Meskipun
bankir muda kerap kali diidentikan dengan kedinamisan dan keberanian mengambil
risiko, tetapi yang menentukan kecemerlangan karier para direktur berusia 40-an
adalah kinerja dan kompetensi.
Ada
perbedaan mencolok antara mengelola bank-bank pada dekade 70 atau 80-an, bahkan
90-an dan awal milenium lalu dengan saat ini. Hal itu tidak bisa dilepaskan
dengan menyeruaknya teknologi informasi dan juga era digital.
Dahulu, di industri yang terkenal dengan regulasi
yang ketat itu, semuanya serba kaku dan cenderung menggunakan sistem komunikasi
berjenjang dan birokratis. Orang-orang yang menduduki tampuk pimpinan di bank,
bisa dibilang mencerminkan sifat-sifat tersebut.
Namun sejak banyaknya milenials –untuk menyebut
generasi yang lahir dekade 90-an dan awal milenium– bank menyadari ada yang
perlu diubah. Dominasi pegawai sekaligus konsumen yang tergolong milenials memaksa
bank mengubah kebiasaannya yang sudah bertahan berpuluh-puluh tahun.
Salah satu perubahan yang sedang terjadi adalah
mulai banyaknya orang-orang muda yang duduk di kursi direksi. Perubahan ini
sangat diperlukan demi membawa bank kepada langkah-langkah penyesuaian bisnis
dengan cepat.
Generasi muda memang lebih mudah menerima
unsur-unsur baru dalam kehidupannya, sebaliknya para senior cenderung sukar
menerima perubahan zaman. Karena perubahan itu terjadi di saat para senior
masih mendominasi jajaran direksi, maka orang-orang muda ini menghadapi
tantangan yang boleh dibilang sangat tricky
dalam menjalankan roda perusahaan. Senior yang merasa sudah lebih lama makan asam-garam di industri perbankan tentu
cenderung sulit menerima darah muda dalam mengambil kebijakan bisnis.
Nah, di sinilah perlunya
komunikasi yang jitu agar kebijakan bank bisa berjalan lancar. Setidaknya
itulah yang diberlakukan oleh Bank CIMB Niaga yang pucuk pimpinannya dijabat
oleh orang muda berusia 40-an. Tigor M Siahaan, sang dirut di bank tersebut
mengatakan bahwa pihaknya selalu membangun komunikasi yang lebih terbuka antara
sesama bankir, baik yang senior atau yang lebih muda.
“Kami diskusikan semua hal secara terbuka.
Filosofi saya adalah open door policy. Saya maunya dalam berkomunikasi dengan
direksi selalu dinamis. Kami sangat terbuka, tidak hanya hanya dengan direksi
dan manajemen, tetapi juga dengan semua karyawan CIMB Niaga,” kata dia kepada Stabilitas.
Budaya keterbukaan yang dilakoni orang nomor satu
di bank yang kini milik investor Malaysia itu adalah demi menyongsong perubahan
zaman yang ada di depan mata. Perubahan teknologi di bidang informasi yang
demikian pesat membutuhkan seorang pemimpin yang bisa cepat menyesuaikan diri.
Menurut Tigor, bankir-bankir muda lebih mudah mengadopsi dan menyesuaikan
perusahaannya dengan perubahan tersebut.
Bahkan budaya terbuka itu akan ditularkannya
kepada seluruh pegawai terutama mereka-mereka yang kini mulai mendominasi
pegawai bank dengan aset terbesar kelima itu. “Yang sangat memahami
perkembangan teknologi secara dinamis itu anak-anak usia 20-an, bisa Gen Y atau
bahkan Gen Z,” kata Tigor.
Oleh karena itu manajemen akan terus mendorong
anak-anak muda itu dengan membentuk sebuah klub yang diberi nama CIMB X. Di situ
pegawai-pegawai muda yang terpilih ini memikirkan tentang teknolog, digital
transformasi dan sebagainya. “Kita maunya our culture itu sangat terbuka.
Karena kalau dengan very open culture, kita dapat menerima input dari semua
lebih cepat,” ujar Tigor.
Untuk mewujudkan strategi itu, Tigor terus
berkeliling ke kantor-kantor cabang di seluruh daerah guna berinteraksi dan
mencari masukan dari mereka baik itu positif maupun negatif. “Supaya kita bisa
perbaiki bersama, dan apa yang terus kita kembangkan lagi untuk hasil yang
lebih baik. Open culture ini yang
coba saya bangun dan menjadi culture
CIMB Niaga,” kata dia.
Berdasarkan kajian psikoodemografi, memang tidak
bisa disimpulkan secara mutlak bahwa orang-orang muda mewakili berarti sifat
ekspansif dan cenderung kurang berhati-hati dalam mengambil risiko. Bankir
senior juga tidak bisa disimpulkan sebaliknya secara mutlak.
Di
industri perbankan yang sudah sangat lengkap aturannya, penentuan seorang
direktur sudah melalui proses yang ketat, terbuka dan, tidak emosional dalam
proses fit and proper test.
Sehingga hampir bisa dipastikan seluruh bankir akan
berjalan dalam koridor aturan regulator. Di tempat mereka bekerja, bank juga
menerapkan kebijakan-kebijakan yang mengacu pada aturan dan perundangan yang
ada. Dalam bahasa yang lebih jernih, semua kebijakan yang dilakukan direksi
bank, baik itu bankir muda atau bankir senior tetap akan mengacu pada aturan
yang ada.
Oleh karena itu yang akan berpengaruh pada kinerja
perbankan adalah kinerja dari manajemen dalam menjalankan ide-ide bisnis yang
menguntungkan perusahaan dan sudah mempertimbangkan rambu-rambu manajemen
risiko.
Kinerja dan Kompetensi
Selain itu yang keefektifan seorang bankir bukan
semata dari usia namun lebih kepada kompetensinya. Pun demikian, kecenderungan
makin banyaknya orang-orang muda di kursi direktur perbankan. Hal itu dikatakan
oleh Syahmuharnis, seorang konsultan manajemen sumberdaya manusia (SDM) sektor
keuangan.
Pada dasarnya, kata dia, usia tidak menjadi
penentu seorang bankir menjadi direksi bank. Penentu utamanya adalah kinerja
dan kompetensi yang bersangkutan. Kinerja tentu diukur dari pencapaian target
Key Performance Indicator(KPI) dari setiap jabatan yang pernah diemban.
Prestasi-prestasi dalam penugasan tentunya jadi pertimbangan utama untuk
menunjuk seseorang menjadi direksi bank.
Sedangkan kompetensi diukur dari capaian level
kompetensi yang bersangkutan sesuai dengan Standar Kompetensi Jabatan (SKJ).
Sebagai pemimpin, mereka harus memiliki kompetensi intra dan inter personal,
kepemimpinan dan manajerial, visioning, problem solving & decision making,
berpikir strategis, dan sebagainya. Berdasarkan kedua penentu utama inilah
direksi dipilih. “Kendatipun usianya masih relatif muda dibandingkan mayoritas
jajaran manajemen bank lainnya, bankir muda yang berkinerja bagus dan kompeten
layak diganjar dengan jabatan direksi,” kata Syahmuharnis.
Menurut dia, sistem manajemen SDM atau sekarang
lebih dikenal dengan sebutan Human Capital Management pada bank-bank besar
sudah cukup maju, termasuk manajemen karier pegawai dan rencana suksesi. Sistem
manajemen karier tidak melihat faktor usia dalam mempromosikan seseorang.
“Cepat atau lambat laju karier seseorang
lagi-lagi didasarkan kepada kinerja dan kompetensi orang tersebut. Mereka yang
memiliki kinerja dan kompetensi yang lebih tinggi punya peluang lebih baik dan
lebih cepat untuk dipromosikan atau naik jabatan,” jelas dia.
Namun
demikian, khusus untuk direksi, tambah Syahmuharnis, tentu ada juga
pertimbangan lain bagi pemegang saham yang sering disebut “politis”.
Firmanzah, ekonom yang pernah
menjadi Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia termuda beberapa tahun
lalu mengatakan bahwa fenomena banyak munculnya bankir-bankir level atas yang
berusia antara 40-45 tahun bukanlah sesuatu yang patut dikhawatirkan.
Dahulu memang, sambung dia ada stereotype bahwa
direksi harus berusia 55 tahun ke atas
karena sudah senior dan matang. Sedangkan bankir berumur 40 sampai 55
masuk dalam kelompok menengah dan yang usia 40 tahun ke bawah adalah kelompok
muda. “Antara usia dan kematangan, adalah dua hal yang berbeda. Dari sisi
pribadi, menurut saya kematangan bukan merupakan fungsi dari umur tetapi dari
akumulasi pengalaman,” kata dia.
Menurut dia, orang-orang muda yang sekarang
menduduki posisi puncak di perbankan sebenarnya mengalami proses pembelajaran
yang sama dengan yang lain. Tetapi mereka melakukan pembelajaran jauh lebih
intens, waktu memaksa mereka belajar jauh lebih cepat.
Kondisi itu bisa terjadi terutama di industri
yang sudah highly regulated seperti
perbankan. Di perbankan, kompetensi, kapabilitas individu yang masuk juga sangat
menentukan. Situasi yang berbeda terjadi di pentas politik yang mana faktor
kedekatan dengan penguasa atau yang dominan juga ikut berperan. “Kalau di
perbankan yang highly regulated di mana
ada fit and proper test, ada pemegang saham, ada persetujuan regulator,
seleksinya sangat ketat dan semuanya bisa mengurangi bias-bias ketidakcakapan
individu,” kata Firmanzah.
(DIPUBLIKASIKAN SEPT-OKT 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar