Layanan urun dana berbasis teknologi informasi alias fintech
crowdfunding diprediksa akan marak
ketika perhatian otoritas tercurah lewat aturan yang akan dilansir paling cepat
Agustus. Otoritas akan mendorong skema equity
crowdfunding.
Teknologi finansial
tengah memasuki tahap baru dalam perkembangannya di Indonesia.
Berdasarkan profilnya, industri teknologi finansial (financial technology/ fintech) di Indonesia terdiri dari layanan sisem
pembayaran, pinjaman antar individu, dan juga penggalangan dana.
Hingga sekarang, fintech sebagai
sarana pembayaran (payment channel)
masih mendominasi dibandingkan pinjaman antar individu (peer to peer lending) dan penggalangan dana (crowdfunding). Dari 235 perusahaan fintech berdasarkan data
Otoritas Jasa Keuangan, 39 persen bergerak di bidang payment, 32 persen di bidang peer
to peer lending (P2P lending), sisanya dibagi-bagi oleh bidang crowdingfunding, capital market, insurance
dan lainnya.
Menyambut
semester kedua 2018 ini diyakini akan ada pergeseran porsi dari profil industri
fintech karena P2P lendingdan
crowdfunding diprediksi akan melesat. Sejak memasuki 2018, skema P2P lending
meningkat pesat jika dilihat dari jumlah pemberi pinjaman dan pembiayaan yang
disalurkan. Sampai dengan akhir tahun 2017 lalu, jumlah pemberi pinjaman
melalui skema itu meningkat 602,7 berdasarkan dibandingkan akhir tahun 2016
menjadi 100.940 orang, berdasarkan data OJK.
Sementara
itu, skema crowdfunding diprediksi akan
menyusul perkembangan itu mengingat pada Agustus ini, OJK bakal merilis aturan
mengenai equity crowdfunding. Skema
itu merupakan salah satu jenis dari crowdfunding
yang mengacu pada penggalangan dana untuk perusahaan-perusahaan baru atau start up yang membutuhkan permodalan.
Bahkan
OJK sudah merilis kisi-kisi aturan itu untuk mendapat tanggapan dari masyarakat
terutama para stake holder bisnis
fintech dengan skema crowdfunding.
"Sudah ada di web sebenarnya
untuk mendapatkan tanggapan. Kalau beres mungkin sekitar Agustus-September keluar
peraturan," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen di
sebuah acara fintech pertengahan Juli lalu.
Berbeda dengan P2P lending yang berupa pinjaman yang harus
dikembalikan suatu saat, crowdfunding
banyak dipilih oleh para pengusaha rintisan dengan alasan mengumpulkan dana
tidak harus selalu bergantung pada profitabilitas dan cash flow perusahaan.
Crowdfunding biasanya dilakukan lewat kampanye kepada sekelompok
orang yang memiliki ketertarikan dan kepercayaan kepada ide yang ditawarkan
oleh si pencari modal. Lewat metode ini, semua pengusaha termasuk perusahaan
rintisan bisa mendapatkan kesempatan memperoleh pendanaan tanpa melalui proses track history atau pemeriksaan tentang
usaha yang dijalankan.
Dengan
adanya fintech di crowdfunding pengusaha
start up bisa menawarkan saham
perusahaannya secara langsung kepada pemodal melalui jaringan internet. Dalam
rancangan aturan OJK, jangka waktu penawaran tersebut paling lama 12 bulan
dengan nilai saham yang ditawarkan maksimal Rp 6 miliar. Adapun penyelenggara
penggalangan dana diwajibkan mengajukan perizinan ke OJK.
Setiap pihak bisa menjadi pemodal
dengan ketentuan penghasilan sampai dengan Rp 500 juta dengan maksimum
investasi 5 persen dari penghasilan dan penghasilan di atas Rp500 juta dengan
maksimum investasi 10 persen dari penghasilan. “Ini keberpihakan ke industri
kecil, kalau menggunakan ketentuan public
offering biayanya nggak murah,”
tutur Hoesen.
Dalam
rancangan aturan itu disebutkan bahwa penawaran saham melalui perusahaan
crowdfunding atau disebut dalam aturan itu sebagai Layanan Urun Dana, bukan
merupakan Penawaran Umum untuk IPO pada umumnya di Bursa Efek Indonesia
Penawaran
saham dilakukan melalui perusahaan fintech atau penyelenggara yang
telah terdaftar di OJK dan dilakukan paling lama 12 bulan.
Sementara nilai saham yang ditawarkan paling banyak Rp6 miliar.
Yang
disebut pihak yang membutuhkan dana atau penerbit adalah perusahaan yang jumlah
pemegang sahamnya tidak lebih dari 300 pihak; dan jumlah modal disetornya tidak
lebih dari
Rp18 miliar.
Lompatan Crowdfunding
Di Indonesia sendiri sebenarnya crowdfunding belum sepopuler peer-to-peer lending. Namun tak bisa dipungkiri
bahwa dalam 1-2 tahun ke belakang, startup
berbasis crowdfunding mulai
bertumbuh pesat. “Crowdfunding di Indonesia
memang belum terlalu banyak jumlahnya. Namun ada satu yang bisa disebut sukses yaitu
kitabisa,” kata Ketua Bidang Industri Aplikasi Nasional Masyarakat Telematika,
M Tesar Sandikapura.
KitaBisa.com merupakan situs crowdfunding pertama di Indonesia yang
didirikan tahun 2013 dan sudah melakukan banyak penggalangan dana. Portal itu mengizinkan
siapapun memasukkan proyek di bidang teknologi, kreativitas, bisnis UKM hingga
kegiatan sosial. Di awal tahun 2017, KitaBisa.com menyalurkan dana publik
senilai Rp61 miliar. Angka ini jauh lebih tinggi ketimbang tahun sebelumnya
yang hanya mencapai Rp7,2 miliar.
Selain KitaBisa.com, situs crowdfunding lokal yang tak kalah
populer adalah Akseleran, yang menyediakan layanan permodalan bagi usaha mikro
kecil, dan GandengTangan, yang memfasilitasi kolaborasi investasi jangka pendek
pada UMKM.
Meski demikian, kata Tesar, kunci
keberhasilan dari fintech crowdfunding
adalah misi dari proyek yang dikelolanya dan itu biasanya bersifat sosial alih-alih
untuk bisnis. Dengan iklim fintech yang semakin maju, tidak menutup kemungkinan
jumlah perusahaan pendanaan massa ini akan tumbuh semakin pesat di tahun 2018.
Potensi fintech crowdfunding untuk berkembang memang
besar, karena, tambah Tesar, risiko lebih kecil dibanding fintench peer to peer. Fintech crowdfunding tidak terlalu kaku karena
sifatnya yang lebih pada bantuan atau donasi. “Secara teknologi hampir sama
dengan peer to peer lending. Bedanya
P2P lending sifatnya personal bukan
urunan banyak orang. Sifatnya juga utang untuk modal kerja atau usaha.
Sedangkan crowdfunding sifatnya bukan
utang tapi donasi dan project untuk sosial semata,” kata Tesar yang juga Ketua
Indonesian Digital Empowerment Community (IDEC.id).
Soal equity crowdfunding yang aturannya direncanakan terbit Agustus atau
September ini, Tesar berpendapat langkah itu penting untuk menambah rasa tenang
dan nyaman di masyarakat yang sering mendapatkan tawaran investasi bodong. “Hal
itu penting untuk menghindari investasi bodong dan lain-lain, yang belakangan
kerap muncul,” kata dia.
Di Indonesia, terdapat situs
akseleran yang menyediakan jasa kegiatan crowdfunding
terintegrasi dan sering berkampanye tentang penggalangan dana sejak Maret 2017.
Menurut portal tersebut, equity
crowdfunding cocok bagi usaha startup atau usaha kecil dan mikro yang
umumnya memiliki arus kas atau pendapatan dan aset yang terbatas.
“Dengan crowdfunding perusahaan rintisan dapat mengembangkan usahanya
dengan efektif, tanpa beban kewajiban pembayaran bunga atau pokok investasi
serta kewajiban untuk memberikan agunan,” kata portal tersebut.
Saat usahanya memperoleh keuntungan dan
membagikan dividen, lanjut lama itu, investor akan mendapatkan dividen tersebut
secara proporsional sesuai porsi kepemilikan yang dipegangnya. Demikian pula
bila usaha tersebut dibeli oleh investor strategis atau berhasil melantai di
bursa saham, investor juga dapat memperoleh capital
gain.
Cara ini juga menjadi solusi
terbaik untuk memberikan akses dan menjembatani setiap orang yang memiliki dana
lebih dan ingin berinvestasi pada usaha berkembang, dengan startup dan UKM yang
membutuhkan dana usaha. Selama ini investasi pada startup atau usaha tahap awal
biasanya hanya dapat diakses oleh investor profesional seperti angel investor
dan perusahaan modal ventura.
Mengenal Equity Crowdfunding
Crowdfunding tampaknya
akan segera naik pamor, jika nanti aturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi lansir
Agustus ini. Dalam skema tersebut ada tiga jenis yang biasa digunakan
belakangan ini, berdasarkan pada bentuk imbalan yang diberikan pada pemberi
dana.
Pertama, reward-based crowdfunding. Istilah itu mengacu pada bentuk crowdfunding
yang berbasis hadiah atau reward. Reward-based crowdfunding akan memberikan
reward kepada investor, biasanya
berupa versi pertama atau edisi terbatas dari produk atau layanan yang didanai.
Reward yang diberikan umumnya disesuaikan dengan jumlah dana yang diberikan,
semakin besar dananya semakin eksklusif reward yang didapatkan investor. Dalam
jenis ini ada yang namanya donation-based
crowdfunding. Bentuk skema ini biasanya
terkait dengan suatu kegiatan filantropi. Contoh bentuk reward-based crowdfunding adalah kickstarter dan Indiegogo,
sedangkan Kitabisa adalah contoh platform dari donation-based crowdfunding.
Jenis yang kedua, loan-based crowdfunding atau crowdlending. Istilah itu mengacu pada bentuk
penggalangan dana dalam bentuk utang. Loan-based
crowdfunding sendiri telah berkembang dengan pesat dan telah dimasukkan ke
dalam kategori tersendiri, sehingga saat ini lebih dikenal sebagai Peer-to-Peer
(P2P) Lending atau Pinjaman P2P.
Ketiga adalah, equity crowdfunding yang merupakan
bentuk crowdfunding dimana penggalang
dana akan memberikan imbalan berupa saham kepada crowd investor. Besaran saham berbeda-beda tergantung penawaran
yang diberikan oleh perusahaan penggalang dana yang didasarkan pada valuasi
dari perusahaan tersebut. (sumber: akseleran)
(dipublikasikan Juli-Agustus 2018)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar