Selasa, 11 Agustus 2015

Jalur Riskan di Belanja On line

Ekspansi Internet dan ponsel pintar memang telah memunculkan fenomena belanja digital yang makin meluas. Meski begitu dampak negatif yang mengikutinya juga tak kalah ekspansif yaitu pencurian dana dan pencurian data.

Seingkali kita tidak bisa membatasi bahwak mengukur dampak dari sebuah perkembangan. Begitu juga dengan perkembangan teknologi informasi. Meluasnya penggunaan Internet dan smartphone di Indonesia memunculkan fenomena baru yang tidak kalah besar gelombangnya. Ya, belanja online telah menjadi kebiasaan baru masyarakat perkotaan di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan. Dalam tiga tahun belakangan, pengguna Internet telah meningkat pesat.
Menurut data Google Indonesia, pada Oktober 2012, penggunanya berjumlah 55 juta dan pada awal 2015 melonjak menjadi 72,7 juta. Dari data yang sama, pengguna Internet mobile telah menembus angka 308 juta.
Penggunaan Internet dan ponsel pintar yang terus meningkat di Indonesia lambat laun merangsang belanja online. Pada tahun 2000 ketika pertama kali toko online berbentuk website di Indonesia muncul, peminat atau pembelinya belum banyak. Kegiatan jual beli online kemudian berkembang di dalam forum Internet, hingga memunculkan forum khusus jual beli. Bahkan banyak pedagang menggunakan akun media sosial untuk menawarkan barang.
Kini belanja online atau e- commerce sudah menjadi kebiasaan baru dan akan semakin pesat pertumbuhannya. BMI Research, sebuah perusahaan di bawah bendera Fitch Group, pada awal tahun ini memprediksi akan terjadi pertumbuhan belanja online seiring dengan peningkatan penggunaan internet di Indonesia.
“Online shopping di Indonesia diprediksikan akan tumbuh hingga 57 persen pada tahun 2015 atau meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun lalu,” ujar BMI Research Head, Yoanita Shinta Devi.
Sebelumnya, hasil riset BMI Research mencatat di tahun 2014, layanan belanja di internet mencapai 24 persen dari total pengguna internet di Indonesia. Riset tersebut dilakukan di 10 kota besar dengan mengambil sampel dari 1.213 orang dengan usia antara 18-45 tahun menggunakan metode survei lewat telepon.
“Dilihat dari perputaran uangnya, hasil riset BMI Research mencatat pada 2014 mencapai Rp21 triliun dengan nilai rata-rata per orangnya dalam satu tahun mengeluarkan Rp825 ribu. Dengan asumsi nilai belanja yang sama, maka di tahun 2015 diprediksikan menjadi Rp50 triliun," tutur Yoanita.
Besarnya kue yang diperebutkan itu membuat perbankan tidak mau ketinggalan untuk segera menikmatinya. Apalagi berdasarkan riset di atas, sekitar 80 persen pengguna belanja online melakukan transfer antar bank untuk menjadi media pembayaran. Sementara metode pembayaran lainnya seperti Cash On Delivery (COD) masih digunakan oleh 20 persen konsumen.
Kini hampir semua bank yang masuk 10 besar dalam aset, memiliki layanan untuk transaksi e-commerce. Yang baru saja masuk dalam barisan adalah Bank Danamon dan Bank CIMB Niaga. Sebelumnya pemain-pemain besar seperti Bank Mandiri dan BCA sudah lebih dulu menggarap pasar. Bahkan beberapa bank berinisiatif meluncurkan situs belanja atau bekerja sama dengan pihak ketiga mengelola situs belanja demi meraup potensi dana yang menggiurkan (lihat Menggarap Langsung E Commerce).
Sementara itu, maraknya perdagangan online akan memberikan berkah tersendiri kepada literasi keuangan. seperti diketahui, Indonesia salah satu negara yang memiliki jumlah populasi yang rendah dalan hal menggunakan layanan perbankan. Lambat laun, seiring peningkatan aktivitas masyarakat dengan menggunakan ponsel terutama lewat e-commerce yang terus tumbuh, akan makin banyak orang yang menggunakan layanan bank.
Dalam catatan Criteo  di laporan berjudul State of Mobile Commerce Triwulan Kedua 2015, Indonesia menempati urutan pertama negara dengan persentase penggunakan mobile commerce terbesar di Asia yaitu 34 persen menyusul  Taiwan di posisi kedua dengan 31 persen dan Singapura di posisi ketiga dengan 29 persen.
Bank Indonesia sejak tahun lalu terus mendorong program penggunaan teknologi untuk memudahkan transaksi yang disebut Layanan Keuangan Digital (LKD). Program itu adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan terbatas yang dilakukan tidak melalui kantor fisik, namun dengan menggunakan sarana teknologi antara lain mobile based maupun web based dan jasa pihak ketiga (agen), dengan target masyarakat yang belum tersentuh lembaga keuangan.
BI menetapkan hanya yang memiliki modal di atas Rp 30 triliun yang boleh menyediakan layanan tersebut. Saat ini ada empat bank yang masuk kategori itu yakni Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Central Asia (BCA). Rencananya pada paro kedua tahun ini BI akan memperluas cakupannya lebih luas yaitu membolehkan bank yang memiliki modal inti Rp5 triliun-30 triliun untuk menjalankan program LKD. “Semester kedua atau kuartal tiga ini revisi aturan LKD akan dikeluarkan,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Ronald Waas, bulan lalu.

Kerentanan Indonesia
Meski demikian, dampak negatif dari maraknya transaksi online juga mulai muncul yaitu meningkatnya risiko pencurian dana dan data melalui perangkat teknologi Internet ataupun mobile.
Sebuah studi yang dilakukan BlackBerry kepada individu yang bertanggung jawab atas tata kelola, risiko dan kepatuhan pada lebih dari 1.000 perusahaan, menyatakan bahwa risiko mobilitas paling besar dari sebuah perusahaan adalah kehilangan atau pencurian perangkat yang berisi materi tak terlindungi, atau berisi data sensitif. Ancaman ini adalah nyata, dengan didukung oleh 59 persen responden menunjukkan bahwa jumlah data yang diambil dari organisasi mereka yang dilakukan melalui perangkat mobile meningkat pada tahun lalu.
Risiko itu dialami sendiri oleh Indonesia yang tengah menuju booming penggunaan Internet sekaligus belanja online. Menurut Kepolisian, Indonesia berada di urutan kedua dalam daftar lima besar negara asal serangan kejahatan siber atau cyber crime, berdasar laporan State of The Internet pada 2013.
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombespol Agung Setya mengatakan, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir dari saat ini, tercatat 36,6 juta serangan cyber crime terjadi di Indonesia. “Hal ini sesuai dengan data Security Threat 2013 yang menyebutkan Indonesia adalah negara paling berisiko mengalami serangan cyber crime,” kata dia.
Sejak 2012 sampai dengan April 2015, kepolisian terutama divisi cyber crime telah menangkap 497 orang tersangka kasus kejahatan di dunia maya. Dari jumlah tersebut, sebanyak 389 orang di antaranya merupakan warga negara asing, dan 108 orang merupakan warga negara Indonesia. Total kerugian cyber crime di Indonesia mencapai Rp 33,29 miliar.

======================================================= 


Memitigasi Pencurian Dana dan Data

Pencurian dana dan data nasabah bisa lewat hampir seluruh fasilitas yang disediakan oleh perbankan. Mulai dari ATM, SMS Banking, Internet Banking sampai pada kartu kredit. Untuk meminimalisir pencurian dana nasabah, perbankan perlu memperkuat sistemnya dengan adopsi teknologi enkripsi.
Selain itu yang jauh lebih penting adalah perbankan wajib melakukan edukasi pada nasabah sebagai pemegang otentifikasi akhir untuk bertransaksi. Berikut beberapa tips yang bisa dilakukan nasabah untuk mengamankan transaksi dengan sarana yang disediakan perbankan via Online.

Internet Banking

Ini adalah model transaksi paling aman yang bisa digunakan oleh nasabah perbankan pada umumnya. Sempat ramai karena kasus sinkronisasi token yang menyerang dua bank besar nasional.
Sebenarnya transaksi dengan internet banking relatif aman dibanding cara lainnya, karena dibantu dengan adanya token yang memberikan kode otentifikasi final secara acak. Walau begitu, nasabah tetap harus waspada. Caranya dengan mengecek alamat situs internet banking. Bila alamat webnya dirasa bermasalah tidak seperti biasanya, nasabah bisa menghubungi call center resmi bank bersangkutan. Kejadian semacam ini pernah ada di pertengahan 2000-an.
Nasabah pengguna layanan perbankan saat itu diserang web palsu dengan nama yang cukup mirip. Para pelaku biasanya menjebak nasabah lewat email phising dan memberikan tautan yang mengarah ke web palsu.
Selain itu, nasabah juga harus mengecek apakah web internet banking milik bank cukup aman, minimal sudah mengadopsi HTTPS.
Tak kalah penting adalah gunakan jaringan sendiri, jangan sampai melakukan proses internet banking dengan WiFi umum yang terbuka, serta hindari transaksi lewat gadget orang lain. Jika ini dilakukan, orang lain bisa masuk dan mengetahui user name maupun password kita.
Terakhir, secara berkala gantilah password akun internet banking. Minimal pergantian password dilakukan setiap tiga bulan. Jangan menggunakan nama, tanggal lahir, maupun hal lain yang relasinya mudah ditebak orang lain.

SMS Banking

Sarana SMS Banking ini lebih rentan dibandingkan internet banking. Terutama karena di Indonesia metode SMS Banking tidak disertai pengamanan enkripsi yang memadai. Tercatat masih banyak bank besar di Indonesia tidak mengamankan SMS Banking dengan enkripsi, akibatnya orang lain bisa saja membaca transaksi secara kasat mata.
Ditambah lagi, pengamanan jaringan yang digunakan. Bagi yang mengerti bisa saja mereka mengintersep proses transfer dan mengalihkan ke rekening lain. Karena itu, gunakan SMS Banking dalam keadaan terdesak saja, dan pastikan dalam keadaan sinyal yang cukup.

Anjungan Tunai Mandiri (ATM)

Transaksi melalui ATM sangatlah umum bagi masyarakat Indonesia. Namun yang perlu diketahui adalah ATM di Indonesia sangat rentan terhadap kejahatan. Alasannya jelas karena lebih dari 80% masih mengadopsi Windows XP pada sistem ATM-nya. Microsoft sudah tidak lagi mendukung keamanan Windows XP, sehingga mereka tidak menggulirkan update keamanan untuk siapa saja pemakainya.
Inilah yang menjadi alasan Indonesia dijadikan “home base” kejahatan ATM yang menyerang para turis asing. Para tersangka mengaku menjebol ATM di Indonesia jauh lebih mudah dibanding di Eropa dan Amerika Serikat.
Karena itu, periksalah apakah ada kejanggalan pada ATM yang kita pakai. Misalnya terpasang benda aneh yang tidak biasanya ada di ATM. Selain itu bisa terjadi macet dan kartu tidak mau keluar, langsung hubungi call center yang disediakan bank, jangan tertipu dengan kontak palsu yang ditempel para pencuri.

Kartu Kredit

Pemakai kartu kredit adalah target terbesar para peretas di internet. Lembaga keuangan terkemuka JP Morgan misalnya, pernah menjadi korban peretasan yang data para nasabahnya dicuri dan disebar di internet. Para pemakai kartu kredit harus selektif memilih toko online maupun merchant tempat mereka membayar memakai kartu kredit.
Selain itu, setiap transaksi menggunakan kartu kredit usahakan kita melihat langsung saat pegawai atau kasir menggesek. Hal ini mencegah terjadinya gesek ulang atau pembayaran lebih dari satu kali. Lebih penting lagi adalah memastikan tiga angka di belakang yang berfungsi sebagai Card Security Code (CSC) tidak dicatat oleh orang lain.

[Sumber: Pusat Riset Keamanan Cyber dan Komunikasi (CISSReC)]



1 komentar: