Selasa, 11 Agustus 2015

Ekonom

Akhir Juni lalu, Presiden Joko Widodo memanggil sebelas ekonom untuk mendiskusikan dan meminta masukan tentang kondisi perekonomian terkini. Seperti mendapatkan kesempatan untuk melontarkan kegelisahannya, ekonom-ekonom itu mengatakan apa saja yang ada di pikiran mereka mengenai kondisi ekonomi saat ini yang sepertinya tidak menjadi lebih baik, meski Jokowi sudah menjadi Presiden.
Mereka, dalam dialog yang berlangsung hampir dua jam, mengatakan bahwa pasar saat ini tengah meragukan pemerintah terutama berkaitan dengan target-target yang ditetapkan pemerintah yang dinilai berlebihan. Selain soal infrastruktur dan inflasi, juga dibahas mengenai persepsi pasar yang saat ini tengah negatif kepada Indonesia.
Nilai tukar rupiah yang terus melemah juga tak luput menjadi bahasan yang hangat di pertemuan itu.
Padahal  kurang lebih setahun sebelumnya, beberapa di antara ekonom itu sangat optimistis bahwa kondisi akan lebih baik jika Jokowi –yang saat itu bersaing dalam Pemilu dengan Prabowo– menjadi  Presiden maka ekonomi akan lebih baik.
Mereka –saat itu– memproyeksikan bahwa nilai tukar rupiah akan menguat signifikan di posisi Rp11.000 bahkan di kisaran Rp10.000 per dollar AS. Dana asing yang akan makin banyak mengalir ke Indonesia menjadi pangkal penyebab proyeksi tersebut. Saat itu juga, kata-kata ekonom itu ditangkap pasar dengan gegap gempita. Namun kini mereka tampaknya akan menarik kembali pernyataan terdahulu setelah melihat nilai tukar rupiah tak pernah menguat dari level 13.000 per dollar AS.
Yang jadi pertanyaan mengapa Presiden harus memanggil ekonom-ekonom tersebut untuk mengetahui mengenai kondisi ekonomi ataupun meminta masukan ketika dia memiliki Tim Ekonomi. Jawaban yang mungkin adalah Presiden ingin mendapatkan perspektif yang berbeda terhadap kondisi ekonomi yang terjadi.
Namun demikian, kemungkinan bahwa Presiden tengah meragukan informasi dari Tim Ekonomi kemudian muncul menjadi jawaban yang lebih menarik untuk dipercaya publik. Mungkin jawaban Tim Ekonomi yang selalu mengatakan bahwa “kondisi ekonomi baik-baik saja, pelemahan rupiah masih bisa ditolerir karena negara lain melemah lebih besar”, oleh Jokowi ingin dibandingkan dengan jawaban ekonom-ekonom itu.
Presiden memang diketahui kecewa dengan kinerja menteri-menteri ekonominya, tidak semua hanya beberapa. Dan dengan mengundang ekonom-ekonom itu serta meminta pendapat mereka, Presiden tampaknya sedang melakukan fit and proper test untuk menggantikan menteri yang dianggap mengecewakan itu.
Ekonom Universitas Gadjah Mada, Tony Prasetyantono, yang ikut dalam pertemuan itu mengatakan bahwa Jokowi membutuhkan, “ekonom bintang yang bisa ditangkap pasar. Jadi, istilahnya, butuh seperti playmaker.”

Lalu apakah Jokowi memang sedang mencari ekonom yang memproyeksikan nilai tukar bisa menguat ke Rp10.000 seperti saat masa kampanye dulu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar