Konsolidasi perbankan milik negara akan segera terealisasi
lewat pembentukan bank syariah. Namun demikian stake holder harus memitigasi setidaknya
dua tantangan dari kebijakan mendorong perbankan syariah ini.
Kebangkitan perusahaan negara bidang keuangan bisa saja
berawal dari perbankan syariah. Hal itu tidaklah berlebihan melihat
rencana-rencana yang sudah disiapkan dan langkah-langkah yang sudah digulirkan,
baik oleh pemerintah maupun stake holder
syariah lainnya.
Sejak akhir 2006, sejatinya, dorongan untuk memajukan
industri perbankan syariah sudah dirintis oleh Bank Indonesia, lewat sejumlah
program akselerasi perbankan syariah. Mulai kampanye iB yang merupakan akronim
dari Islamic Banking, hingga menyusun grand strategy pengembangan pasar
syariah.
Namun demikian, hingga otoritas perbankan berganti tangan,
rencana itu masih sedikit yang terealisasikan. Otoritas Jasa Keuangan,
regulator perbankan yang mulai mengambil alih tugas BI sejak 2014, tentu tidak
mau kehadirannya tidak memberikan dampak kepada sektor keuangan syariah.
Untuk itu sejak Juni tahun lalu, OJK menerbitkan Road Map
Perbankan Syariah Indonesia (2015-2019). Di dalamnya berisi langkah-langkah
yang akan dijalankan otoritas beserta target-targetnya, untuk mendongkrak
sektor perbankan syariah.
Selain itu, OJK juga tengah memfinalisasi roadmap holding bank BUMN syariah agar bank syariah milik negara bisa lebih
besar melalui merger dan bisa mendorong industri. Demi mempercepat proses
merger bank-bank itu, OJK mengaku
melakukan koorodinasi intensif dengan Kementrian BUMN.
Bahkan rencana menyatukan bank syariah pelat merah ini juga
sudah dimasukkan dalam Road Map Perbankan Syariah Indonesia. Berdasarkan peta
jalan itu BNI Syariah, unit usaha syariah BTN, BRI Syariah dan Bank Syariah
Mandiri (BSM) harus sudah menjadi bank umum paling lambat 2017. Merger tersebut
harus diikuti dengan penambahan modal usaha, yang hal itu akan bisa dilakukan
dengan penawaran saham perdana (IPO).
“Opsi IPO tengah dikoordinasikan dengan regulator yang
membidangi pasar modal. Namun, skema merger dan penambahan modal masih menunggu
putusan pihak Kementerian BUMN sebagai pemegang saham mayoritas induk usaha
bank BUMN syariah,” Dhani Gunawan Idat, Direktur Penelitian, Pengembangan,
Pengaturan, dan Perizinan Perbankan Syariah OJK.
Permodalan memang masalah genting bagi perbankan syariah
karena hingga akhir tahun ini 10 dari 12 bank syariah yang ada memiliki modal
inti kurang Rp2 triliun dan tidak ada yang bermodal inti melebihi Rp5 triliun.
Oleh karena itu pekerjaan rumah yang cukup penting bagi OJK
adalah mendorong bank syariah khususnya yang sudah jadi Bank Umum Syariah (BUS)
untuk meningkatkan permodalannya sehingga bisa masuk dalam kategori BUKU III
yang mana sudah memiliki modal lebih dari Rp5 triliun. “Ada enam bank di BUKU
II yang sedang berusaha untuk masuk dalam kategori BUKU III. Tahun ini mereka
berusaha untuk mencapainya,” kata Dhani.
Komite Perbankan
Syariah
Kabar baik juga datang awal tahun ini. Pemerintah melalui
Presiden Joko Widodo membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang
menurut OJK akan mempercepat pembentukan bank BUMN Syariah.
Komite yang langsung dipimpin oleh Presiden Joko Widodo dan memiliki
beberapa anggota pengarah antara lain adalah BI OJK dan beberapa Kementerian. Menurut
Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ahmad Buchori,
dengan adanya komite ini maka koordinasi antar kementerian lembaga dan otoritas
seperti BI dan OJK akan semakin mudah. Sehingga, program pemerintah terkait
dengan perbankan syariah diharapkan bisa dilaksanakan lebih cepat.
“Tahun lalu pembentukan bank BUMN Syariah ini masih
terkendala konsolidasi internal beberapa bank syariah besar. Ke depan, dengan
dibentuknya KNKS, diharapkan renana pemerintah ini akan lebih cepat,” ujar
Buchori.
Selain itu, dengan adanya pembentukan komite ini, potensi
dana yang dikelola oleh perbankan syariah juga akan semakin besar. Pasalnya,
akan ada potensi lebih banyak dana APBN, ABPD, baitul maal dan gaji pegawai
negeri yang masuk ke bank syariah seiring dengan pembentukan komite ini.
Buchori menambahkan, dengan adanya pembentukan komite ini
maka kendala yang selama ini menghadang perbankan syariah akan bisa cepat
terselaikan. Misalnya pajak ganda atau double
tax yang selama ini membayangi industri syariah.
“Kami perkirakan pada Agustus 2016 seiring dengan selesainya
konversi BPD Aceh ke bank syariah, akan ada tambahan aset bank syariah Rp 22
triliun. Hal ini akan meningkatkan pangsa pasar bank syariah dari jebakan
pangsa pasar di bawah 5 persen,” ujar Buchori.
Tantangan
Perbankan syariah memang telah menjadi sektor yang
digadang-gadang akan memberikan pengaruh signifikan kepada perekonomian
Indonesia, mengingat potensi pasar sebagai negara dengan penduduk muslim
terbesar di dunia. Di mata internasional, Indonesia dipandang sebagai kekuatan
yang memiliki peluang untuk mendorong berkembangnya keuangan syariah global.
Berdasarkan data OJK, negara kita termasuk dalam 10 besar
negara dengan aktivitas dan aset keuangan syariah terbesar. Daftar 10 bank syariah
terbesar di dunia berdasarkan aset adalah berasal dari Malaysia, Saudi Arabia,
Iran, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar, Bahrain, Turkey, Indonesia dan
Bangladesh.
Menurut Gayatri Rawit Angreni, pengamat perbankan dan
manajemen risiko, dalam sebuah forum OJK mengatakan bahwa Indonesia menargetkan
diri masuk dalam posisi lima besar dunia. Secara potensi, perbankan syariah
Indonesia yakin mampu menjadi pusat keuangan syariah di Asia, dan bahkan secara
jangka panjang bisa menjadi acuan pusat keuangan syariah dunia. “Bahkan
Indonesia sebagai bagian dari gabungan negara Qismut yaitu Qatar, Indonesia,
Saudi Arabia, Malaysia, Uni Emirat Arab, dan Turki yang diharapkan menjadi
pemimpin dan pendorong perkembangan syariah dunia,” kata dia.
Meski demikian, lanjut Gayatri, ada setidaknya dua tantangan
yang akan dihadapi pemangku kepentingan perbankan syariah untuk mewujudkan hal
itu. Tantangan yang pertama adalah koordinasi dan hubungan antara pemerintah
dan bank umum syariah. Tantangan kedua
adalah persaingan global dan persaingan dengan perbankan konvensional yang
tidak mengenal batas negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar