Rabu, 18 Juli 2018

Mempertahankan Mimpi Single Digit



Keinginan untuk mengarahkan suku bunga ke level satu digit tetap dipertahankan meskipun kebijakan moneter global menghadangnya. Pimpinan otoritas baru bahkan optimistis mimpi itu masih bisa diwujudkan.

Setelah hampir setahun bermimpi suku bunga mencapai level satu digit, satu kejutan hawkish dari Bank Sentral Amerika Serikat membuyarkan semua itu. Padahal pemerintah sudah sangat rajin mendorong pemangku industri keuangan untuk mengupayakan penurunan suku bunga, bahkan ketua otoritas yang baru sudah berjanji akan memperjuangkannya.
The Federal Reserve pertengahan bulan lalu menaikkan suku bunga acuannya 0,25 persen sehingga kini menjadi 1-1,25 persen, kenaikan kedua kalinya dalam kurun waktu tiga bulan terakhir. Langkah ini tak pelak membuat suku bunga kredit nasional makin sulit untuk tak terkerek naik.
Gubernur The Fed Janet Yellen mengatakan kenaikan suku bunga acuan diambil karena adanya progres perbaikan ekonomi pada negara dengan perekonomian terbesar di dunia tersebut. Menurut Yellen, lapangan kerja terus bertambah dengan solid. "Ekonomi berjalan baik, dan memperlihatkan ketahanannya," kata Yellen seperti dilansir dari AFP, pertengahan Juni lalu.
"Kami memiliki pasar tenaga kerja yang kuat, angka pengangguran menurun ke tingkat yang tidak pernah terlihat sejak 2001. Dan pasar tenaga kerja ini terus menguat,” tambah Yellen.
                Meski sudah banyak yang memprediksi, pasar tetap terkejut dengan langkah Yellen ini karena bank sentral dinilai mengambil posisi yang sangat hawkish dan bahkan menampilkan optimisme tentang pertumbuhan ekonomi walaupun kekhawatiran yang semakin tinggi mengenai inflasi yang lemah.
Menurut Lukman Otunuga, Research Analyst FXTM lewat pesan yang disampaikan kepada Stabilitas, investor melihat ada nada berhati-hati dari Fed, dan ternyata justru mendengar niat kuat untuk terus memperketat kebijakan sebagai respons jumlah penduduk bekerja dan di saat yang sama mengakui periode inflasi lemah yang berkepanjangan tahun ini. “Walaupun kejutan hawkish ini mengangkat dollar AS untuk sementara, pasar tidak mempercayai optimisme ini karena ekspektasi kenaikan suku bunga lagi di tahun 2017 saat ini di bawah 50 persen,” kata dia.
Intinya, lanjut Lukman, sepertinya ada ketidaksesuaian antara apa yang diantisipasi pasar dan apa yang disinyalkan oleh The Fed. Investor butuh lebih diyakinkan mengenai kemampuan The Fed untuk meningkatkan suku bunga lagi. “Persuasi ini dapat berupa data ekonomi yang membaik, tapi sementara ini Indeks dollar AS tetap tertekan di grafik harian dan apabila semakin melemah dapat membuka jalan (indeks) menuju 96,50,” kata Lukman lagi.
                Kebijakan hawkish diambil karena mengacu pada prospek ekonomi yang umumnya tidak mendukung suku bunga yang lebih rendah. Hawkish mengambil posisi bahwa tekanan inflasi masih menjadi ancaman untuk suku bunga.
                Otoritas moneter dalam negeri seperti biasa menanggapi optimistis langkah bank sentral AS dan mengatakan bahwa hal itu tidak mengganggu tren penurunan suku bunga dan juga pencapaian inflasi tahun ini. Alih-alih dipengaruhi oleh suku bunga The Fed, Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo mengungkapkan tren suku bunga perbankan domestik lebih dipengaruhi oleh kondisi likuiditas di pasar dan perkembangan perekonomian domestik.
Menurut Dody, selama posisi likuditas cukup banyak dan tidak ada persepsi negatif terhadap perekonomian domestik, bank-bank tidak akan bersaing untuk menaikkan suku bunga simpanan. Pada akhir kuartal I 2017, rasio pinjaman terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio/ LDR) bank umum relatif terjaga di kisaran 89,12 persen. “Sepanjang likuiditas merata antar bank maka ada suku bunga deposito antar bank cenderung akan sama sehingga tidak ada perlombaan antar bank untuk menaikkan suku bunga," kata Dody menanggapi kenaikan bunga The Fed.
Sementara, untuk bunga kredit, lanjut Dody, sepanjang tekanan kepada inflasi masih bisa diatasi dan nilai tukar relatif stabil kemudian kebutuhan pendanaan tidak mengalami lonjakan berarti, suku bunga kredit tidak akan mengalami perubahan yang signifikan.
                BI untuk yang ke-9 kali menahan suku bunga 7-Day Reverse Repo Rate di angka 4,75 persen.  Suku bunga depocit facility juga ditahan di 4,0 persen dan lending facility di level 5,50 persen. Meski begitu, BI tetap mewaspadai adanya kenaikan lanjutan Fed Fund Rate, hasil pemilihan Inggris dan potensi menurunnya harga komoditas.
                Sebelum Oktober tahun lalu, BI rajin menurunkan bunga acuan yang kala itu masih menggunakan istilah BI Rate. Hal itu untuk menekan suku bunga bank agar bisa bertengger ke level single digit. Berdasarkan catatan BI, sejak Januari 2016 hingga Mei 2017, rata-rata suku bunga kredit telah turun 100 basis poin menjadi 11,83 persen. Sementara, suku bunga deposito pada periode yang sama turun lebih cepat sebesar 139 basis poin. “Jadi, tren daripada penurunan suku bunga baik Dana Pihak Ketiga dan kredit masih berlangsung," jelas Dody.
               
Concern Pemerintah dan OJK
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution yakin rencana pemerintah dan otoritas keuangan untuk menurunkan bunga pinjaman perbankan hingga menjadi satu digit bisa tercapai tahun ini, meski The Fed telah menaikkan suku bunga acuan hingga dua kali sepanjang 2017.
OJK sebelumnya juga telah menerbitkan kebijakan pembatasan bunga depostio kepada bank-bank dengan size tertentu. Kini OJK sudah memiliki pimpinan baru dengan diketuai oleh Wimboh Santoso, dan diharapkan meneruskan kebijakan menekan suku bunga hingga ke level yang paling optimum. “Dengan pimpinan OJK yang sekarang kami masih akan tetap berusaha, namun sekarang caranya sedikit berbeda saja. Artinya enggak perlu pakai di-cap segala," ujar Darmin.
Darmin meyakini, Wimboh memiliki strategi lain agar industri perbankan bisa memberikan kredit dengan bunga di bawah 10 persen, salah satunya yakni efisiensi perbankan. Efisiensi ini bisa ditempuh dengan berbagai cara, salah satunya dengan menekan rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). "Setahu saya Pak Wimboh orang yang paling concern dengan efisiensi perbankan. Kuncinya adalah efisiensi perbankan," ujarnya.
Berdasarkan data terbaru OJK, hingga kuartal pertama tahun ini, rasio BOPO perbankan di Indonesia mencapai sekitar 80,15 persen. Rasio tersebut sudah turun jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 82,96 persen.
Darmin dan Wimboh sempat satu tim pada 2010-2012 ketika Menko Perekonomian itu menjadi orang nomor satu di bank sentral dan Wimboh berada di direktorat pengawasan perbankan.
Senada dengan itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan terpilih Wimboh Santoso menjamin, upaya penurunan suku bunga kredit menjadi single digit tidak akan memberikan distorsi. Berbagai upaya pun akan dilakukan demi menurunkan suku bunga kredit yang masih di atas 10 persen. “Spiritnya memang harus kita dorong, upayakan, supaya lebih murah dengan cara yang baik. Tidak terdistorsi di pasar. Tentu itu semua bisa. Insya Allah bisa," kata Wimboh.
Wimboh tak memungkiri, dibutuhkan upaya ekstra untuk menurunkan suku bunga kredit yang menjadi keinginan utama Presiden Joko Widodo. Rendahnya suku bunga, diharapkan bisa menggenjot permintaan dan harapannya bisa berkontribusi lebih terhadap perekonomian.
Komisaris PT Bank Mandiri itu menegaskan, perlu adanya sinergi antara pemerintah maupun Bank Indonesia untuk merealisasikan keinginan tersebut. Wimboh pun optimistis, dalam lima tahun ke depan OJK mampu berbuat banyak untuk menurunkan suku bunga kredit. "Koordinasi dan sinergi itu baik, supaya sasaran pemerintah bisa tercapai, bank, industri keuangan tetap sehat, service bagus, masyarakat mendapatkan value added dari keberadaan sektor keuangan, biaya lebih murah. Mudah-mudahan," katanya.
Darmin, sebelumnya memiliki mimpi bersama Wimboh ketika sama-sama berada di Bank Indonesia pada periode 2010-2012. Mimpi tersebut adalah menurunkan suku bunga kredit perbankan dengan membuat mekanisme publikasi yang jelas kepada masyarakat. “Dulu kami buat SBDK (Suku Bunga Dasar Kredit) dan dilihat satu persatu bank mana yang agak mahal di mana, pos mana, dan sebagainya. Harus di dorong pelan-pelan," ujarnya.
Oleh karena itu, meski sempat diganggu oleh kebijakan bank sentral AS, tampaknya otoritas tetap yakin bahwa mimpi suku bunga single digit itu masih layak dipertahankan.
 (DIPUBLIKASIKAN JUNI-JULI 2017)







Tidak ada komentar:

Posting Komentar