Rabu, 18 Juli 2018

Kata Kunci: Kinerja dan Kompetensi



Meskipun bankir muda kerap kali diidentikan dengan kedinamisan dan keberanian mengambil risiko, tetapi yang menentukan kecemerlangan karier para direktur berusia 40-an adalah kinerja dan kompetensi.


Ada perbedaan mencolok antara mengelola bank-bank pada dekade 70 atau 80-an, bahkan 90-an dan awal milenium lalu dengan saat ini. Hal itu tidak bisa dilepaskan dengan menyeruaknya teknologi informasi dan juga era digital.
Dahulu, di industri yang terkenal dengan regulasi yang ketat itu, semuanya serba kaku dan cenderung menggunakan sistem komunikasi berjenjang dan birokratis. Orang-orang yang menduduki tampuk pimpinan di bank, bisa dibilang mencerminkan sifat-sifat tersebut.
Namun sejak banyaknya milenials –untuk menyebut generasi yang lahir dekade 90-an dan awal milenium– bank menyadari ada yang perlu diubah. Dominasi pegawai sekaligus konsumen yang tergolong milenials memaksa bank mengubah kebiasaannya yang sudah bertahan berpuluh-puluh tahun.
Salah satu perubahan yang sedang terjadi adalah mulai banyaknya orang-orang muda yang duduk di kursi direksi. Perubahan ini sangat diperlukan demi membawa bank kepada langkah-langkah penyesuaian bisnis dengan cepat.
Generasi muda memang lebih mudah menerima unsur-unsur baru dalam kehidupannya, sebaliknya para senior cenderung sukar menerima perubahan zaman. Karena perubahan itu terjadi di saat para senior masih mendominasi jajaran direksi, maka orang-orang muda ini menghadapi tantangan yang boleh dibilang sangat tricky dalam menjalankan roda perusahaan. Senior yang merasa sudah lebih lama makan asam-garam di industri perbankan tentu cenderung sulit menerima darah muda dalam mengambil kebijakan bisnis.
Nah, di sinilah perlunya komunikasi yang jitu agar kebijakan bank bisa berjalan lancar. Setidaknya itulah yang diberlakukan oleh Bank CIMB Niaga yang pucuk pimpinannya dijabat oleh orang muda berusia 40-an. Tigor M Siahaan, sang dirut di bank tersebut mengatakan bahwa pihaknya selalu membangun komunikasi yang lebih terbuka antara sesama bankir, baik yang senior atau yang lebih muda.
“Kami diskusikan semua hal secara terbuka. Filosofi saya adalah open door policy. Saya maunya dalam berkomunikasi dengan direksi selalu dinamis. Kami sangat terbuka, tidak hanya hanya dengan direksi dan manajemen, tetapi juga dengan semua karyawan CIMB Niaga,” kata dia kepada Stabilitas.
Budaya keterbukaan yang dilakoni orang nomor satu di bank yang kini milik investor Malaysia itu adalah demi menyongsong perubahan zaman yang ada di depan mata. Perubahan teknologi di bidang informasi yang demikian pesat membutuhkan seorang pemimpin yang bisa cepat menyesuaikan diri. Menurut Tigor, bankir-bankir muda lebih mudah mengadopsi dan menyesuaikan perusahaannya dengan  perubahan tersebut.
Bahkan budaya terbuka itu akan ditularkannya kepada seluruh pegawai terutama mereka-mereka yang kini mulai mendominasi pegawai bank dengan aset terbesar kelima itu. “Yang sangat memahami perkembangan teknologi secara dinamis itu anak-anak usia 20-an, bisa Gen Y atau bahkan Gen Z,” kata Tigor.
Oleh karena itu manajemen akan terus mendorong anak-anak muda itu dengan membentuk sebuah klub yang diberi nama CIMB X. Di situ pegawai-pegawai muda yang terpilih ini memikirkan tentang teknolog, digital transformasi dan sebagainya. “Kita maunya our culture itu sangat terbuka. Karena kalau dengan very open culture, kita dapat menerima input dari semua lebih cepat,” ujar Tigor.
Untuk mewujudkan strategi itu, Tigor terus berkeliling ke kantor-kantor cabang di seluruh daerah guna berinteraksi dan mencari masukan dari mereka baik itu positif maupun negatif. “Supaya kita bisa perbaiki bersama, dan apa yang terus kita kembangkan lagi untuk hasil yang lebih baik. Open culture ini yang coba saya bangun dan menjadi culture CIMB Niaga,” kata dia.
Berdasarkan kajian psikoodemografi, memang tidak bisa disimpulkan secara mutlak bahwa orang-orang muda mewakili berarti sifat ekspansif dan cenderung kurang berhati-hati dalam mengambil risiko. Bankir senior juga tidak bisa disimpulkan sebaliknya secara mutlak.
Di industri perbankan yang sudah sangat lengkap aturannya, penentuan seorang direktur sudah melalui proses yang ketat, terbuka dan, tidak emosional dalam proses fit and proper test.
Sehingga hampir bisa dipastikan seluruh bankir akan berjalan dalam koridor aturan regulator. Di tempat mereka bekerja, bank juga menerapkan kebijakan-kebijakan yang mengacu pada aturan dan perundangan yang ada. Dalam bahasa yang lebih jernih, semua kebijakan yang dilakukan direksi bank, baik itu bankir muda atau bankir senior tetap akan mengacu pada aturan yang ada.
Oleh karena itu yang akan berpengaruh pada kinerja perbankan adalah kinerja dari manajemen dalam menjalankan ide-ide bisnis yang menguntungkan perusahaan dan sudah mempertimbangkan rambu-rambu manajemen risiko.

Kinerja dan Kompetensi
Selain itu yang keefektifan seorang bankir bukan semata dari usia namun lebih kepada kompetensinya. Pun demikian, kecenderungan makin banyaknya orang-orang muda di kursi direktur perbankan. Hal itu dikatakan oleh Syahmuharnis, seorang konsultan manajemen sumberdaya manusia (SDM) sektor keuangan.
Pada dasarnya, kata dia, usia tidak menjadi penentu seorang bankir menjadi direksi bank. Penentu utamanya adalah kinerja dan kompetensi yang bersangkutan. Kinerja tentu diukur dari pencapaian target Key Performance Indicator(KPI) dari setiap jabatan yang pernah diemban. Prestasi-prestasi dalam penugasan tentunya jadi pertimbangan utama untuk menunjuk seseorang menjadi direksi bank.
Sedangkan kompetensi diukur dari capaian level kompetensi yang bersangkutan sesuai dengan Standar Kompetensi Jabatan (SKJ). Sebagai pemimpin, mereka harus memiliki kompetensi intra dan inter personal, kepemimpinan dan manajerial, visioning, problem solving & decision making, berpikir strategis, dan sebagainya. Berdasarkan kedua penentu utama inilah direksi dipilih. “Kendatipun usianya masih relatif muda dibandingkan mayoritas jajaran manajemen bank lainnya, bankir muda yang berkinerja bagus dan kompeten layak diganjar dengan jabatan direksi,” kata Syahmuharnis.
Menurut dia, sistem manajemen SDM atau sekarang lebih dikenal dengan sebutan Human Capital Management pada bank-bank besar sudah cukup maju, termasuk manajemen karier pegawai dan rencana suksesi. Sistem manajemen karier tidak melihat faktor usia dalam mempromosikan seseorang.
“Cepat atau lambat laju karier seseorang lagi-lagi didasarkan kepada kinerja dan kompetensi orang tersebut. Mereka yang memiliki kinerja dan kompetensi yang lebih tinggi punya peluang lebih baik dan lebih cepat untuk dipromosikan atau naik jabatan,” jelas dia.
Namun demikian, khusus untuk direksi, tambah Syahmuharnis, tentu ada juga pertimbangan lain bagi pemegang saham yang sering disebut “politis”.
            Firmanzah, ekonom yang pernah menjadi Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia termuda beberapa tahun lalu mengatakan bahwa fenomena banyak munculnya bankir-bankir level atas yang berusia antara 40-45 tahun bukanlah sesuatu yang patut dikhawatirkan.
Dahulu memang, sambung dia ada stereotype bahwa direksi harus berusia 55 tahun ke atas  karena sudah senior dan matang. Sedangkan bankir berumur 40 sampai 55 masuk dalam kelompok menengah dan yang usia 40 tahun ke bawah adalah kelompok muda. “Antara usia dan kematangan, adalah dua hal yang berbeda. Dari sisi pribadi, menurut saya kematangan bukan merupakan fungsi dari umur tetapi dari akumulasi pengalaman,” kata dia.
Menurut dia, orang-orang muda yang sekarang menduduki posisi puncak di perbankan sebenarnya mengalami proses pembelajaran yang sama dengan yang lain. Tetapi mereka melakukan pembelajaran jauh lebih intens, waktu memaksa mereka belajar jauh lebih cepat.
Kondisi itu bisa terjadi terutama di industri yang sudah highly regulated seperti perbankan. Di perbankan, kompetensi, kapabilitas individu yang masuk juga sangat menentukan. Situasi yang berbeda terjadi di pentas politik yang mana faktor kedekatan dengan penguasa atau yang dominan juga ikut berperan. “Kalau di perbankan yang highly regulated di mana ada fit and proper test, ada pemegang saham, ada persetujuan regulator, seleksinya sangat ketat dan semuanya bisa mengurangi bias-bias ketidakcakapan individu,” kata Firmanzah.
(DIPUBLIKASIKAN SEPT-OKT 2017)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar