisi oleh Pertamina dan pada 2001 mengubah namanya menjadi PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral). Selain Pertamina, sahamnya juga dimiliko Zambesi Invesments Limited dan Pertamina Energy Services Pte Limited.
Tugas Petral adalah melakukan jual-beli minyak. Lebih tepatnya membeli minyak dari mana saja untuk dijual ke Pertamina. Semua aktivitas itu dilakukan di Singapura.
Sementara itu, penolakan penutupan Petral muncul dari kalangan pegawai Pertamina. Ugan Gandar, Ketua Serikat Pekerja Pertamina Bersatu, mengatakan bahwa kegaduhan soal penutupan Petral ini tidak lebih dari upaya pengalihan perhatian publik.
“Kondisi ini persis tahun 2001 saat Undang Undang Migas mau diterbitkan. Pada saat itu, lembaga PwC bilang ada ratusan kasus korupsi pertamina, namun tidak ada yang ditangkap. Nah, pada saat ribut-ribut itu Undang-Undang Migas diterbitkan,” kata dia.
Saat ini muncul ribut-ribut soal Petral sarang mafia yang akhirnya harus ditutup. Namun sampai sekarang pihak yang disebut mafia tidak pernah jelas namun perusahaannya sudah terlanjur dibubarkan.
“Sekarang modusnya sama, dan sebentar lagi akan keluar UU Migas yang baru. UU Migas itu akan mengerdilkan kembali Pertamina,”kata Ugan.
Bahkan seorang pegawai di Pertamina yang namanya tidak ingin disebutkan mengatakan kepada Stabilitas bahwa kondisi ini membuat mereka marah sekaligus sedih.
“Kita berhak tersinggung, bahkan cuma sedih. Ini kan perusahaan Indonesia yang memberi dividen Rp9 triliun, kasih Rp70 triliun tapi kok digembosin terus,” kata dia yang sudah bekerja lebih dari 15 tahun.
Oleh karena itu muncul keinginan untuk mogok bekerja untuk memberi pesan kepada pemerintah dan publik bahwa mereka juga punya suara. “Kita mau merenung setengah hari artinya mogok setengah hari. Pertamina disebut sarang penyamun tetapi tidak ada yang ditangkap dan dibawa ke KPK. Lalu Petral disebut mafia migas tetapi audit investigasinya belum ada,” kata sumber tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar