Selasa, 19 Januari 2016

Bangkit Lewat Bank Syariah

Konsolidasi perbankan milik negara akan segera terealisasi lewat pembentukan bank syariah. Namun demikian stake holder harus memitigasi setidaknya dua tantangan dari kebijakan mendorong perbankan syariah ini.

Kebangkitan perusahaan negara bidang keuangan bisa saja berawal dari perbankan syariah. Hal itu tidaklah berlebihan melihat rencana-rencana yang sudah disiapkan dan langkah-langkah yang sudah digulirkan, baik oleh pemerintah maupun stake holder syariah lainnya.
Sejak akhir 2006, sejatinya, dorongan untuk memajukan industri perbankan syariah sudah dirintis oleh Bank Indonesia, lewat sejumlah program akselerasi perbankan syariah. Mulai kampanye iB yang merupakan akronim dari Islamic Banking, hingga menyusun grand strategy pengembangan pasar syariah.
Namun demikian, hingga otoritas perbankan berganti tangan, rencana itu masih sedikit yang terealisasikan. Otoritas Jasa Keuangan, regulator perbankan yang mulai mengambil alih tugas BI sejak 2014, tentu tidak mau kehadirannya tidak memberikan dampak kepada sektor keuangan syariah.
Untuk itu sejak Juni tahun lalu, OJK menerbitkan Road Map Perbankan Syariah Indonesia (2015-2019). Di dalamnya berisi langkah-langkah yang akan dijalankan otoritas beserta target-targetnya, untuk mendongkrak sektor perbankan syariah.
Selain itu, OJK juga tengah memfinalisasi roadmap holding bank BUMN syariah agar bank syariah milik negara bisa lebih besar melalui merger dan bisa mendorong industri. Demi mempercepat proses merger bank-bank itu,  OJK mengaku melakukan koorodinasi intensif dengan Kementrian BUMN.
Bahkan rencana menyatukan bank syariah pelat merah ini juga sudah dimasukkan dalam Road Map Perbankan Syariah Indonesia. Berdasarkan peta jalan itu BNI Syariah, unit usaha syariah BTN, BRI Syariah dan Bank Syariah Mandiri (BSM) harus sudah menjadi bank umum paling lambat 2017. Merger tersebut harus diikuti dengan penambahan modal usaha, yang hal itu akan bisa dilakukan dengan penawaran saham perdana (IPO).
“Opsi IPO tengah dikoordinasikan dengan regulator yang membidangi pasar modal. Namun, skema merger dan penambahan modal masih menunggu putusan pihak Kementerian BUMN sebagai pemegang saham mayoritas induk usaha bank BUMN syariah,” Dhani Gunawan Idat, Direktur Penelitian, Pengembangan, Pengaturan, dan Perizinan Perbankan Syariah OJK.
Permodalan memang masalah genting bagi perbankan syariah karena hingga akhir tahun ini 10 dari 12 bank syariah yang ada memiliki modal inti kurang Rp2 triliun dan tidak ada yang bermodal inti melebihi Rp5 triliun.
Oleh karena itu pekerjaan rumah yang cukup penting bagi OJK adalah mendorong bank syariah khususnya yang sudah jadi Bank Umum Syariah (BUS) untuk meningkatkan permodalannya sehingga bisa masuk dalam kategori BUKU III yang mana sudah memiliki modal lebih dari Rp5 triliun. “Ada enam bank di BUKU II yang sedang berusaha untuk masuk dalam kategori BUKU III. Tahun ini mereka berusaha untuk mencapainya,” kata Dhani.

Komite Perbankan Syariah
Kabar baik juga datang awal tahun ini. Pemerintah melalui Presiden Joko Widodo membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang menurut OJK akan mempercepat pembentukan bank BUMN Syariah.
Komite yang langsung dipimpin oleh Presiden Joko Widodo dan memiliki beberapa anggota pengarah antara lain adalah BI OJK dan beberapa Kementerian. Menurut Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ahmad Buchori, dengan adanya komite ini maka koordinasi antar kementerian lembaga dan otoritas seperti BI dan OJK akan semakin mudah. Sehingga, program pemerintah terkait dengan perbankan syariah diharapkan bisa dilaksanakan lebih cepat.
“Tahun lalu pembentukan bank BUMN Syariah ini masih terkendala konsolidasi internal beberapa bank syariah besar. Ke depan, dengan dibentuknya KNKS, diharapkan renana pemerintah ini akan lebih cepat,” ujar Buchori.
Selain itu, dengan adanya pembentukan komite ini, potensi dana yang dikelola oleh perbankan syariah juga akan semakin besar. Pasalnya, akan ada potensi lebih banyak dana APBN, ABPD, baitul maal dan gaji pegawai negeri yang masuk ke bank syariah seiring dengan pembentukan komite ini.
Buchori menambahkan, dengan adanya pembentukan komite ini maka kendala yang selama ini menghadang perbankan syariah akan bisa cepat terselaikan. Misalnya pajak ganda atau double tax yang selama ini membayangi industri syariah.
“Kami perkirakan pada Agustus 2016 seiring dengan selesainya konversi BPD Aceh ke bank syariah, akan ada tambahan aset bank syariah Rp 22 triliun. Hal ini akan meningkatkan pangsa pasar bank syariah dari jebakan pangsa pasar di bawah 5 persen,” ujar Buchori.

Tantangan
Perbankan syariah memang telah menjadi sektor yang digadang-gadang akan memberikan pengaruh signifikan kepada perekonomian Indonesia, mengingat potensi pasar sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Di mata internasional, Indonesia dipandang sebagai kekuatan yang memiliki peluang untuk mendorong berkembangnya keuangan syariah global.
Berdasarkan data OJK, negara kita termasuk dalam 10 besar negara dengan aktivitas dan aset keuangan syariah terbesar. Daftar 10 bank syariah terbesar di dunia berdasarkan aset adalah berasal dari Malaysia, Saudi Arabia, Iran, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar, Bahrain, Turkey, Indonesia dan Bangladesh.
Menurut Gayatri Rawit Angreni, pengamat perbankan dan manajemen risiko, dalam sebuah forum OJK mengatakan bahwa Indonesia menargetkan diri masuk dalam posisi lima besar dunia. Secara potensi, perbankan syariah Indonesia yakin mampu menjadi pusat keuangan syariah di Asia, dan bahkan secara jangka panjang bisa menjadi acuan pusat keuangan syariah dunia. “Bahkan Indonesia sebagai bagian dari gabungan negara Qismut yaitu Qatar, Indonesia, Saudi Arabia, Malaysia, Uni Emirat Arab, dan Turki yang diharapkan menjadi pemimpin dan pendorong perkembangan syariah dunia,” kata dia. 
Meski demikian, lanjut Gayatri, ada setidaknya dua tantangan yang akan dihadapi pemangku kepentingan perbankan syariah untuk mewujudkan hal itu. Tantangan yang pertama adalah koordinasi dan hubungan antara pemerintah dan bank umum syariah. Tantangan kedua adalah persaingan global dan persaingan dengan perbankan konvensional yang tidak mengenal batas negara.


                                                                                                                                               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar