Krisis ekonomi dunia dan terorisme. Tak pernah dunia
menanggung sedemikian berat seperti yang dialami belakangan ini. Di tengah
pelemahan ekonomi global, beberapa kali –jika tidak mau disebut berulang-ulang
kali, dunia disajikan aksi teror yang menggemparkan. Akan tetapi, kini kata
‘menggemparkan’ tampaknya sudah dimonopoli dan dikuasai oleh penguasa media.
Karena sebelum serangan Jumat yang menewaskan ratusan orang di Paris, Prancis, teroris
juga membombardir negara Suriah dan juga Palestina. Namun media menutupinya.
Dan kita yang hanya tahu dari media mainstream
seketika itu gempar melihat kejadian yang melukai rasa kemanusiaan kita.
Teroris seperti namanya, memang memiliki tujuan untuk
menebarkan teror, menebarkan ketakutan. Karena hanya itulah yang mereka mampu.
Maka ketika orang-orang mulai terteror dan panik sehingga melakukan sesuatu
dengan amarah dan tanpa pikir jernih maka salah satu tujuannya sudah tercapai.
Orang-orang beradab seharusnya bisa membedakan respons
terukur untuk serangan teroris itu dengan meneliti pangkal penyebabnya. Karena
menurut orang bijak, sebuah masalah baru bisa benar-benar diselesaikan jika
seseorang mengetahui pangkal penyebabnya. Akan tetapi pikiran seperti itu
sangat sulit dijalankan dalam kondisi marah dan emosional di tambah dorongan
dari segala arah untuk segera menemukan siapa yang salah dan lalu meringkus dan
melumpuhkannya.
Paul Krugman, kolumnis pada New
Yor Times mengingatkan pada 16 November mengenai kemungkinan langkah yang
diambil otoritas Prancis. “Sebuah risiko yang jauh lebih besar, dalam praktiknya,
adalah bahwa target terorisme akan mencoba untuk mencapai keamanan yang
sempurna dengan menghilangkan setiap ancaman yang mungkin –respons yang mau
tidak mau akan membuat situasi semakin buruk, karena ini adalah dunia yang besardan
rumit, dan bahkan negara adidaya tidak
bisa mengatur segalanya secara benar.”
Singkatnya Krugman mengkhawatirkan
aksi serangan Paris akan membuat negara itu mengikuti jejak AS ketika
memutuskan invasi ke Irak. Dan ketika itu terjadi maka kedamaian di Timur
Tengah akan makin jauh panggang dari api, demikian pula kedamaian dunia.
Kedamaian dan stabilitas sejatinya adalah sumber bahan bakar pertumbuhan
ekonomi yang utama. Dengan ketiadaan dua sumber itu maka ekonomi global akan
makin suram setidaknya hingga tahun depan.
Terakhir, pada Oktober Dana Moneter Internasional (IMF) telah
memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia untuk yang kedua kalinya pada
tahun ini. IMF meramalkan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini hanya akan
tumbuh 3,1 persen dan menjadi 3,6 persen pada tahun depan. Apabila terbukti,
maka pertumbuhan ekonomi tahun ini akan lebih rendah dari pertumbuhan tahun
lalu yang sebesar 3,4 persen.
Sebelumnya, IMF melalui World Economic Outlook Update Juli
2015 memperkirakan ekonomi dunia akan tumbuh hanya 3,3 persen pada 2015.
Proyeksi tersebut lebih rendah dari proyeksi yang dirilis April 2015 yang
mengatakan bahwa ekonomi akan tumbuh 3,5 persen. Setelah ada peristiwa serangan
Paris, maka tampaknya prediksi itu akan kembali direvisi ke bawah. Bagaimana
Indonesia? Meskipun beranjak, Indonesia tetap akan mengalami pertumbuhan
ekonomi yang lebih rendah dari target yang ditetapkan dalam APBN, yaitu tidak
akan melampaui 5 persen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar