Kamis, 11 Juli 2019

Urun Dana Akan Unjuk Gigi


Layanan urun dana berbasis teknologi informasi alias fintech crowdfunding diprediksa akan marak ketika perhatian otoritas tercurah lewat aturan yang akan dilansir paling cepat Agustus. Otoritas akan mendorong skema equity crowdfunding.


Teknologi finansial  tengah memasuki tahap baru dalam perkembangannya di Indonesia. Berdasarkan profilnya, industri teknologi finansial (financial technology/ fintech) di Indonesia terdiri dari layanan sisem pembayaran, pinjaman antar individu, dan juga penggalangan dana.
Hingga sekarang, fintech sebagai sarana pembayaran (payment channel) masih mendominasi dibandingkan pinjaman antar individu (peer to peer lending) dan penggalangan dana (crowdfunding). Dari 235 perusahaan fintech berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, 39 persen bergerak di bidang payment, 32 persen di bidang peer to peer lending (P2P lending), sisanya dibagi-bagi oleh bidang crowdingfunding, capital market, insurance dan lainnya.
                Menyambut semester kedua 2018 ini diyakini akan ada pergeseran porsi dari profil industri fintech karena P2P lendingdan crowdfunding diprediksi akan melesat. Sejak memasuki 2018, skema P2P lending meningkat pesat jika dilihat dari jumlah pemberi pinjaman dan pembiayaan yang disalurkan. Sampai dengan akhir tahun 2017 lalu, jumlah pemberi pinjaman melalui skema itu meningkat 602,7 berdasarkan dibandingkan akhir tahun 2016 menjadi 100.940 orang, berdasarkan data OJK.
                Sementara itu, skema crowdfunding diprediksi akan menyusul perkembangan itu mengingat pada Agustus ini, OJK bakal merilis aturan mengenai equity crowdfunding. Skema itu merupakan salah satu jenis dari crowdfunding yang mengacu pada penggalangan dana untuk perusahaan-perusahaan baru atau start up yang membutuhkan permodalan.
                Bahkan OJK sudah merilis kisi-kisi aturan itu untuk mendapat tanggapan dari masyarakat terutama para stake holder bisnis fintech dengan skema crowdfunding. "Sudah ada di web sebenarnya untuk mendapatkan tanggapan. Kalau beres mungkin sekitar Agustus-September keluar peraturan," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen di sebuah acara fintech pertengahan Juli lalu.
Berbeda dengan P2P lending yang berupa pinjaman yang harus dikembalikan suatu saat, crowdfunding banyak dipilih oleh para pengusaha rintisan dengan alasan mengumpulkan dana tidak harus selalu bergantung pada profitabilitas dan cash flow perusahaan.
Crowdfunding biasanya dilakukan lewat kampanye kepada sekelompok orang yang memiliki ketertarikan dan kepercayaan kepada ide yang ditawarkan oleh si pencari modal. Lewat metode ini, semua pengusaha termasuk perusahaan rintisan bisa mendapatkan kesempatan memperoleh pendanaan tanpa melalui proses track history atau pemeriksaan tentang usaha yang dijalankan.
                Dengan adanya fintech di crowdfunding pengusaha start up bisa menawarkan saham perusahaannya secara langsung kepada pemodal melalui jaringan internet. Dalam rancangan aturan OJK, jangka waktu penawaran tersebut paling lama 12 bulan dengan nilai saham yang ditawarkan maksimal Rp 6 miliar. Adapun penyelenggara penggalangan dana diwajibkan mengajukan perizinan ke OJK.
Setiap pihak bisa menjadi pemodal dengan ketentuan penghasilan sampai dengan Rp 500 juta dengan maksimum investasi 5 persen dari penghasilan dan penghasilan di atas Rp500 juta dengan maksimum investasi 10 persen dari penghasilan. “Ini keberpihakan ke industri kecil, kalau menggunakan ketentuan public offering biayanya nggak murah,” tutur Hoesen.
                Dalam rancangan aturan itu disebutkan bahwa penawaran saham melalui perusahaan crowdfunding atau disebut dalam aturan itu sebagai Layanan Urun Dana, bukan merupakan Penawaran Umum untuk IPO pada umumnya di Bursa Efek Indonesia
                Penawaran saham dilakukan melalui perusahaan fintech atau penyelenggara yang
telah terdaftar di OJK dan dilakukan paling lama 12 bulan. Sementara nilai saham yang ditawarkan paling banyak Rp6 miliar.
                Yang disebut pihak yang membutuhkan dana atau penerbit adalah perusahaan yang jumlah pemegang sahamnya tidak lebih dari 300 pihak; dan jumlah modal disetornya tidak lebih dari
Rp18 miliar.

Lompatan Crowdfunding
Di Indonesia sendiri sebenarnya crowdfunding belum sepopuler peer-to-peer lending. Namun tak bisa dipungkiri bahwa dalam 1-2 tahun ke belakang, startup berbasis crowdfunding mulai bertumbuh pesat. “Crowdfunding di Indonesia memang belum terlalu banyak jumlahnya. Namun ada satu yang bisa disebut sukses yaitu kitabisa,” kata Ketua Bidang Industri Aplikasi Nasional Masyarakat Telematika, M Tesar Sandikapura.
KitaBisa.com merupakan situs crowdfunding pertama di Indonesia yang didirikan tahun 2013 dan sudah melakukan banyak penggalangan dana. Portal itu mengizinkan siapapun memasukkan proyek di bidang teknologi, kreativitas, bisnis UKM hingga kegiatan sosial. Di awal tahun 2017, KitaBisa.com menyalurkan dana publik senilai Rp61 miliar. Angka ini jauh lebih tinggi ketimbang tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp7,2 miliar.
Selain KitaBisa.com, situs crowdfunding lokal yang tak kalah populer adalah Akseleran, yang menyediakan layanan permodalan bagi usaha mikro kecil, dan GandengTangan, yang memfasilitasi kolaborasi investasi jangka pendek pada UMKM.
Meski demikian, kata Tesar, kunci keberhasilan dari fintech crowdfunding adalah misi dari proyek yang dikelolanya dan itu biasanya bersifat sosial alih-alih untuk bisnis. Dengan iklim fintech yang semakin maju, tidak menutup kemungkinan jumlah perusahaan pendanaan massa ini akan tumbuh semakin pesat di tahun 2018.
Potensi fintech crowdfunding untuk berkembang memang besar, karena, tambah Tesar, risiko lebih kecil dibanding fintench peer to peer. Fintech crowdfunding tidak terlalu kaku karena sifatnya yang lebih pada bantuan atau donasi. “Secara teknologi hampir sama dengan peer to peer lending. Bedanya P2P lending sifatnya personal bukan urunan banyak orang. Sifatnya juga utang untuk modal kerja atau usaha. Sedangkan crowdfunding sifatnya bukan utang tapi donasi dan project untuk sosial semata,” kata Tesar yang juga Ketua Indonesian Digital Empowerment Community (IDEC.id).
                Soal equity crowdfunding yang aturannya direncanakan terbit Agustus atau September ini, Tesar berpendapat langkah itu penting untuk menambah rasa tenang dan nyaman di masyarakat yang sering mendapatkan tawaran investasi bodong. “Hal itu penting untuk menghindari investasi bodong dan lain-lain, yang belakangan kerap muncul,” kata dia.
Di Indonesia, terdapat situs akseleran yang menyediakan jasa kegiatan crowdfunding terintegrasi dan sering berkampanye tentang penggalangan dana sejak Maret 2017. Menurut portal tersebut, equity crowdfunding cocok bagi usaha startup atau usaha kecil dan mikro yang umumnya memiliki arus kas atau pendapatan dan aset yang terbatas.
“Dengan crowdfunding perusahaan rintisan dapat mengembangkan usahanya dengan efektif, tanpa beban kewajiban pembayaran bunga atau pokok investasi serta kewajiban untuk memberikan agunan,” kata portal tersebut.
 Saat usahanya memperoleh keuntungan dan membagikan dividen, lanjut lama itu, investor akan mendapatkan dividen tersebut secara proporsional sesuai porsi kepemilikan yang dipegangnya. Demikian pula bila usaha tersebut dibeli oleh investor strategis atau berhasil melantai di bursa saham, investor juga dapat memperoleh capital gain.
Cara ini juga menjadi solusi terbaik untuk memberikan akses dan menjembatani setiap orang yang memiliki dana lebih dan ingin berinvestasi pada usaha berkembang, dengan startup dan UKM yang membutuhkan dana usaha. Selama ini investasi pada startup atau usaha tahap awal biasanya hanya dapat diakses oleh investor profesional seperti angel investor dan perusahaan modal ventura.

* * * 



Mengenal Equity Crowdfunding

Crowdfunding tampaknya akan segera naik pamor, jika nanti aturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi lansir Agustus ini. Dalam skema tersebut ada tiga jenis yang biasa digunakan belakangan ini, berdasarkan pada bentuk imbalan yang diberikan pada pemberi dana.
Pertama, reward-based crowdfunding. Istilah itu mengacu pada bentuk crowdfunding yang berbasis hadiah atau reward. Reward-based crowdfunding akan memberikan reward kepada investor, biasanya berupa versi pertama atau edisi terbatas dari produk atau layanan yang didanai. Reward yang diberikan umumnya disesuaikan dengan jumlah dana yang diberikan, semakin besar dananya semakin eksklusif reward yang didapatkan investor. Dalam jenis ini ada yang namanya donation-based crowdfunding. Bentuk skema ini biasanya terkait dengan suatu kegiatan filantropi. Contoh bentuk reward-based crowdfunding adalah kickstarter dan Indiegogo, sedangkan Kitabisa adalah contoh platform dari donation-based crowdfunding.
Jenis yang kedua, loan-based crowdfunding atau crowdlending. Istilah itu mengacu pada bentuk penggalangan dana dalam bentuk utang. Loan-based crowdfunding sendiri telah berkembang dengan pesat dan telah dimasukkan ke dalam kategori tersendiri, sehingga saat ini lebih dikenal sebagai Peer-to-Peer (P2P) Lending atau Pinjaman P2P.
Ketiga adalah, equity crowdfunding yang merupakan bentuk crowdfunding dimana penggalang dana akan memberikan imbalan berupa saham kepada crowd investor. Besaran saham berbeda-beda tergantung penawaran yang diberikan oleh perusahaan penggalang dana yang didasarkan pada valuasi dari perusahaan tersebut. (sumber: akseleran)

(dipublikasikan Juli-Agustus 2018)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar