Indikator adalah sesuatu ukuran yang menjadi petunjuk atau
keterangan tentang sesuatu. Dalam ekonomi, indikator menjadi pertanda yang
penting untuk menilai, minimal menebak, apa yang akan terjadi nanti. Di
kalangan orang-orang yang bergelut di bidang ekonomi mereka menyebutnya:
ekspektasi.
Di Indonesia, sepanjang tiga bulan pertama tahun ini
beberapa indikator ekonomi muncul dan menunjukkan kesamaan pola yaitu penurunan.
Pertumbuhan ekonomi, sebagai indikator utama, memperlihatkan angka yang lebih
rendah dari periode sebelumnya, bahkan dari ekspektasi.
Pertumbuhan ekonomi sepanjang waktu itu hanya menyentuh
level 4,7 persen, lebih rendah dari yang dijanjikan dalam APBN yaitu sebesar
5,7 persen. Memang masih ada tiga triwulan lagi untuk mencapainya, namun itu
berarti setiap periodenya harus berada di level 5,7 persen.
Sebagai catatan pertumbuhan ekonomi terus menurun dalam lima
tahun terakhir. Pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi 6,2 persen, tahun 2012
menurun menjadi 6,0 persen, tahun 2013 menurun menjadi 5,6 persen, dan tahun
2014 merosot lagi menjadi 5 persen.
Selain itu, nilai tukar rupiah juga terus melemah sejak awal
tahun. Bahkan pada awal Juni angkanya nyaris menyentuh level 13.300, mendekati
titik terlemahnya pada waktu krisis 1998.
Yang menyebabkan rupiah terperosok ke level tersebut adalah
aksi jual obligasi di pasar sekunder.
Harga obligasi negara bertenor 10 tahun jatuh 1,17 persen
sedangkan global bond pemerintah RI bertenor 10 tahun jatuh 1,49 persen pada
awal Juni.
Di tengah pelemahan rupiah muncul berita tak sedap,
pemecatan karyawan meningkat. Padahal secara logika, pelemahan rupiah memacu
ekspor karena meningkatkan daya saing produk nasional, yang ujungnya seharusnya
justru menambah daya serap pekerja. Namun karena ekonomi dunia melemah yang
tercermin dari permintaan global yang melemah, kondisi itu tidak terjadi.
Indikator berikutnya adalah ekspor. Data Badan Pusat
Statistik menunjukkan bahwa ekspor April turun 4,04 persen dibanding ekspor di
bulan sebelumnya. Sementara, apabila dibandingkan ekspor April tahun
sebelumnya, tercatat penurunan sebesar 8,46 persen. bahkan jika dikumulatifkan
sepanjang Januari- April ekspor tetap menunjukkan penurunan.
Pertumbuhan dan perdagangan luar negeri yang menurun tentu
akan memukul sektor perbankan. Meski belum ada data resmi sepanjang triwulan
pertama ini, namun beberapa bank sudah menyatakan bahwa kredit mereka turun. Pada
kuartal pertama 2015, outstanding penyaluran kredit BCA
menurun sekitar 5 persen dibandingkan posisi akhir tahun lalu. Hal itu membuat
bank swasta terbesar di Indonesia itu akan menahan pertumbuhan kreditnya di
level yang konservatif.
Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa kredit perbankan
hingga Februari 2015 melambat, karena hanya tumbuh 12 persen, sedangkan
pertumbuhan kredit periode sama tahun lalu yang sebesar 19,9 persen.
Jika sederet indikator ekonomi tersebut banyak yang menurun dan
melemah, lalu apa yang meningkat? Mungkin, kekhawatiran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar