Ekspansi Internet dan ponsel pintar memang telah memunculkan
fenomena belanja digital yang makin meluas. Meski begitu dampak negatif yang
mengikutinya juga tak kalah ekspansif yaitu pencurian dana dan pencurian data.
Seingkali kita tidak bisa membatasi bahwak mengukur dampak
dari sebuah perkembangan. Begitu juga dengan perkembangan teknologi informasi. Meluasnya
penggunaan Internet dan smartphone di
Indonesia memunculkan fenomena baru yang tidak kalah besar gelombangnya. Ya,
belanja online telah menjadi
kebiasaan baru masyarakat perkotaan di Indonesia dalam beberapa tahun
belakangan. Dalam tiga tahun belakangan, pengguna Internet telah meningkat
pesat.
Menurut data Google Indonesia, pada Oktober 2012,
penggunanya berjumlah 55 juta dan pada awal 2015 melonjak menjadi 72,7 juta.
Dari data yang sama, pengguna Internet mobile telah menembus angka 308 juta.
Penggunaan Internet dan ponsel pintar yang terus meningkat
di Indonesia lambat laun merangsang belanja online. Pada tahun 2000 ketika
pertama kali toko online berbentuk website
di Indonesia muncul, peminat atau pembelinya belum banyak. Kegiatan jual beli
online kemudian berkembang di dalam forum Internet, hingga memunculkan forum
khusus jual beli. Bahkan banyak pedagang menggunakan akun media sosial untuk
menawarkan barang.
Kini belanja online atau e-
commerce sudah menjadi kebiasaan baru dan akan semakin pesat
pertumbuhannya. BMI Research, sebuah perusahaan di bawah bendera Fitch Group, pada
awal tahun ini memprediksi akan terjadi pertumbuhan belanja online seiring dengan peningkatan
penggunaan internet di Indonesia.
“Online shopping di Indonesia diprediksikan akan tumbuh
hingga 57 persen pada tahun 2015 atau meningkat dua kali lipat dibandingkan
tahun lalu,” ujar BMI Research Head, Yoanita Shinta Devi.
Sebelumnya, hasil riset BMI Research mencatat di tahun 2014,
layanan belanja di internet mencapai 24 persen dari total pengguna internet di
Indonesia. Riset tersebut dilakukan di 10 kota besar dengan mengambil sampel
dari 1.213 orang dengan usia antara 18-45 tahun menggunakan metode survei lewat
telepon.
“Dilihat dari perputaran uangnya, hasil riset BMI Research
mencatat pada 2014 mencapai Rp21 triliun dengan nilai rata-rata per orangnya
dalam satu tahun mengeluarkan Rp825 ribu. Dengan asumsi nilai belanja yang
sama, maka di tahun 2015 diprediksikan menjadi Rp50 triliun," tutur
Yoanita.
Besarnya kue yang diperebutkan itu membuat perbankan tidak mau
ketinggalan untuk segera menikmatinya. Apalagi berdasarkan riset di atas,
sekitar 80 persen pengguna belanja online
melakukan transfer antar bank untuk menjadi media pembayaran. Sementara metode pembayaran
lainnya seperti Cash On Delivery (COD) masih digunakan oleh 20 persen konsumen.
Kini hampir semua bank yang masuk 10 besar dalam aset,
memiliki layanan untuk transaksi e-commerce.
Yang baru saja masuk dalam barisan adalah Bank Danamon dan Bank CIMB Niaga.
Sebelumnya pemain-pemain besar seperti Bank Mandiri dan BCA sudah lebih dulu
menggarap pasar. Bahkan beberapa bank berinisiatif meluncurkan situs belanja
atau bekerja sama dengan pihak ketiga mengelola situs belanja demi meraup
potensi dana yang menggiurkan (lihat Menggarap
Langsung E Commerce).
Sementara itu, maraknya perdagangan online akan memberikan berkah tersendiri kepada literasi keuangan.
seperti diketahui, Indonesia salah satu negara yang memiliki jumlah populasi
yang rendah dalan hal menggunakan layanan perbankan. Lambat laun, seiring
peningkatan aktivitas masyarakat dengan menggunakan ponsel terutama lewat e-commerce yang terus tumbuh, akan makin
banyak orang yang menggunakan layanan bank.
Dalam catatan Criteo
di laporan berjudul State of Mobile Commerce Triwulan Kedua 2015,
Indonesia menempati urutan pertama negara dengan persentase penggunakan mobile commerce terbesar di Asia yaitu
34 persen menyusul Taiwan di posisi
kedua dengan 31 persen dan Singapura di posisi ketiga dengan 29 persen.
Bank Indonesia sejak tahun lalu terus mendorong program
penggunaan teknologi untuk memudahkan transaksi yang disebut Layanan Keuangan
Digital (LKD). Program itu adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan
keuangan terbatas yang dilakukan tidak melalui kantor fisik, namun dengan
menggunakan sarana teknologi antara lain mobile
based maupun web based dan jasa
pihak ketiga (agen), dengan target masyarakat yang belum tersentuh lembaga
keuangan.
BI menetapkan hanya yang memiliki modal di atas Rp 30
triliun yang boleh menyediakan layanan tersebut. Saat ini ada empat bank yang
masuk kategori itu yakni Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara
Indonesia (BNI), dan Bank Central Asia (BCA). Rencananya pada paro kedua tahun
ini BI akan memperluas cakupannya lebih luas yaitu membolehkan bank yang memiliki
modal inti Rp5 triliun-30 triliun untuk menjalankan program LKD. “Semester
kedua atau kuartal tiga ini revisi aturan LKD akan dikeluarkan,” kata Deputi
Gubernur Bank Indonesia (BI) Ronald Waas, bulan lalu.
Kerentanan Indonesia
Meski demikian, dampak negatif dari maraknya transaksi online juga mulai muncul yaitu
meningkatnya risiko pencurian dana dan data melalui perangkat teknologi
Internet ataupun mobile.
Sebuah studi yang dilakukan BlackBerry kepada individu yang
bertanggung jawab atas tata kelola, risiko dan kepatuhan pada lebih dari 1.000
perusahaan, menyatakan bahwa risiko mobilitas paling besar dari sebuah perusahaan
adalah kehilangan atau pencurian perangkat yang berisi materi tak terlindungi,
atau berisi data sensitif. Ancaman ini adalah nyata, dengan didukung oleh 59
persen responden menunjukkan bahwa jumlah data yang diambil dari organisasi
mereka yang dilakukan melalui perangkat mobile meningkat pada tahun lalu.
Risiko itu dialami sendiri oleh Indonesia yang tengah menuju
booming penggunaan Internet sekaligus
belanja online. Menurut Kepolisian, Indonesia berada di urutan kedua dalam
daftar lima besar negara asal serangan kejahatan siber atau cyber crime,
berdasar laporan State of The Internet pada 2013.
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri
Kombespol Agung Setya mengatakan, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir dari
saat ini, tercatat 36,6 juta serangan cyber crime terjadi di Indonesia. “Hal
ini sesuai dengan data Security Threat 2013 yang menyebutkan Indonesia adalah
negara paling berisiko mengalami serangan cyber crime,” kata dia.
Sejak 2012 sampai dengan April 2015, kepolisian terutama
divisi cyber crime telah menangkap
497 orang tersangka kasus kejahatan di dunia maya. Dari jumlah tersebut,
sebanyak 389 orang di antaranya merupakan warga negara asing, dan 108 orang
merupakan warga negara Indonesia. Total kerugian cyber crime di Indonesia mencapai Rp 33,29 miliar.
Memitigasi Pencurian
Dana dan Data
Pencurian dana dan data nasabah bisa lewat hampir seluruh
fasilitas yang disediakan oleh perbankan. Mulai dari ATM, SMS Banking, Internet
Banking sampai pada kartu kredit. Untuk meminimalisir pencurian dana nasabah,
perbankan perlu memperkuat sistemnya dengan adopsi teknologi enkripsi.
Selain itu yang jauh lebih penting adalah perbankan wajib
melakukan edukasi pada nasabah sebagai pemegang otentifikasi akhir untuk
bertransaksi. Berikut beberapa tips yang bisa dilakukan nasabah untuk
mengamankan transaksi dengan sarana yang disediakan perbankan via Online.
Internet Banking
Ini adalah model transaksi paling aman yang bisa digunakan
oleh nasabah perbankan pada umumnya. Sempat ramai karena kasus sinkronisasi
token yang menyerang dua bank besar nasional.
Sebenarnya transaksi dengan internet banking relatif aman
dibanding cara lainnya, karena dibantu dengan adanya token yang memberikan kode
otentifikasi final secara acak. Walau begitu, nasabah tetap harus waspada.
Caranya dengan mengecek alamat situs internet banking. Bila alamat webnya
dirasa bermasalah tidak seperti biasanya, nasabah bisa menghubungi call center resmi bank bersangkutan.
Kejadian semacam ini pernah ada di pertengahan 2000-an.
Nasabah pengguna layanan perbankan saat itu diserang web
palsu dengan nama yang cukup mirip. Para pelaku biasanya menjebak nasabah lewat
email phising dan memberikan tautan yang mengarah ke web palsu.
Selain itu, nasabah juga harus mengecek apakah web internet
banking milik bank cukup aman, minimal sudah mengadopsi HTTPS.
Tak kalah penting adalah gunakan jaringan sendiri, jangan
sampai melakukan proses internet banking dengan WiFi umum yang terbuka, serta
hindari transaksi lewat gadget orang lain. Jika ini dilakukan, orang lain bisa
masuk dan mengetahui user name maupun password
kita.
Terakhir, secara berkala gantilah password akun internet
banking. Minimal pergantian password dilakukan setiap tiga bulan. Jangan
menggunakan nama, tanggal lahir, maupun hal lain yang relasinya mudah ditebak
orang lain.
SMS Banking
Sarana SMS Banking ini lebih rentan dibandingkan internet
banking. Terutama karena di Indonesia metode SMS Banking tidak disertai
pengamanan enkripsi yang memadai. Tercatat masih banyak bank besar di Indonesia
tidak mengamankan SMS Banking dengan enkripsi, akibatnya orang lain bisa saja
membaca transaksi secara kasat mata.
Ditambah lagi, pengamanan jaringan yang digunakan. Bagi yang
mengerti bisa saja mereka mengintersep proses transfer dan mengalihkan ke
rekening lain. Karena itu, gunakan SMS Banking dalam keadaan terdesak saja, dan
pastikan dalam keadaan sinyal yang cukup.
Anjungan Tunai
Mandiri (ATM)
Transaksi melalui ATM sangatlah umum bagi masyarakat
Indonesia. Namun yang perlu diketahui adalah ATM di Indonesia sangat rentan
terhadap kejahatan. Alasannya jelas karena lebih dari 80% masih mengadopsi
Windows XP pada sistem ATM-nya. Microsoft sudah tidak lagi mendukung keamanan
Windows XP, sehingga mereka tidak menggulirkan update keamanan untuk siapa saja
pemakainya.
Inilah yang menjadi alasan Indonesia dijadikan “home base”
kejahatan ATM yang menyerang para turis asing. Para tersangka mengaku menjebol
ATM di Indonesia jauh lebih mudah dibanding di Eropa dan Amerika Serikat.
Karena itu, periksalah apakah ada kejanggalan pada ATM yang
kita pakai. Misalnya terpasang benda aneh yang tidak biasanya ada di ATM.
Selain itu bisa terjadi macet dan kartu tidak mau keluar, langsung hubungi call
center yang disediakan bank, jangan tertipu dengan kontak palsu yang ditempel
para pencuri.
Kartu Kredit
Pemakai kartu kredit adalah target terbesar para peretas di
internet. Lembaga keuangan terkemuka JP Morgan misalnya, pernah menjadi korban
peretasan yang data para nasabahnya dicuri dan disebar di internet. Para
pemakai kartu kredit harus selektif memilih toko online maupun merchant
tempat mereka membayar memakai kartu kredit.
Selain itu, setiap transaksi menggunakan kartu kredit
usahakan kita melihat langsung saat pegawai atau kasir menggesek. Hal ini
mencegah terjadinya gesek ulang atau pembayaran lebih dari satu kali. Lebih
penting lagi adalah memastikan tiga angka di belakang yang berfungsi sebagai
Card Security Code (CSC) tidak dicatat oleh orang lain.
[Sumber: Pusat Riset Keamanan Cyber dan Komunikasi (CISSReC)]
Banyak toko oline tidak menjamin harga dan kualitas barang, pastikan anda berbelanja di online shop smartphone indonesia terlengkap, metrodataonline.com
BalasHapus