Akhir Juni lalu, Presiden Joko Widodo memanggil sebelas
ekonom untuk mendiskusikan dan meminta masukan tentang kondisi perekonomian
terkini. Seperti mendapatkan kesempatan untuk melontarkan kegelisahannya,
ekonom-ekonom itu mengatakan apa saja yang ada di pikiran mereka mengenai
kondisi ekonomi saat ini yang sepertinya tidak menjadi lebih baik, meski Jokowi
sudah menjadi Presiden.
Mereka, dalam dialog yang berlangsung hampir dua jam,
mengatakan bahwa pasar saat ini tengah meragukan pemerintah terutama berkaitan
dengan target-target yang ditetapkan pemerintah yang dinilai berlebihan. Selain
soal infrastruktur dan inflasi, juga dibahas mengenai persepsi pasar yang saat
ini tengah negatif kepada Indonesia.
Nilai tukar rupiah yang terus melemah juga tak luput menjadi
bahasan yang hangat di pertemuan itu.
Padahal kurang lebih
setahun sebelumnya, beberapa di antara ekonom itu sangat optimistis bahwa
kondisi akan lebih baik jika Jokowi –yang saat itu bersaing dalam Pemilu dengan
Prabowo– menjadi Presiden maka ekonomi
akan lebih baik.
Mereka –saat itu– memproyeksikan bahwa nilai tukar rupiah
akan menguat signifikan di posisi Rp11.000 bahkan di kisaran Rp10.000 per
dollar AS. Dana asing yang akan makin banyak mengalir ke Indonesia menjadi
pangkal penyebab proyeksi tersebut. Saat itu juga, kata-kata ekonom itu
ditangkap pasar dengan gegap gempita. Namun kini mereka tampaknya akan menarik
kembali pernyataan terdahulu setelah melihat nilai tukar rupiah tak pernah
menguat dari level 13.000 per dollar AS.
Yang jadi pertanyaan mengapa Presiden harus memanggil
ekonom-ekonom tersebut untuk mengetahui mengenai kondisi ekonomi ataupun
meminta masukan ketika dia memiliki Tim Ekonomi. Jawaban yang mungkin adalah
Presiden ingin mendapatkan perspektif yang berbeda terhadap kondisi ekonomi
yang terjadi.
Namun demikian, kemungkinan bahwa Presiden tengah meragukan
informasi dari Tim Ekonomi kemudian muncul menjadi jawaban yang lebih menarik
untuk dipercaya publik. Mungkin jawaban Tim Ekonomi yang selalu mengatakan
bahwa “kondisi ekonomi baik-baik saja, pelemahan rupiah masih bisa ditolerir
karena negara lain melemah lebih besar”, oleh Jokowi ingin dibandingkan dengan
jawaban ekonom-ekonom itu.
Presiden memang diketahui kecewa dengan kinerja
menteri-menteri ekonominya, tidak semua hanya beberapa. Dan dengan mengundang
ekonom-ekonom itu serta meminta pendapat mereka, Presiden tampaknya sedang
melakukan fit and proper test untuk
menggantikan menteri yang dianggap mengecewakan itu.
Ekonom Universitas Gadjah Mada, Tony Prasetyantono, yang
ikut dalam pertemuan itu mengatakan bahwa Jokowi membutuhkan, “ekonom bintang
yang bisa ditangkap pasar. Jadi, istilahnya, butuh seperti playmaker.”
Lalu apakah Jokowi memang sedang mencari ekonom yang
memproyeksikan nilai tukar bisa menguat ke Rp10.000 seperti saat masa kampanye
dulu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar