Keinginan untuk mengarahkan suku bunga ke level satu digit
tetap dipertahankan meskipun kebijakan moneter global menghadangnya. Pimpinan
otoritas baru bahkan optimistis mimpi itu masih bisa diwujudkan.
Setelah hampir setahun bermimpi suku bunga mencapai level
satu digit, satu kejutan hawkish dari
Bank Sentral Amerika Serikat membuyarkan semua itu. Padahal pemerintah sudah
sangat rajin mendorong pemangku industri keuangan untuk mengupayakan penurunan
suku bunga, bahkan ketua otoritas yang baru sudah berjanji akan
memperjuangkannya.
The Federal Reserve pertengahan
bulan lalu menaikkan suku bunga acuannya 0,25 persen sehingga kini menjadi
1-1,25 persen, kenaikan kedua kalinya dalam kurun waktu tiga bulan terakhir. Langkah
ini tak pelak membuat suku bunga kredit nasional makin sulit untuk tak terkerek
naik.
Gubernur The Fed Janet Yellen
mengatakan kenaikan suku bunga acuan diambil karena adanya progres perbaikan
ekonomi pada negara dengan perekonomian terbesar di dunia tersebut. Menurut
Yellen, lapangan kerja terus bertambah dengan solid. "Ekonomi berjalan
baik, dan memperlihatkan ketahanannya," kata Yellen seperti dilansir dari
AFP, pertengahan Juni lalu.
"Kami memiliki pasar tenaga kerja yang kuat, angka pengangguran
menurun ke tingkat yang tidak pernah terlihat sejak 2001. Dan pasar tenaga
kerja ini terus menguat,” tambah Yellen.
Meski
sudah banyak yang memprediksi, pasar tetap terkejut dengan langkah Yellen ini
karena bank sentral dinilai mengambil posisi yang sangat hawkish dan bahkan menampilkan optimisme tentang pertumbuhan
ekonomi walaupun kekhawatiran yang semakin tinggi mengenai inflasi yang lemah.
Menurut Lukman Otunuga, Research
Analyst FXTM lewat pesan yang disampaikan kepada Stabilitas, investor melihat ada nada berhati-hati dari Fed, dan
ternyata justru mendengar niat kuat untuk terus memperketat kebijakan sebagai
respons jumlah penduduk bekerja dan di saat yang sama mengakui periode inflasi
lemah yang berkepanjangan tahun ini. “Walaupun kejutan hawkish ini mengangkat dollar
AS untuk sementara, pasar tidak mempercayai optimisme ini karena ekspektasi
kenaikan suku bunga lagi di tahun 2017 saat ini di bawah 50 persen,” kata dia.
Intinya, lanjut Lukman, sepertinya
ada ketidaksesuaian antara apa yang diantisipasi pasar dan apa yang disinyalkan
oleh The Fed. Investor butuh lebih diyakinkan mengenai kemampuan The Fed untuk
meningkatkan suku bunga lagi. “Persuasi ini dapat berupa data ekonomi yang membaik,
tapi sementara ini Indeks dollar AS tetap tertekan di grafik harian dan apabila
semakin melemah dapat membuka jalan (indeks) menuju 96,50,” kata Lukman lagi.
Kebijakan
hawkish diambil karena mengacu pada
prospek ekonomi yang umumnya tidak mendukung suku bunga yang lebih rendah. Hawkish mengambil posisi bahwa tekanan
inflasi masih menjadi ancaman untuk suku bunga.
Otoritas
moneter dalam negeri seperti biasa menanggapi optimistis langkah bank sentral
AS dan mengatakan bahwa hal itu tidak mengganggu tren penurunan suku bunga dan
juga pencapaian inflasi tahun ini. Alih-alih dipengaruhi oleh suku bunga The
Fed, Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody
Budi Waluyo mengungkapkan tren suku bunga perbankan domestik lebih dipengaruhi
oleh kondisi likuiditas di pasar dan perkembangan perekonomian domestik.
Menurut Dody, selama posisi
likuditas cukup banyak dan tidak ada persepsi negatif terhadap perekonomian
domestik, bank-bank tidak akan bersaing untuk menaikkan suku bunga simpanan.
Pada akhir kuartal I 2017, rasio pinjaman terhadap simpanan (Loan to Deposit
Ratio/ LDR) bank umum relatif terjaga di kisaran 89,12 persen. “Sepanjang
likuiditas merata antar bank maka ada suku bunga deposito antar bank cenderung
akan sama sehingga tidak ada perlombaan antar bank untuk menaikkan suku bunga,"
kata Dody menanggapi kenaikan bunga The Fed.
Sementara, untuk bunga kredit,
lanjut Dody, sepanjang tekanan kepada inflasi masih bisa diatasi dan nilai
tukar relatif stabil kemudian kebutuhan pendanaan tidak mengalami lonjakan
berarti, suku bunga kredit tidak akan mengalami perubahan yang signifikan.
BI
untuk yang ke-9 kali menahan suku bunga 7-Day Reverse Repo Rate di angka 4,75
persen. Suku bunga depocit facility juga ditahan di 4,0 persen dan lending facility di level 5,50 persen.
Meski begitu, BI tetap mewaspadai adanya kenaikan lanjutan Fed Fund Rate, hasil
pemilihan Inggris dan potensi menurunnya harga komoditas.
Sebelum
Oktober tahun lalu, BI rajin menurunkan bunga acuan yang kala itu masih
menggunakan istilah BI Rate. Hal itu untuk menekan suku bunga bank agar bisa
bertengger ke level single digit. Berdasarkan catatan BI, sejak Januari 2016
hingga Mei 2017, rata-rata suku bunga kredit telah turun 100 basis poin menjadi
11,83 persen. Sementara, suku bunga deposito pada periode yang sama turun lebih
cepat sebesar 139 basis poin. “Jadi, tren daripada penurunan suku bunga baik
Dana Pihak Ketiga dan kredit masih berlangsung," jelas Dody.
Concern Pemerintah dan OJK
Sementara itu, Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution yakin rencana pemerintah dan
otoritas keuangan untuk menurunkan bunga pinjaman perbankan hingga menjadi satu
digit bisa tercapai tahun ini, meski The Fed telah menaikkan suku bunga acuan
hingga dua kali sepanjang 2017.
OJK sebelumnya juga telah
menerbitkan kebijakan pembatasan bunga depostio kepada bank-bank dengan size
tertentu. Kini OJK sudah memiliki pimpinan baru dengan diketuai oleh Wimboh
Santoso, dan diharapkan meneruskan kebijakan menekan suku bunga hingga ke level
yang paling optimum. “Dengan pimpinan OJK yang sekarang kami masih akan tetap
berusaha, namun sekarang caranya sedikit berbeda saja. Artinya enggak perlu pakai di-cap segala," ujar Darmin.
Darmin meyakini, Wimboh memiliki
strategi lain agar industri perbankan bisa memberikan kredit dengan bunga di
bawah 10 persen, salah satunya yakni efisiensi perbankan. Efisiensi ini bisa
ditempuh dengan berbagai cara, salah satunya dengan menekan rasio Beban
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). "Setahu saya Pak
Wimboh orang yang paling concern
dengan efisiensi perbankan. Kuncinya adalah efisiensi perbankan," ujarnya.
Berdasarkan data terbaru OJK,
hingga kuartal pertama tahun ini, rasio BOPO perbankan di Indonesia mencapai
sekitar 80,15 persen. Rasio tersebut sudah turun jika dibandingkan periode yang
sama tahun lalu yang mencapai 82,96 persen.
Darmin dan Wimboh sempat satu tim
pada 2010-2012 ketika Menko Perekonomian itu menjadi orang nomor satu di bank
sentral dan Wimboh berada di direktorat pengawasan perbankan.
Senada dengan itu, Ketua Dewan
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan terpilih Wimboh Santoso menjamin, upaya
penurunan suku bunga kredit menjadi single
digit tidak akan memberikan distorsi. Berbagai upaya pun akan dilakukan
demi menurunkan suku bunga kredit yang masih di atas 10 persen. “Spiritnya memang
harus kita dorong, upayakan, supaya lebih murah dengan cara yang baik. Tidak
terdistorsi di pasar. Tentu itu semua bisa. Insya Allah bisa," kata
Wimboh.
Wimboh tak memungkiri, dibutuhkan
upaya ekstra untuk menurunkan suku bunga kredit yang menjadi keinginan utama
Presiden Joko Widodo. Rendahnya suku bunga, diharapkan bisa menggenjot
permintaan dan harapannya bisa berkontribusi lebih terhadap perekonomian.
Komisaris PT Bank Mandiri itu
menegaskan, perlu adanya sinergi antara pemerintah maupun Bank Indonesia untuk
merealisasikan keinginan tersebut. Wimboh pun optimistis, dalam lima tahun ke
depan OJK mampu berbuat banyak untuk menurunkan suku bunga kredit.
"Koordinasi dan sinergi itu baik, supaya sasaran pemerintah bisa tercapai,
bank, industri keuangan tetap sehat, service
bagus, masyarakat mendapatkan value added
dari keberadaan sektor keuangan, biaya lebih murah. Mudah-mudahan,"
katanya.
Darmin, sebelumnya memiliki mimpi
bersama Wimboh ketika sama-sama berada di Bank Indonesia pada periode
2010-2012. Mimpi tersebut adalah menurunkan suku bunga kredit perbankan dengan
membuat mekanisme publikasi yang jelas kepada masyarakat. “Dulu kami buat SBDK
(Suku Bunga Dasar Kredit) dan dilihat satu persatu bank mana yang agak mahal di
mana, pos mana, dan sebagainya. Harus di dorong pelan-pelan," ujarnya.
Oleh karena itu, meski sempat
diganggu oleh kebijakan bank sentral AS, tampaknya otoritas tetap yakin bahwa
mimpi suku bunga single digit itu
masih layak dipertahankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar