Dirut RNI, dicopot dari jabatannya ketika kinerjanya
dianggap mengecewakan karena terus mencatatkan kerugian. Namun demikian,
menurut anggota DPR, penggantinya tidak memberikan harapan yang lebih baik.
Kementerian BUMN menjadi lembaga yang paling disorot
beberapa bulan terakhir terkait dengan pemecatan jajaran direksinya. Dengan
dalih tidak sesuai ekspektasi dalam menjalankan usaha, pemerintah mencopot
beberapa direktur utama perusahaan negara. Setelah perusahaan umum Badan Usaha
Logistik (Bulog), pemerintah juga merombak jajaran direksi produsen gula
nasional, Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).
Kinerja, disebut-sebut menjadi alasan paling utama yang
membuat Menteri BUMN, Rini Soemarno, mengganti direksi sebelumnya. “Kinerjanya
sangat jelek. Selama 2014 perusahaan menderita kerugian. Situasinya tidak
kondusif makanya diusulkan pergantian,” kata Rini.
Memang kerugian tidak bisa dipungkiri menjadi penyebab
Direktur Utama RNI Ismed Hasan Putro dicopot dari jabatan yang dipegangnya
selama tiga tahun belakangan. RNI mencatat rugi Rp22 miliar di 2011, sebelum
Ismed masuk dan dipercaya menjadi Dirut RNI.
Saat Ismed diangkat sebagai dirut pada awal 2012, mantan
wartawan itu mampu membalikkan kinerja keuangan sehingga RNI dari rugi bisa
berubah menjadi untung sebesar Rp307 miliar. Akan tetapi, laba RNI turun ke
angka Rp 33 miliar di tahun 2013. Bahkan pada tahun 2014, RNI mencatat rugi Rp
200 miliar (belum diaudit).
Ismed yang dicopot sejak Mei lalu, baru pada Juni efektif
digantikan oleh B. Didik Prasetyo yang sebelumnya adalah Asisten Deputi bidang
Usaha Energi, Pertambangan, Percetakan dan Pariwisata Kementerian BUMN, dan
pernah menjadi Komisaris RNI pada 2013.
Namun prestasi membawa perusahaan mencetak laba di tahun
pertamanya menjabat, tak membuat pemegang saham menahan rasa tidak puasnya pada
kinerja Ismed. Pada Mei tahun ini, Ismed dicopot dari jabatannya.
Sebelumnya, Menteri BUMN juga mengganti Dirut Perum Bulog
yang dijabat oleh Lenny Sugihat, yang awal penunjukannya digadang-gadang akan
membawa perusahaan pengelola logistik nasional itu bergerak lebih baik dengan
pengalamannya sebagai bankir dan alumnus IPB. Namun karena dinilai tidak
perform dalam menyerap produksi beras dan gabah nasional, Lenny dipecat dan
digantikan oleh Djarot Kusumayakti, yang menariknya adalah koleganya di BRI dan
sempat menjalani uji kelayakan dan kepatutan enam bulan sebelumnya di tempat
yang sama.
Namun berbeda Bulog, pengganti dari Ismed di RNI bukanlah
koleganya atau orang yang sebelumnya menjalani ujian untuk jabatan yang sama.
Kementerian BUMN menunjuk B. Didik Prasetyo, yang sebelumnya adalah Asisten
Deputi bidang Usaha Energi, Pertambangan, Percetakan dan Pariwisata Kementerian
BUMN dan pernah menjadi komisaris di RNI sepanjang 2008-2013.
Selain posisi dirut, Kementerian juga mengganti jajaran
direksi yang lain kecuali Djoko Retnadi sebagai Direktur Strategi Bisnis dan
Inovasi.
Ismed yang diberhentikan mengaku akan fokus ke bisnisnya
sendiri yang selama ini telah dirintis, setelah dia diberhentikan oleh Menteri
BUMN dari posisi Dirut RNI. "Sejak saya diangkat menjadi dirut, ekspektasi
saya tidak ingin lama-lama menduduki posisi ini. Saya akan fokus di perusahaan
pribadi yang bergerak di bidang properti, trading. Saya juga tengah membangun
pondok pesantren di Lembang Bandung," kata Ismed.
Dia menyatakan tidak ingin mempermasalahkan pergantian
tersebut. Hal ini karena keputusan itu merupakan hak pemegang saham. Dia
sendiri juga menyatakan siapapun yang diangkat untuk menduduki suatu jabatan,
dia suatu saat harus bersiap turun.
Senasib
Ismed dan Lenny mungkin tidak pernah menyangka bahwa karier
mereka dalam mengelola perusahaan negara akan berakhir hampir bersamaan. Karena
pada April tahun ini, kedua perusahaan yang mereka pimpin telah menjalin
kerjasama melalui penandatanganan Memorandum
of Understanding (MoU) mengenai pengembangan outlet pemasaran, kerjasama
distribusi gula, dan distribusi beras.
Dalam sambutannya ketika itu, Ismed mengatakan, melalui
kerjasama ini Bulog akan membantu RNI menyuplai kebutuhan beras untuk
didistribusikan melalui Waroeng Rajawali dan Rajawalimart yang gerainya telah
berjumlah ratusan. “Ritel milik RNI dapat menjadi simpul pendistribusian bahan
pokok. Bersamaan dengan itu RNI pun kini tengah mengembangkan produk hilir Raja
Beras, tentunya itu dapat disinergikan dengan Bulog. Dengan begitu kedua BUMN
pangan ini dapat saling mengisi dalam menstabilkan harga kebutuhan bahan
pokok,” ujar Ismed.
Ismed mengatakan, kerja sama ini tidak terbatas pada produk
gula dan beras, dan merambah pada kebutuhan pokok lainnya, seperti daging sapi.
RNI memiliki peternakan sapi dan kini terus mengembangkan sapi sawit di
Sumatera Selatan, sementara Bulog memilaiki coolstorage
dan tempat pemotongan, dan kedua hal itu dapat disinergikan.
Namun apa daya, rencana mereka untuk menindaklanjuti
kesepakatan itu dengan membentuk tim pelaksana khusus untuk melakukan follow up hasil beserta target yang
harus dicapai harus pupus. RNI kini dipimpin oleh B. Didik Prasetyo dan
jajarannya yang sama sekali baru. Ada pun jajaran direksi lainnya adalah Eka
Wahyudi sebagai direktur, Agung Primanto Murdantono sebagai direktur, dan
Mochammad Yana Aditya sebagai direktur.
Namun demikian, kalangan DPR meragukan kemampuan jajaran
direksi baru RNI, kalau mereka mampu menyehatkan BUMN di sektor industri gula
tersebut. “Mestinya ditunjuk orang yang benar-benar memahami permasalahan
internal PT RNI. Penunjukan Dirut RNI dari kalangan birokrat dianggap kurang
tepat untuk menjawab tantangan zaman," kata Ketua Komisi VI DPR, Ahmad
Hafizs.
Hafisz menyatakan memang tidak ada larangan bagi birokrat
menjadi pimpinan di BUMN. "Hanya saja langkah itu tidak pas dengan situasi
sekarang. Selain itu, birokrat tidak pernah memiliki pengalaman memimpin
perusahaan BUMN. Wajar publik
mengkhawatirkan," ujar Hafizs.
Dia menilai RNI perlu direformasi total agar menjadi BUMN
gula yang kuat dan mampu mendorong swasembada pangan. Pasalnya, sejumlah anak
perusahaan itu dilaporkan merugi. "Rekam jejak direksinya tak ada yang
bisa dibanggakan. Solusinya, RNI harus direformasi total agar menjadi BUMN gula
yang kuat dan mampu mendorong swasembada pangan," kata Hafizs.
Dari Agro Industri
Hingga Kondom
RNI bergerak di empat bidang usaha, yaitu agroindustri,
farmasi dan alat kesehatan, perdagangan dan distribusi serta properti. Saat ini
RNI sebagai perusahaan induk memiliki 13 anak perusahaan. Dalam bidang
agro-industri, RNI memiliki dan mengelola 10 pabrik gula yang tersebar di Jawa
Barat, Yogyakarta dan Jawa Timur, perkebunan sawit dan perkebunan teh serta
beberapa pabrik pengolahan produk hulu dan samping berbasis tebu.
Di bidang perdagangan dan distribusi, RNI memiliki anak
perusahaan dengan cabang-cabang yang terdapat di kota besar seluruh Indonesia
dan gerai – gerai mini market dengan nama Rajawali Mart dan Waroeng Rajawali di
Bali, Lombok, Makasar, Surabaya, Malang, Semarang, Jabodetabek, Serang Banten,
Medan, menyusul akan dibuka di Yogyakarta, Palembang, Cirebon, Solo dan Madiun
serta beberapa kota yang tengah digarap di Indonesia. Di bidang farmasi dan
alat kesehatan meliputi pabrik obat, pabrik alat suntik dan kondom.
Profil Direksi RNI
B. Didiek Prasetyo,
Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB),
sebelumnya beliau sebagai Asisten Deputi bidang Usaha Energi, Pertambangan,
Percetakan dan Pariwisata Kementerian BUMN. Pernah menjadi komisaris di PT RNI
pada tahun 2008-2013.
M. Yana Aditya atau biasa dipanggit Adit adalah lulusan
Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Jabatan
sebelumnya adalah Direktur Keuangan & SDM PT Balai Pustaka (Persero).
Beliau juga seorang praktisi bisnis di bidang manajemen strategis dan manajemen
keuangan. Sebelum bergabung di Balai Pustaka berkiprah di perbankan dan
perhotelan.
Agung P. Murdanoto, Meraih Gelar Sarjana dari IPB, Gelar
Master dan Doktor bidang Agricultural di Kyoto University. Beliau menjabat
sebagai Direktur PT Mitra Kerinci sejak Maret 2012. Karir sebelumnya adalah
Deputi Direktur Pengembangan PT RNI
tahun 2007-2012 dan Deputi Direktur Pengambangan Usaha Agro PT RNI 2004-1007
Elka Wahyudi, Meraih Gelar Sarjana Pertanian dari
Universitas Jember pada tahun 1982. Menjabat sebagai Direktur Utama PTP Mitra
Ogan pada tahun 2007-2013. Pernah menjadi GM Perdagangan Agro PT Rajawali
Nusindo 2004-2007
Djoko Retnadi, Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Studi
Pembangunan dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 1988 dan gelar Magister of
Business, konsentrasi pada Finance and Banking dari Monash University Melbourne
pada tahun 2000 sebelumnya menjabat sebagai Direktur Strategi Bisnis &
Inovasi PT RNI sejak Mei 2014. Beliau memulai karir di BRI Pusat di Jakarta
sempat menjabat sebagai Wakil Pemimpin Wilayah BRI Banjarmasin, Bandung, dan
Jakarta.
(Sumber: RNI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar